Brilio.net - Istihsan secara etimologis diartikan sebagai menganggap baik terhadap sesuatu, baik yang bersifat konkret maupun abstrak. Sementara istihsan menurut terminologi pakar ushul fiqh adalah dalil yang mendasari hukum syari dalam sebagian permasalahan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istihsan adalah kecenderungan pendapat seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah.
BACA JUGA :
Jenis-jenis riba, pengertian dan dasar hukumnya menurut Islam
Dalam pengertian lain yang disebutkan oleh Wahab Khallaf (1972) dalam bukunya "Mashadir ar-Tasyri' al-Islami fima la Nashsha fihi", istihsan adalah seorang mujtahid yang berpaling untuk tidak menetapkan suatu masalah dengan ketentuan hukum yang ada dalam nash kepada hukum lain yang bertentang dengan hukum yang ada di nash. Hal ini disebabkan karena adanya suatu yang menghendaki.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa ciri khas dari istihsan sebagai dalil hukum adalah, adanya pengalihan dari hukum yang secara jelas disebutkan didalam nash (segala sesuatu yang tampak) ke hukum lain. Pengalihan ini dilakukan karena adanya pertimbangan tentang efektifitas hukum yang dijelaskan didalam nash itu sudah diterapkan.
Konsep penerapan istihsan tak hanya menggunakan akal, namun juga hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil yang lebih kuat. Lebih lanjut berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber, pahami penjelasan lengkapnya istihsan,Kamis (21/4).
BACA JUGA :
Hukum perbuatan takabur beserta ciri & cara menghindarinya dalam Islam
Pengertian istihsan menurut para ulama.
foto: freepik.com
Dalam buku berjudul "Ijtihad dalam Syariat Islam" yang ditulis oleh Abdul Wahab Khallaf (2015), berikut ini sebagian pengertian hanafiyah tentang istihsan menurut para ulama.
1. Imam Al-Bazdawi.
Istihsan adalah perpindahan dari hukum yang ditentukan qiyas kepada qiyas yang lebih kuat darinya, atau istihsan adalah mengkhususkan qiyas yang lebih kuat darinya.
2. Imam An-Nasfi.
Istihsan adalah perpindahan dari qiyas kepada qiyas yang lebih kuat darinya, atau istihsan adalah dalil yang kontradiktif dengan qiyas jali (yang jelas).
3. Imam Al-Karkhi.
Istihsan adalah perpindahan dari menghukumi suatu permasalahan dengan hukum yang semisal dengan permasalahan yang serupa kepada hukum yang menyelisihinya. Hal ini dikarenakan adanya alasan yang menuntut perpindahan dari hukum yang pertama tersebut.
Selain itu, berikut ini terdapat sebagian pengertian malikiyah tentang istihsan dari para ulama.
1. Imam Ibnul Arabi.
Istihsan adalah memilih meninggalkan hukum yang ditunjukkan suatu dalil berdasarkan metode pengecualian dan mengambil keringanan karena terdapat hal yang kontradiktif dengannya didalam sebagian hukum-hukum yang ditentukannya.
2. Imam Asy-Syatibi.
Istihsan dalam pandangan para ulama yang bermazhab hanafi adalah mengamalkan salah satu dalil yang lebih kuat; (seperti mengamalkan) keumuman suatu dalil jika itu berlangsung terus menerus dan qiyas jika berlaku.
3. Imam Ibnu Rusyd.
Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang mengantarkan pada perbuatan berlebih-lebihan dalam suatu hukum menuju hukum yang lainnya dalam suatu permasalahan yang menuntut adanya pengecualian dari qiyas tersebut.
Bentuk-bentuk istihsan.
foto: freepik.com
Bentuk istihsan ada dua yaitu istihsan qiyasi dan istihsan istisna'i, berikut ini penjelasan lengkapnya.
a. Istihsan Qiyasi.
Istihsan Qiyasi adalah suatu bentuk pengalihan hukum dari ketentuan hukum yang didasarkan pada qiyas jali dan pada ketentuan hukum yang didasarkan pada qiyas khafi. Hal ini karena adanya alasan yang kuat untuk mengalihkan hukum tersebut. Alasan kuat yang dimaksud adalah kemaslahatan.
b. Istihsan Istisnai.
Istihsan Istisna'i adalah qiyas berbentuk pengecualian dari ketentuan hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip khusus. Istihsan Istisna'i dibagi menjadi lima, diantaranya sebagai berikut.
1. Istihsan dengan nash, adalah pengalihan hukum dari ketentuan yang umum pada ketentuan lain dalam bentuk pengecualian, karena ada nash yang mengecualikannya, baik nash dalam Alquran atau sunnah.
2. Istihsan dengan ijma, adalah meninggalkan qiyas baik qiyas asal maupun qiyas umum yang diistinbatkan apabila ijma menetapkan hukum yang berbeda dengan hukum yang ditetapkan dengan qiyas itu.
3. Istihsan dengan kedaruratan, yaitu adanya keadaan darurat yang menyebabkan seorang mujtahid tidak memberlakukan kaidah umum atau qiyas.
4. Istihsan dengan urf, yaitu berdasarkan ketentuan umum yang berlaku. Contohnya dalam toilet umum biasanya tidak ditentukan aturan pemakaian air dan lamanya di dalam toilet, karena tidak adanya ketentuan untuk hal itu. Untuk menghindari pemakaian yang berlebih, baik jumlah air dan waktu, maka ketentuannya berdasarkan adat setempat.
5. Istihsan dengan maslahah al-mursalah, artinya yaitu mengecualikan hukum yang berlaku di umum berdasarkan kemaslahatan, dengan memberlakukan ketentuan lain yang memenuhi prinsip kemaslahatan.
Perbedaan Istihsan dan Qiyas.
foto: freepik.com
Dari perbandingan antara qiyas dan istihsan, dijelaskan ranah qiyas adalah permasalahan yang tidak ada keterangan hukumnya baik nash maupun ijma. Kemudian hukum permasalahan qiyas ditentukan dengan hukum dari permasalahan yang terdapat nashnya, karena kedua permasalahan tersebut mempunyai illat hukum yang sama.
Sementara ranah istihsan adalah permasalahan yang terdapat dalilnya baik nash maupun qiyas. Namun hukum yang ditentukan berdasarkan keumuman nash atau qiyas.
Dari permasalahan tersebut bisa menyebabkan hilangnya maslahat atau menarik mafsadat karena ada hal-hal khusus pada permasalahan tersebut. Dengan begitu hukum tersebut dipindahkan dari keumuman nash atau qiyas terhadap suatu permasalahan yang berdasarkan pada dalil.
Dengan begitu, qiyas menampakkan hukum syari dari suatu permasalahan yang belum ditentukan hukumnya. Sedangkan istihsan memindahkan hukum dari suatu permasalahan karena ada dharurah atau kebutuhan primer, atau dalil lain yang menuntut adanya perpindahan.