Brilio.net - Keterbatasan fisik merupakan sesuatu yang sering dilihat sebagai penghambat diri banyak orang dalam menggapai cita-cita mereka. Namun begitu, mereka yang bermental baja dan juara tidak akan membiarkan hal ini menjadi alasan untuk berdiam diri dan menyerah dengan hidup.
Hal ini seperti yang ditunjukkan oleh Feri Fransisko, mahasiswa difabel angakatan 2020 yang kini berkuliah di prodi Teknologi Industri salah satu universitas terbaik di Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Statusnya sebagai difabel tidak menghalanginya untuk terus bekerja keras hingga menorehkan prestasi besar yang tidak sedikit.
BACA JUGA :
Kisah tukang bubur jadi atlet panahan raih emas ASEAN Para Games 2022
Feri menyandang disabilitas sejak usia 4 tahun.
foto: brilio.net/Ardho Aflyandri
Feri, panggilan akrabnya. Salah satu mahasiwa UGM ini menjadi penyandang disabilitas sejak umurnya 4 tahun. Kecelakaan yang terjadi secara tiba-tiba berdampak pada kerusakan pada salah satu kakinya.
BACA JUGA :
Daftar medali Indonesia di Paralimpiade, akhiri puasa emas 41 tahun
"Jadi saat umur 4 tahun itu, Feri dan ibu terlibat kecelakaan motor. Pendek cerita, kecelakaannya itu membuat kaki kiri Feri tersangkut ke jari-jari roda sehingga, ya begitu, patah dan cacat hingga kini," kenangnya ketika ditemui.
Feri mengakui bahwa peristiwa ini pada awalnya membuat dirinya merasa minder pada saat itu. Ia pun sempat mendengar banyak ejekan dan cemooh yang bersileweran di telinganya. Namun begitu, Feri berusaha mengindahkannya dan tetap melangkah maju.
"Ya, merasa berbeda dari orang lain, ada diejek dan dibully sama orang lain pasti ada. Apalagi keluarga saya juga tidaklah berada, jadi sempat banyak sedih. Jelas kecewa, atau bahkan menyalahkan Tuhan, tapi mau diapain? Selain sudah terjadi, mengeluh saja juga nggak membawa apa-apa karena hidup terus berlanjut. Makanya kita harus bisa menerima keadaan dan jalani terus ke depan," jelasnya saat diwawancara, Kamis (21/9).
Dalam prosesnya melawan keterbatasan tersebut, Feri menjelaskan bahwa prosesnya tidaklah mudah. Namun, keinginan kerasnya untuk berubah menghadapi keadaan membuatnya sukses melangkahi keterbatasan dan berdamai dengannya.
"Kalau untuk membiasakan diri, yang penting dari latihan saja sih. Masang sendal dan sepatu awalnya, kerasa nggak nyaman. Namun dicoba terus, akhirnya bisa menyesuaikan. Yang penting kan coba terus, kalau nggak merasa nyaman, cari solusi lain sampai berhasil," pungkasnya.
Tetap berprestasi di tengah keterbatasan.
foto: brilio.net/Ardho Aflyandri
Di tengah kekalutan hidup, Feri berhasil membuktikan bahwa keterbatasan dirinya bukanlah menjadi alasan untuk tidak menorehkan prestasi. Selain tetap konsisten meraih juara secara akademis di sejak SD hingga SMA, Feri menemukan dirinya tertarik pada permainan bridge, salah satu cabang olahraga kartu yang membutuhkan kejelian dalam melihat kesempatan sekaligus penyusunan taktik melalui hasil pemikiran yang diasah otak pemainnya.
"Alhamdulillah meskipun ada kekurangan fisik, namun Tuhan memberikan kelebihan di bagian lain sehingga bisa terus juara di sekolah. Terus pas SMA, sempat menonton pertandingan kartu bridge dan jadi tertarik karena memang sangat mengasah otak pemainnya kan? Kemudian cobalah dipelajari dan ditekuni," sebutnya sambil tersenyum.
Menjadikan olahraga bridge ini sebagai hobi, Feri terus mengasah kemampuannya dengan latihan bermain bridge setiap hari bersama teman-temannya. Hobi dan semangatnya untuk menorehkan prestasi ini kemudian membuahkan hasil. Ia dan temannya berhasil memenangkan kejuaraan bridge tingkat internasional.
"Jadi karena melihat kesungguhan dan potensi besar di klub bridge ini, kemudian diutuslah oleh sekolah ke lomba internasional bridge, waktu itu diselenggarakan di Batam oleh Gubernur Kepulauan Riau. Disitu bersaing dengan peserta dari nasional dan internasional bersama teman-teman lain, alhamdulillah dapat juara 2," kenangnya menceritakan pengalaman tersebut.
Kemampuan yang dimiliki di tengah keterbatasan dirinya itu juga tidak disia-siakan oleh Feri. Berbekal bakat akademis dan prestasinya yang mumpuni, ia pun berhasil melangkahkan kakinya masuk ke salah satu universitas terbaik di Indonesia, Universitas Gadjah Mada, melalui jalur seleksi PBU (Penelusuran Bibit Unggul). Kini, Feri baru saja selesai melaksanakan KKN dan tengah berada di fase akhir masa perkuliahannya.
foto: brilio.net/Ardho Aflyandri
"Jadi waktu menjelang masuk jenjang perkuliahan, Feri mendaftarlah lewat jalur prestasi di UGM. Alhamdulillah karena banyak juara dan sertifikat dari hasil kejuaraan, rupanya pendafataran di UGM itu membuahkan hasil. Sekarang, perkuliahan lancar dengan nilai bagus, KKN juga baru selesai, dan masuk proses menyusun skripsi," katanya sambil tertawa.
Tips sukses di tengah keterbatasan
Feri menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang ia tanamkan pada dirinya untuk bisa tetap sukses berprestasi meskipun dihadang oleh kekurangan fisik yang menyertainya. Ia menekankan pentingnya perubahan mindset dan mental, usaha mendorong diri, serta aktif mencari berbagai solusi dalam mengatasi masalah apapun yang datang.
foto: brilio.net/Ardho Aflyandri
"Pokoknya apapun kekurangan kita, jangan menganggap diri kita langsung nggak bisa seperti orang lain. Harus dicoba, terus belajar dan usaha dengan percaya diri. Jangan merasa mengasihani diri dan minta dikasihani. Cari solusi apapun untuk mengatasi kekurangan, karena dengan itu baru seseorang bisa mendapatkan hasil yang positif," ujarnya.
"Semua orang jelas harus tahu kan ya, tidak semua orang bisa hidup mudah. Kalau mau hidup yang baik, maka kita itu harus usaha mendapatkannya dengan berbagai usaha. Jikalau mindset seperti ini sudah tertanam, insya Allah sukses itu pasti bakal datang kok," lanjut Feri panjang lebar.
Kini, Feri tengah menempuh semester ke-7 di masa perkuliahan di Universitas Gadjah Mada. Ia mengharapkan untuk dapat lulus tepat waktu dengan hasil memuaskan, serta nantinya mendapatkan pekerjaan di perusahaan pangan yang diinginkannya.