1. Home
  2. »
  3. Wow!
13 November 2023 23:40

Kisah generasi ke-3 rawat warung berusia 2 abad di Temanggung, pertahankan cita rasa & interior lawas

Waroeng Jadoel pernah memperoleh penghargaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung. Ida Setyaningsih

Brilio.net - Malam itu sekitar pukul 11 malam, jalanan di Kota Temanggung nampak begitu lengang. Kota Tembakau ini memang dikenal memiliki jalur yang jarang sekali terjadi kemacetan. Apalagi Temanggung dikelilingi oleh gunung-gunung seperti Sumbing dan Sindoro sehingga suasananya pun terasa sejuk dan damai.

Ketika sedang mengitari kota, brilio.net tertuju pada sebuah warung di bangunan kecil yang terletak di belakang halte kota. Tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman nomor 102, Jampirejo Tengah.

BACA JUGA :
Cuma 15 menit, begini cara praktis membuat lupis agar semakin kenyal dan matang sempurna


Sekilas warung ini terlihat biasa saja, bahkan tak memiliki lahan parkir yang luas. Buat pengunjung yang datang dengan berkendara roda empat, harus menepi ke sisi jalan terlebih dahulu untuk memarkir kendaraan. Beruntung, tukang parkir di area tersebut tampak sigap memberikan arah sehingga kendaraan bisa terparkir dengan rapi tanpa mengganggu pengendara lain yang melintas.

foto: brilio.net/Ida Setya

BACA JUGA :
Merasakan empuknya sate sapi Pak Prapto, kuliner Kotagede bikin Eross Sheila on 7 dan Jokowi ketagihan

Walau sudah malam hari, warung tersebut tetap ramai didatangi para pengunjung. Dari luar, warung ini terlihat sederhana dengan cat biru-putih yang diterangi cahaya lampu berwarna kuning. Walau kecil dan sederhana, tetapi warung ini menyimpan sejarah istimewa.

Ketika masuk, nuansa tempo dulu makin terasa. Tak heran jika namanya adalah Waroeng Jadoel. Selain interiornya yang lawas, sajian makanannya juga dihidangkan ke dalam wadah jadul seperti deretan toples lawasan. Buat generasi yang lahir puluhan tahun silam, dijamin bikin nostalgia.

Nah, fakta menariknya lagi warung ini ternyata telah berusia lebih dari dua abad. Waroeng Jadoel berdiri sejak zaman penjajahan tahun 1800-an. Warung legendaris ini kini dirawat oleh perempuan 77 tahun bernama Siti Sukastiyah, yang merupakan generasi ketiga, bersama putranya yang bernama Yulianto Martono.

foto: brilio.net/Ida Setya

Ketika memasuki warung ini, terlihat Siti sedang duduk di kursi yang berada di sudut warung. Di seberang mejanya, ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati kudapan menu. Nuansanya justru terasa seperti sedang bertamu ke rumah seseorang. Ia bahkan juga sempat untuk mengobrol bersama para pengunjung, termasuk pada brilio.net.

Siti akui, warung ini dulunya didirikan oleh neneknya pada tahun 1800-an, sayangnya ia tak mengingat jelas siapa nama sang nenek yang telah membangun warung legendaris ini. Namun, ia katakan, ibunya yang bernama Dulah Rujiani dulunya berjualan di warung tersebut, kemudian diwariskan kepadanya.

Sejak ia lahir, warung ini sudah berdiri. Berdasarkan cerita dari Siti yang ia dengar dari sang ibu, pembeli di Waroeng Jadoel tak hanya berasal dari masyarakat pribumi saja, melainkan juga dari kalangan penjajah yang berasal dari Belanda dan Jepang.

Saking tuanya, warung ini dulunya tak memiliki nama, hingga lambat laun masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama Waroeng Jadoel.

"Riyen mono dereng enten namine, namung warung mawon (dulu mah belum ada namanya, hanya warung saja)," tutur Siti kepada brilio.net pada Sabtu (28/10).

Selain itu, warung ini juga merupakan tempat tinggal Siti sejak ia lahir. Perempuan 77 tahun ini tinggal di lantai dua bersama keluarganya. Sejak dulu, Siti tak pernah mengubah bentuk bangunan dan interiornya. Hanya saja, bagian di depan sempat dimundurkan sedikit akibat terkena pelebaran. Walau begitu, nuansa tempo dulu di warung ini tak hilang dari tahun ke tahun.

Tak hanya interiornya saja, Siti juga mempertahankan cita rasa dari menu makanan di Waroeng Jadoel yang ada sejak dulu. Walau sudah berpindah tangan, namun ia bisa memastikan kalau resep dan cita rasanya tak berubah.

Berkat keberadaannya yang menjadi saksi bisu perjalanan Kota Temanggung, Waroeng Jadoel pernah memperoleh penghargaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung sebagai pelaku kuliner yang berdedikasi pada kebudayaan. Saat itu, Siti mendapatkan emas batangan sejumlah 40 gram dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Temanggung.

Berbagai kisah legendaris itu memantik para pengunjung untuk datang ke Waroeng Jadoel. Seperti perempuan asal Bandung bernama Ayu (26), ia mengaku kerap menyempatkan mampir ke Waroeng Jadoel ketika sedang berada di Temanggung untuk menengok neneknya. Baginya, Waroeng Jadoel punya keistimewaan tersendiri.

"Rasanya tuh belum lengkap kalau belum mampir ke Waroeng Jadoel sebelum ke rumah nenek yang ada di Parakan, Temanggung. Saya biasanya pesan brongkos sama kreceknya," kata Ayu sembari menikmati hidangan di Waroeng Jadoel bersama keluarga.

foto: brilio.net/Ida Setya

Sajian makanan di warung ini juga tampak autentik ala rumahan. Mulai dari tongkol lombok ijo, opor ayam kampung, brongkos daging sapi, sampai sop daging iga. Selain itu Waroeng Jadoel juga menyediakan hidangan tradisional seperti ketan serundeng, getas, sate kolang-kaling, dan lainnya. Lalu, salah satu menu yang paling andalan yaitu empis-empis, hidangan khas Temanggung yang memiliki sensasi pedas dengan racikan bumbu tradisional.

Makanan di Waroeng Jadoel dibanderol dengan harga yang cukup murah. Untuk menikmati seporsi opor ayam kampung, teh hangat, dan beberapa camilan hanya dibanderol dengan harga sekitar Rp 20 ribu.

Warung ini bahkan juga beroperasi selama 24 jam. Jadi, jika kamu sedang singgah ke Kota Temanggung, kamu bisa mengunjungi Waroeng Jadoel kapanpun. Kecuali saat Hari Raya Idul Fitri, Waroeng Jadoel akan tutup selama tujuh hari.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags