Brilio.net - Jika kamu sedang menyusuri Kota Muntilan, maka kamu akan menemui deretan pertokoan yang telah berdiri sejak ratusan tahun silam. Salah satunya toko Nyonya Pang yang berada di tepi Jalan Pemuda. Buat kamu pembaca novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala, tentunya juga sudah nggak asing dengan toko ini lantaran sempat dibahas dalam novel tersebut.
Di Magelang, toko Nyonya Pang dikenal legendaris. Sekilas, dari luar toko lawas ini memang terlihat biasa saja. Bahkan tak memiliki lahan parkir yang luas. Namun, sejak dulu toko ini selalu menjadi jujugan bagi masyarakat yang sedang mencari kudapan tradisional.
BACA JUGA :
Wanita ini bagikan momen sang ayah saat mengatur rencana liburan, hasilnya bak laporan administrasi
Bahkan, sejauh pengamatan tak pernah sepi dari pengunjung. Saat musim liburan tiba, para pelanggan dari dalam maupun luar kota tampak sibuk mengelilingi setiap sudut toko Nyonya Pang.
Sejarah toko Nyonya Pang dimulai pada tahun 1912. Artinya toko ini telah berhasil eksis selama 111 tahun. Kini Nyonya Pang dirintis oleh generasi keenam yaitu Imanuel Jeffrey Leevianto atau akrab disapa Koh Jeffrey.
"Sejak dulu, tokonya ya di sini, tidak berpindah tempat selama ratusan tahun, dulunya merupakan bisnis rumahan dari nenek moyang," ucapnya saat ditemui brilio.net pada beberapa waktu lalu.
BACA JUGA :
Guru SD perlihatkan catatan rapi milik muridnya yang baru kelas 1, tulisan ceker ayam minggir dulu
Toko Nyonya Pang bermula dari suatu bisnis rumahan. Saat itu, di tahun 1912 sosok Lauw Ing Tjo membuat dan menjual jenang dodol untuk menghidupi keluarganya di Muntilan, Magelang. Lauw Ing Tjo adalah generasi kedua, sementara generasi pertama bernama Lauw Ki Pang yang merupakan ibu mertuanya.
"Sebagai bentuk rasa hormat kepada ibu mertuanya yang bernama Lauw Ki Pang, jenang dodol yang dibuat Lauw Ing Tjo ini akhirnya diberi nama Jenang Dodol Nyonyah Pang." kata Jeffrey.
foto: brilio.net/Ida Setya
Jenang dodol tersebut juga biasa disebut sebagai jenang lot. Buat orang Magelang, jenang lot hampir menjadi menu yang wajib ada dalam acara-acara penting seperti lamaran hingga hajatan.
Kudapan legit ini berasal dari tepung beras, ketan, santan, dan gula jawa. Ia juga menceritakan kalau dulunya sosok Lauw Ki Pang menjual dagangannya dengan sepeda onthel.
"Dulu kan belum ada kendaraan, jadi generasi kedua ini menjualnya pakai sepeda onthel. Jenangnya ditaruh ke dalam tenong bambu," tambah Jeffrey.
Tak hanya itu, beberapa orang juga ikut berkeliling ke Kota Muntilan untuk menjualkan jenang lot buatan Lauw Ing Tjo. Kemudian keduanya berbagi komisi. Karena semakin dikenal masyarakat, Lauw Ing Tjo akhirnya memutuskan untuk membuka toko sendiri di depan rumahnya.
Toko Nyonya Pang akhirnya buka di Jalan Pemuda no 71, Muntilan, Magelang. Tak hanya jenang lot, toko ini juga menyediakan ragam jajanan tradisional seperti putri mandi, moho, miku, kue lapis, kue mangkuk, getuk panggang, klepon, buntil, wajik, krasikan, dan banyak lagi. Toko Nyonya Pang lalu dirintis oleh generasi berikutnya, hingga akhirnya bertahan eksis di Muntilan, Magelang hingga sekarang.
Jatuh bangun generasi keenam mempertahankan Nyonya Pang
foto: brilio.net/Ida Setya
Kini, 111 tahun kemudian, sosok Imanuel Jeffrey Leevianto ini lah yang mengelolanya. Sejak 2018, Koh Jeffrey mulai merintis toko Nyonya Pang menggantikan orang tuanya yang bernama Lauw Hin Ay dan Lie Hwe Liep.
Ia dan keluarga kecilnya kini juga tinggal di rumah yang ada di belakang toko ini. Setelah lulus kuliah Teknologi Pangan dan magang di Jerman, ia tak langsung kembali ke toko Nyonya Pang. Melainkan bekerja di perusahaan roti selama 4 tahun. Baru selanjutnya, ia memilih untuk kembali ke Muntilan dan mengelola Nyonya Pang.
Saat dijumpai di tokonya itu, ia baru saja selesai membuat wajik yang terbuat dari beras ketan. Pria 31 tahun ini selalu ikut turun tangan saat sedang mengolah beberapa makanan tradisional.
Diakuinya, dalam merintis bisnis makanan tradisional di masa sekarang memang tidaklah mudah. Butuh perjuangan yang panjang, apalagi untuk menembus pasar anak muda.
Lalu, dari generasi ke generasi selalu ada pembaharuan entah pada kemasan, atau menambah varian produk UMKM. Namun, yang terpenting kualitas bahan makanan tidak ada yang berubah.
Nah, di era generasi keenam ini, Jeffrey berfokus dalam memaksimalkan branding online. Khususnya ke kalangan anak muda. Menurutnya, kudapan-kudapan tradisional ini juga penting untuk diketahui kalangan muda khususnya Gen Z, tak hanya orang tua saja.
"Dari kecil saya udah terbiasa dengan aroma-aroma ini (jajanan tradisional), tapi kalau bisa kan, nggak hanya saya sebagai anak pemilik toko aja yang mengenal makanan seperti ini. Gen Z sekarang juga perlu loh familiar dengan jajanan peninggalan nenek moyang," ucapnya.
Ia pun mulai membuat akun media sosial untuk Nyonya Pang di Instagram, Facebook dan lainnya. Walau begitu, ia tetap menjaga karakter Nyonya Pang di media sosial. Seperti dengan menggunakan story telling dalam setiap postingannya, dan juga memanggil audiens dengan sebutan "cucu".
"Nyonya Pang bisa dibilang sebagai toko yang legendaris gitu ya, jadi saya menggambarkan karakternya ini sebagai orang tua yang dekat dengan audiens alias cucu-cucunya begitu," lanjut Jeffrey.
Dan betul, respons audiens di media sosial pun cukup aktif. Jeffrey banyak mengenalkan nama-nama makanan tradisional hingga filosofinya dengan gaya bercerita yang khas. Selain itu, sejak Nyonya Pang muncul di novel Gadis Kretek, toko ini juga tak lepas jadi sorotan warganet.
foto: Instagram/@nypang71
Menurut KJeffrey, sejak film Gadis Kretek tayang, cukup memberi dampak untuk eksistensi Nyonya Pang di media sosial. Pasalnya banyak penonton yang mencari tahu latar cerita Gadis Kretek yang tidak lain adalah Kota M atau Kota Muntilan.
Ratih Kumala sebagai penulis novel pun juga cukup sering berinteraksi dengan Nyonya Pang di media sosial. Hal ini menjadi peluang baik buat Nyonya Pang. Kini, toko ini sering dikunjungi oleh kalangan-kalangan muda untuk sekadar membuat konten atau memang ingin menjajal jajanan tradisional. Koh Jeffrey pun menyambut baik momen ini.
"Tentunya senang sih, kalau anak-anak muda itu datang. Artinya mereka punya ketertarikan buat mengenal jajanan tradisional kan," sambungnya.
Ia sempat mengutarakan keprihatinannya dengan sebagian Gen Z yang tak lagi mengenali jajanan tradisional. Suatu ketika, ia mendapati cerita tentang wisatawan yang sedang berwisata ke Jogja. Ketika ditanya apa makanan khas Jogja, pelancong tersebut justru menjawabnya ramen, padahal ramen adalah makanan dari Jepang.
Namun tak dimungkiri juga, ada banyak Gen Z yang suka datang ke Nyonya Pang untuk sekadar jajan atau berburu konten lantaran menganggap tempat seperti toko Nyonya Pang ini adalah hidden gem.
Agar semakin dekat dengan Gen Z, baru-baru ini, ia pun menambah cabang toko Nyonya Pang di Pakuwon Mall Yogyakarta. Jadi, kini Nyonya Pang ada dua gerai, pusatnya di Muntilan, dan cabangnya ada di Yogyakarta.