1. Home
  2. ยป
  3. Wow!
17 April 2024 23:50

Kisah kantin 'Inspirasi' Mahfud, warung makan nyempil tempat nyaman anak kampus UIN Jogja cari gagasan

Keberadaan warung ini pun juga berkaitan dengan perpindahan kampus UIN Jogja tahun 1960, dari Jalan Simanjuntak ke Jalan Marsda Adisucipto Muhamad Ikhlas Alfaridzi

Brilio.net - Namanya kantin Inspirasi, warung yang cukup populer di kalangan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogja. Bangunan ini kira-kira hanya 3x10 meter dengan bentuk memanjang ke dalam. Ruangan kantin ini menyatu dengan sebuah rumah jadul dua lantai yang bentuknya pun tidak terlalu megah apalagi mewah.

Satu yang menarik dari kantin ini adalah, lokasinya yang persis berada di tengah-tengah bongkahan gedung kampus UIN Jogja. Bukan cuma soal keberadaannya yang bisa nyempil di tengah kemegahan kampus UIN, namun juga sejarah awal mulanya menarik untuk dikulik.

BACA JUGA :
10 Meme 'kantin sekolah' ini bikin kamu kangen masa-masa SMA


"Awalnya ini saya ini adalah pedagang buku. Tempat ini (kantin) dulunya saya sewa untuk jadi toko buku. Nah, rumah ini itu sudah ada sejak 1950-an. Sebelum kampus dibangun disini rumah ini sudah ada," tutur Mahfud, beberapa waktu lalu.

Mahfud menjelaskan kalau rumah tersebut dulunya adalah milik seorang perwira TNI Angkatan Udara. Selain itu, di sekitar rumah tersebut adalah persawahan, dan lahan untuk memelihara sapi.

"Dulu itu di sini sawah dan lapangan berumput tempat orang menggembala sapi, makanya kampung di belakang kampus ini kita kenal dengan nama Sapen, diambil dari kata sapian alias tempat menggembala sapi," jelasnya.

BACA JUGA :
Begini lho suasana kantin sekolah dari 10 negara, Jepang top abis

foto: brilio.net/Ikhlas Alfaridzi

Keberadaan warung ini pun juga berkaitan dengan perpindahan kampus UIN Jogja. Tahun 1960, adalah periode UIN Jogja memindahkan kampusnya dari Jalan Simanjuntak ke Jalan Marsda Adisucipto. Nah, rumah yang sebagiannya jadi kantin Mahfud ini lah yang sudah sejak masa itu.

Awal mula kantin rumahan di tengah kampus

Ketika ditanya alasan mengapa tidak "tergusur", Mahfud mengklaim bahwa antara pihak UIN dan pemilik rumah tidak pernah mencapai persetujuan akan pembebasan lahan. Alhasil, rumah ini menjadi satu-satunya rumah warga yang tetap berdiri terkurung oleh hingar-bingar kehidupan kampus.

"Kalau yang saya dengar, kemungkinan pertama dari pihak pemilik ini mempersilahkan kalau kampus ingin membeli, asal harganya cocok. Sementara dari pihak UIN, mungkin anggarannya tidak cukup," tutur Mahfud.

Mahfud yang mengenal baik dengan pemilik rumah berkesempatan menyewa salah satu ruangan di sebelah barat rumah ini. Yang awalnya adalah toko buku, sejak 2007 silam Mahfud menyulapnya menjadi kantin yang menjual aneka makanan berat, camilan, minuman, hingga rokok eceran.

foto: brilio.net/Ikhlas Alfaridzi

Belasan tahun berjualan, Mahfud bertahan di kantin. Kata Mahfud, dirinya membuka lapak kantin bukan hanya semata-mata untuk berjualan dan mencari keuntungan. Melainkan, dirinya senang membuat tempat yang jadi wahana para mahasiswa UIN untuk berdiskusi, membaca buku, sambil menikmati hidangan yang ia jual.

"Mahasiswa UIN itu dari dulu terkenal dengan kultur diskusinya. Zaman dulu, di pinggir jalan di kampus ini banyak banget mahasiswa yang duduk lesehan, baca buku, diskusi, debat. Itu seru sekali," kata Mahfud yang juga alumni UIN dari Fakultas Syariah.

foto: brilio.net/Ikhlas Alfaridzi

Kantin inspirasi tempat mahasiswa UIN mendapatkan gagasan

Mahfud berharap, dari kantinnya ini lah akan tercipta sejarah dan kenangan para mahasiswa ketika mereka sedang menuntut ilmu. Ia mengklaim beberapa mahasiswa justru mendapatkan ide bagus ketika sedang nongkrong di kantinnya tersebut.

"Kantin saya ini ibaratnya wadah saja untuk mahasiswa ngobrol, berkeluh kesah. Makanan dan minuman yang mereka makan dari saya mudah-mudahan jadi kenangan dan sejarah mereka pas kuliah disini (UIN). Bahkan saya pernah lihat mas, mahasiswa yang awalnya lesu mungkin karena lagi kesulitan mikirin materi kuliah, tiba-tiba dapat ide pas ngobrol sama temannya disini (kantin)," kata pak Mahfud bersemangat.

Meski begitu, cerita kurang baik juga turut disampaikan oleh Mahfud. Selama belasan tahun kantinnya berjualan, masa pandemi adalah masa yang menurutnya paling berat. Pasalnya kata Mahfud, selain pemasukan yang menurun drastis, keadaan kampus yang kosong akibat kebijakan kuliah online pun membuatnya merasa kesepian.

"Belasan tahun buka warung, pas pandemi itu keadaan kayak berubah banget. Bukan cuma masalah yang jajan sepi. Tapi keadaan kampus kosong nggak ada mahasiswanya, pada kuliah online," katanya.

foto: brilio.net/Ikhlas Alfaridzi

Usai pandemi, Mahfud pun kembali aktif membuka kantinnya. Dirinya merasa senang karena keadaan membaik. Meski katanya omset yang didapatkan tidak sebanyak sebelum pandemi, dirinya tetap senang berjualan dan melayani para mahasiswa dengan ramah.

"Nggak apa-apa untungnya nggak sebanyak dulu. Yang penting bisa ketemu banyak mahasiswa lagi. Silahkan berkunjung, makan, dan jajan disini, tapi ingat jangan bohong, hahaha," ucap Mahfud sembari memberikan peringatan untuk mahasiswa yang sering berbohong padanya saat makan di kantin.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags