Brilio.net - Baru-baru ini viral foto Jokowi saat masih jadi wali kota Solo duduk bersebelahan dengan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Foto tersebut pertama kali diunggah oleh akun Facebook Blontank Poer pada 30 April 2019. Foto itu sudah dibagikan oleh 3,4 kali dan disukai 6,6 ribu pengguna Facebook.
Foto yang diambil pada tahun 2006 ini ternyata punya cerita tersendiri. Ternyata Gus Dur sempat berucap jika Jokowi kelak bisa jadi presiden.
BACA JUGA :
5 Poin hasil Ijtima Ulama III, minta paslon 01 di-diskualifikasi
Blontank menggunggah sebanyak empat foto yang menampilkan Gus Dur dan Jokowi. Foto itu menunjukkan Jokowi yang saat itu masih menjadi pejabat Wali Kota Solo sedang duduk di sebelah kiri Gus Dur. Sedangkan foto lainnya terlihat Jokowi memandang Gus Dur yang saat itu sedang memegang microphone.
Hanya saja dari empat foto itu terdapat satu foto yang mencuri perhatian netizen, tatkala Jokowi sambil menunduk mencium tangan Gus Dur. Ia juga mengisahkan latar belakang foto tersebut dalam tulisan di Facebook.
BACA JUGA :
4 Politisi populer ini terancam tak bisa lolos ke Senayan
"JOKOWI dan GUS DUR
Tak sengaja bersih-bersih CD koleksi foto lama, nemu adegan Pak Jokowi mencium tangan Gus Dur.
Peristiwa di Kraton Surakarta itu, menurut catatan digital di kamera Canon EOS D30, 8 Januari 2006. Berarti, itu baru beberapa bulan Pak @jokowi menjabat Walikota Surakarta.
Jebul, pada masa itu sudah kelihatan jejak kesantrian Jokowi. Tak hanya bisa disimak dari adegan cium tangan, tapi juga bahasa tubuhnya ketika duduk bersebelahan dengan orang besar bernama KH Abdurrahman Wahid.
Semoga Pak Jokowi bisa mewujudkan cita-cita besar Gus Dur yang belum kesampaian, memeratakan keadilan, memajukan kemanusiaan, memoersatukan Indonesia dan memupuk persaudaraan tanpa memandang latar belakang atau atribut kesukuan, agama dan sebagainya. amin.
Al Fatihah untuk Gus Dur." tulis Blontank Poer, seperti dikutip brilio.net, Kamis (2/5).
foto: Facebook/Blontank Poer
Dilansir dari Liputan6.com, Blontank Poer pun menceritakan jika momen pertemuan antara Gus Dur dan Jokowi itu saat keduanya hadir dalam acara 'Njejegke Sakaguru Nusantara' di Keraton Kasunanan Surakarta pada 8 Januari 2006.
Saat itu Jokowi masih baru menjabat sebagai wali kota Solo. Menurutnya, acara itu digelar di pagelaran keraton. Dalam kesempatan itu, dirinya ikut mengabadikan momen pertemuan Gus Dur dan Jokowi dalam bidikan lensa kamera.
"Aku kan senang motret sejak dulu, cuma masalahnya aku itu kalau soal pengarsipan file itu kacau. Namun tak disangka pas bersih-bersih nemu CD dan terus tak buka isi filenya, eh nemu foto adegan Pak Jokowi mencium tangan Gus Dur," kata Blontank Poer.
Blontank mengaku cukup bersyukur penemuan file foto dua tokoh itu berlangsung setelah selesai perhelatan pesta demokrasi Pilpres 2019 pada 17 April 2019 lalu. Ia tidak membayangkan jika file foto itu ditemukan dan diunggah saat masa kampanye, dipastikan akan menimbulkan kontroversi.
foto: Facebook/Blontank Poer
"Kalau sampai diunggah kemarin-kemarin terutama masa kampanye, besar kemungkinan malah kontraproduktif. Pasti orang yang tak suka akan menganggap Pak Jokowi menjual nama Gus Dur dan sebagainya," ujarnya.
Menurutnya dalam acara tersebut juga dihadiri KH Abdul Rozak Shofawi yang merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Al Muayyad Mangkuyudan, Laweyan, Solo. Kiai Rozaq begitu sapaan akrabnya merupakan sahabat dekat Gus Dur serta salah satu guru ngaji Jokowi.
"Nah, kursi yang diduduki Pak Jokowi itu sebelumnya diduduki Kyai Rozaq. Sedangkan di sebelah kanan Gus Dur itu ada Gusti Moeng yang merupakan perwakilan dari Keraton Kasunanan Surakarta," papar Blontank Poer.
Selain Blontank Poer, dalam acara itu juga terdapat Husein Syifa yang ikut mendampingi kunjungan Gus Dur selama di Solo. Husein Syifa yang merupakan Konsorsium Kader Gus Dur itu menceritakan Gus Dur hadir ke Solo untuk mengisi dalam acara yang bertema 'Njejegeke Sakaguru Nusantara' (Menegakkan Kembali Sokoguru Nusantara).
foto: Facebook/Blontank Poer
Dalam acara tersebut, Gus Dur merefleksikan berbagai peristiwa dan capaian yang diperoleh bangsa Indonesia pada 2005. Setelah itu, Gus Dur mengajak kepada peserta yang hadir untuk membuat semacam resolusi di awal tahun untuk kelangsungan kehidupan bangsa dan negara yang ditinjau dari berbagai perspektif, terutama di bidang politik.
"Untuk membuka tahun baru pada saat itu, beliau memilih Solo dan saya diminta mempersiapkannya. Beliau juga yang menentukan tempat hingga jam berlangsungnya acara," kata Husein Syifa.
Hanya saja sebelum melakukan orasi, Gus Dur sempat diajak mampir terlebih dahulu ke rumah dinas wali kota Solo, Loji Gandrung untuk melakukan dialog dengan bersama sejumlah tokoh, di antaranya terdapat KH Moeslim Rifa'i Imampuro atau yang akrab disapa Mbah Liem. Sebagai tuan rumah, Jokowi juga ikut mendampingi Gus Dur.
"Gus Dur kemudian kita ampirkan (singgah) ke Loji Gandrung dan ngobrol dengan sejumah tokoh, termasuk Mas Jokowi," ujar Husein Syifa.
foto: Facebook/Blontank Poer
Momen hangat tercipta dalam pertemuan itu. Gus Dur sempat bercerita tentang wayang Dewaruci. Di sela-sela itu datang Mbah Liem yang kini sudah wafat. Mbah Liem sempat berseru kepada Gus Dur untuk menjadi presiden lagi sambil menepuk punggung cucu KH Hasyim Asyari itu.
"Gus Dur jawabnya gini, 'Ini kiai atau preman sih? Kiai kok nepuki kayak gini'," kata Husein Syifa menirukan ucapan Gus Dur.
Gus Dur kemudian menanggapinya bahwa jadi presiden itu gampang. Bagi Gus Dur yang terpenting tiang Nusantara harus kokoh dulu.
"Siapapun yang jadi dikehendaki rakyat, termasuk Pak Jokowi ini, kalau dia jadi wali kota yang bagus, kelak juga bisa jadi presiden jika semua syarat bisa terpenuhi," kata Gus Dur saat itu.
Mendengar pujian dari Gus Dur, Jokowi hanya mesem dan menunduk. "Tidak ada reaksi berlebihan dari Pak Jokowi, " kata Husein Syifa. Tapi ternyata perkataan Gus Dur itu akhirnya menjadi kenyataan ketika 2014 lalu Jokowi memenangi pilpres melawan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Rajasa.
Husein Syifa pun menyakini antara orasi Gus Dur 'Njejegake Sakaguru Nusantara', Gus Dur yang meyakini Jokowi sebagai Presiden Indonesia yang diharapkan mampu untuk tetap menjaga sakaguru Nusantara, kebhinnekaan, kebangsaan dan keindonesiaan yang dikaitkan peristiwa yang dialami sekarang ini.
"Peristiwa yang kita alami sekarang di mana politik identitas yang semakin menggerus pilar-pilar ke-Indonesiaan tidak berdiri sendiri," ucap Husein Syifa.