Brilio.net - Nabi Nuh merupakan salah satu nabi yang masuk dalam golongan Ulul Azmi yakni seorang yang memiliki kesabaran dan ketabahan yang luar biasa dalam menjalankan tugasnya menyeru pada Allah. Nabi Nuh memiliki nama asli Abdul Ghaffar atau Yasykur, putra Lamik bin Matta Syalih bin Idris.
Kisah Nabi Nuh yang populer adalah kisahnya tentang membuat bahtera atau perahu besar yang mampu menampung makhluk hidup selamat dari banjir besar. Bahkan puing-puing kapalnya pun masih menjadi misteri dan terus diteliti oleh sejarawan dan para ahli.
BACA JUGA :
Kisah Nabi Ilyasa, anak angkat Nabi Ilyas dan perjalanan dakwahnya
Meski hampir sebagian besar kaumnya durhaka dan binasa, perjuangan dan upaya yang dilakukan Nabi Nuh dalam berdakwah pun patut dijadikan teladan. Nabi Nuh juga disebut sebagai bapak manusia setelah Nabi Adam. Sebab dari banjir besar tersebut, keturunan yang tersisa hanyalah kaum Nabi Nuh yang ada di kapal.
Kisah Nabi Nuh berdakwah.
foto: freepik.com
BACA JUGA :
Kisah Nabi Dzulkifli, putra Nabi Ayub yang tak pernah ingkar janji
Nabi Nuh diutus Allah kepada umat yang menyembah berhala. Kaum tersebut telah bertahun-tahun mengagung-agungkan berhala dengan nama Wadda, Suwaa, Ya'uq, Nasr, dan Yaghuts. Setelah mendapatkan wahyu dari Allah, Nabi Nuh pun mulai menyeru pada kaumnya untuk meninggalkan berhala dan menyembah Allah, sebagaimana dalam surah Al A'raf ayat 59:
"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu berkata: Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar(kiamat)."
Meski sempat menerima banyak penolakan, namun Nabi Nuh terus berdakwah. Berbagai stategi beliau lakukan agar kaumnya mau beriman. Mulai dari melaksanakan dakwah dengan lembut, sembunyi-sembunyi, terang-terangan maupun di waktu siang dan malam. Sebagian dari mereka pun beriman dan menjadi pengikut Nabi Nuh, namun sebagian dari mereka juga tetap ingkar sebagaimana dijelaskan dalam surah Nuh ayat 5-9:
Nuh berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam."
Perintah membuat bahtera dan azab banjir besar.
foto: freepik.com
Menghadapi kaum yang begitu durhaka, Nabi Nuh pun berdoa pada Allah dan meminta pertolongan sebagaimana dalam surah Al Qomar ayat 10:
"Maka dia (Nabi Nuh) berdoa kepada Robb-nya: Sesungguhnya diriku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku)."
Lalu pada surah Nuh ayat 26:
"(Nabi Nuh) berkata: Wahai Robb-ku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi."
Allah pun mengabulkan doa Nabi Nuh dan memerintahkannya untuk membuat bahtera atau perahu besar. Allah berfirman:
"Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku perihal orang-orang yang zalim itu. Sesungguhnya mereka nanti akan ditenggelamkan." (QS. Hud: 37)
Ketika Nabi Nuh memulai membuat bahtera, kaumnya pun justru terus mengejeknya, sebagaimana dalam surah Hud ayat 38:
"Dan mulailah Nabi Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nabi Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nabi Nuh, jika kalian mengejek kami maka sesungguhnya kami pun nanti akan mengejek kalian sebagaimana kalian mengejek kami."
Setelah bahtera tersebut selesai, Allah kemudian menurunkan hujan yang begitu deras hingga menenggelamkan bumi. Nabi Nuh dan para pengikutnya yang beriman tetap selamat didalam kapal. Sementara semua kaum yang durhaka dan menolak seruan Nabi Nuh tenggelam dan binasa.
Istri Nabi Nuh dan putranya Kan'an yang durhaka.
foto: freepik.com
Berulang kali Nabi Nuh menasehati keluarganya bahwa hanya Allah lah Tuhan yang layak disembah. Ketiga anaknya bernama Yafith, Sam, dan Ham mau menerima dakwah ayahnya. Namun istri Nabi Nuh dan putra pertamanya, Kan'an justru menentang perintahnya dan tetap menyembah berhala. Keduanya juga berkumpul dengan orang-orang kafir yang memusuhi Nabi Nuh.
Kisah Nabi Nuh dan putranya Kan'an yang durhaka juga dijelaskan dalam Alquran. Ketika air sudah membanjiri bumi, Nabi Nuh masih mengajak anaknya untuk naik ke perahu, namun Ka'an memilih menaiki gunung dan tak mendengarkan ayahnya.
Sebagaimana dalam surah Hud ayat 42-43:
"Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil:Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir. Anaknya menjawab: Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nuh berkata: Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah Yang Maha Penyayang. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditelenggelamkan."
Wujud bahtera Nuh dan misteri keberadaannya.
foto: liputan6.com
Salah satu mukjizat Nabi Nuh adalah mampu membuat bahtera besar yang mampu menyelamatkan makhluk hidup dari banjir. Menurut beberapa riwayat, bahtera Nabi Nuh terbuat dari kayu jati yang kuat. Lebih lanjut Ibnu Abbas juga menjelaskan bahwa bahtera ini memiliki ukuran panjang seluas 1200 hasta atau sekitar 550 meter. Sedangkan lebarnya sekitar 600 hasta atau 275 meter.
Ada tiga tingkatan dalam bahtera tersebut, tingkat pertama diperuntukkan untuk para binatang, tingkat kedua untuk kaum Nabi Nuh, dan tingkat ketiga untuk burung-burung. Atapnya ditutup dengan kayu agar seluruh penumpang bisa tetap aman meski terkena banjir besar. Waktu yang dibutuhkan Nabi Nuh untuk menyelesaikan bahtera ini pun konon selama 40 tahun.
Hingga saat ini, masih banyak para peneliti dan sejarawan yang berusaha mengungkap keberadaan atau sekedar puing-puing dari bahtera Nuh. Ada yang mengungkap dugaan bahwa bahtera tersebut ada di pegunungan Turki. Bahkan ada pula yang membuat replika bahtera Nuh dan menjadikannya sebagai film.