Brilio.net - Seperti biasanya, riuh jalanan masih begitu terasa di kawasan Malioboro. Iya, kawasan ini dikenal sebagai pusat keramaian. Banyak wisatawan lokal hingga mancanegara yang menghabiskan waktu di sekitar Malioboro dari pagi hingga petang. Salah satu tujuan wisatawan mengunjungi Malioboro yaitu membeli oleh-oleh dan wisata kuliner.
Di sepanjang jalan Malioboro, pengunjung sangat mudah menemukan toko batik, toko kue, maupun toko perhiasan. Namun siapa sangka, di tengah menjamurnya pertokoan terdapat sebuah masjid dengan arsitektur yang begitu memukau mata, yakni Masjid Siti Djirzanah.
BACA JUGA :
15 Potret bukti Jepang tak cocok untuk orang berpostur tinggi
foto: brilio.net/Ivanovich Aldino
Jika diperhatikan, ini bukanlah bangunan lama yang sudah ada sejak dahulu. Bangunan yang didominasi warna biru ini diapit oleh dua toko, yakni toko elekrotik dan batik. Tak jauh dari kawasan KM 0 atau hampir di ujung kawasan Malioboro itu sendiri. Sesampainya di sana, brilio.net langsung disambut oleh Muhammad Ridwan, ketua takmir masjid di sini.
BACA JUGA :
Tampak punya pantat, bintang laut ini mirip Patrick teman SpongeBob
Dengan ramah, beliau menceritakan mengenai sejarah masjid yang berlokasi di jalan Margo Mulyo no. 25, Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta ini. Sambil membuka obrolannya, Ridwan menceritakan masjid Siti Djirzanah diresmikan dan mulai dioperasikan hampir satu tahun lalu, pada Jumat, 10 Agustus 2018 lalu. Sebelumnya mulai didirikan pada Mei 2017.
foto: brilio.net/Syamsu Dhuha
"Arsitektur China dikarenakan aturan dari pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Khususnya Dinas Kebudayaan bahwa lokasi masjid ini berdiri pada sumbu filosofi berdiri pada Malioboro. Sehingga ketika bangun masjid diharuskan bernuansa arsitektur China," ujar Ridwan memulai percakapannya.
Tak banyak yang mengetahui, pemilik masjid ini adalah Herry Zudianto, yang merupakan mantan Walikota Yogyakarta bersama kedua adiknya, Ellys Yudhiantie dan Rudi Sastyawan. Nama Siti Djirzanah itu diambil dari nama almaruhmah ibundanya, Siti Djirzanah yang telah meninggal pada tahun 2009 lalu.
"Berkeinginan membangun masjid yang dinamakan Siti Djirzanah merupakan nama ibu dari ketiga orang tersebut. (Dibangun) ingin memberikan pahala yang terbaik ibunda. Sekaligus sebagai rasa terima kasih dari putra-putranya untuk almaruhamah," sambungnya.
foto: brilio.net/Syamsu Dhuha
Namun bukan hanya sekadar bakti kepada ibundanya, alasan lain pembangunan masjid ini tentulah untuk memberikan fasilitas rumah ibadah kepada pengujung Malioboro. Mulanya bangunan sebelumnya merupakan ruko batik yang kemudian dibeli oleh Herry.
"Sebelum bangun itu kita dapat rekomendasi dari dinas kebudayaan. Awalnya kita berniat membangun masjid bernuansa idealnya seperti bangunan Timur Tengah, mungkin ada menaranya," jawabnya.
Akan tetapi, dinas kebudayaan mengarahkan jika bangunan ide itu tidak bisa digunakan selain dari konsep pecinan, menyesuaikan dengan Malioboro.
"Kebetulan wilayah pertokoan Malioboro banyak saudara-saudara kita yang beretnis China, sehingga jadi bagian kami juga memberikan wujud pluralisme (toleransi dan saling hormat) dalam hal bertetangga," ungkap pria kelahiran 4 Februari 1967.
foto: brilio.net/Syamsu Dhuha
Sebelum resmi dibangun, masjid Siti Djirzanah mendapat tanda tangan pembangunan dari kurang 90 orang, yang terdiri dari lingkungan sekitar. Diketahui, lingkungan masjid Siti Djirzanah didominasi warga Tionghoa.
Pria asal Jakarta itu menambahkan nuansa di dalam masjid yang kental dengan nuansa Tionghoa. Ini terlihat relief masjid yang khas dengan ornamen bangunan China. Pada bagian depannya, dihiasi pula tulisan bahasa Arab, Mandarin (Qingzhensi), dan Inggris (Mosque) yang menandakan masjid agar mudah dipahami oleh beragam pengunjung Malioboro.
foto: brilio.net/Ivanovich Aldino
Interior masjid mampu memukau mata, terutama pada bagian khatib. Di tempat tersebut, terdapat sebuah bentuk bangunan yang menyerupai lubang kunci pintu. Meski demikian, desain lubang kunci ini tidak ada sama sekali sangkut pautnya dengan filosofi Tionghoa, melainkan inovasi dari Herry.
"Yang dimaksudkan (lubang kunci) itu seperti kunci untuk masuk ke surga," tutur Ridwan.
"Grill-grill di depan ini kalau dilihat ada tulisan lafas Allah ya. Ide itu datang begitu saja, tercetus, akhirnya kita buat saja grill dengan lafaz Allah," tambahnya.
foto: brilio.net/Ivanovich Aldino
Untuk lebih lanjut, masjid Siti Djirzanah tidak mempunyai kubah masjid pada umumnya, namun diganti dengan gaya melengkung seperti klenteng. Diakui Ridwan, bentuk atap melengkung umumnya digunakan masyarakat China bahkan untuk bangunan rumah sekalipun.
Sementara, masjid ini memiliki luas tanah 147 meter, dengan bangunan utama dan basement 130 meter. Area laki-laki berada di bagian utama dengan kapasitas 14 shaf, sedangkan wanita di basement terdiri hanya 7 shaf.
Selengkapnya: