Brilio.net - Raut muka Ida Ayu Putu Sudiartini Damayanti (50) sangat senang sekali saat mengunjungi Pura Jagatnata di Plumbon, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Selasa (27/9) sore lalu. Selama 14 tahun tinggal di Yogyakarta, baru akhir-akhir ini ia bisa beribadah di pura. Bertahun-tahun lamanya, ia hanya bisa memanjatkan doa di rumahnya sendiri.
Keadaannya yang menggunakan kursi roda untuk beraktivitas karena terserang penyakit polio membuatnya kesulitan masuk ke pura yang biasanya didesain dengan gapura bertingkat ini. Hal itu membuat Yanti dan kursi rodanya sulit untuk masuk ke pura. Yanti teringat pernah mengantar adiknya saat berkunjung ke Jogja untuk berdoa ke pura itu tapi tidak bisa ikut bersembahnyang.
BACA JUGA :
7 Film Indonesia ini sukses menghentak festival film internasional
"Tapi saya hanya berdiam di mobil. Saya tak keluar karena malu dan tak mau merepotkan," ceritanya kepada brilio.net saat di Pura Jagadnata.
Ida Ayu Putu Sudiartini Damayanti (50) saat di Pura Jagatnata
BACA JUGA :
3 Anak muda Indonesia ini sukses berkreasi, yuk ikuti jejak mereka!
Tapi hal itu berubah setelah Pura Jagadnata merenovasi sebagian jalan masuknya. Jalan masuk di sebelah samping yang dekat dengan parkir mobil, direnovasi dengan ditambahkan Ramp atau jalan yang bisa membantu para difabel untuk masuk, termasuk Yanti yang menggunakan kursi roda.
Tak hanya itu, Guiding Block atau jalur pengarah juga sudah dipasang di samping pura untuk akses tunanetra. Toilet khusus difabel juga dalam tahap pengerjaan di pura itu.
Pura Jagadnata menjadi salah satu tempat ibadah yang didorong ramah difabel
Pura Jagadnata merupakan salah satu percontohan tempat ibadah di DIY yang didorong oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dria Manunggal Yogyakarta untuk ramah difabel. Bentuk ramah difabel itu adalah dengan menambahkan fasilitas yang bisa membantu difabel untuk beribadah, seperti ramp atau jalur plengsengan, Hand Rail atau pegangan rambatan, toilet dan tempat wudhu khusus difabel, guiding block atau jalur pengarah, serta warning block atau jalur peringatan untuk tunanetra.
Selain Pura Jagadnata, ada empat tempat ibadah dari berbagai agama dan satu tempat ibadah dari aliran kepercayaan di DIY yang sudah secara bertahap didorong oleh Dria Manunggal untuk dilengkapi dengan fasilitas pendukung difabel.
Tempat ibadah itu adalah Masjid Baitul Makmur Dusun Sidorejo, Ngestiharjo, Bantul; Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wirobrajan Yogyakarta; Gereja Katolik Kemetiran; Vihara Budha Karangjati; dan Sanggar Penghayat 'Sumarah' Wirobrajan. Dalam acara Media Gathering yang diselenggarakan pada Selasa (27/9), Dria Manunggal mengajak mengunjungi lima tempat ibadah dari lima agama yang sudah ramah difabel itu.
Masjid Baitul Makmur yang kini dilengkapi fasilitas ramah difabel
Meskipun masjid kecil, ternyata pengurus Masjid Baitul Makmur punya komitmen besar untuk membangun citra ramah difabel di masjidnya. Berbagai fasilitas pendukung sudah dibangun dengan arahan Dria Manunggal. Guinding block, tempat wudhu ramah difabel, dan Ramp atau jalan plengsengan dalam berbentuk miring untuk kursi roda sudah dibangun di masjid ini.
Salah seorang difabel mencoba fasilitas tempat wudhu di Masjid Baitul Makmur
Begitu pula dengan GKJ Wirobrajan. Sejak dibangun pada 2006 silam, gereja ini sudah dilengkapi dengan jalan plengsengan untuk lewat kursi roda dan juga pegangan rambatan. Baru-baru ini, gereja ini juga menambahkan guiding block yang dipasang dari gapura masuk sampai pintu masuk gereja yang berguna untuk tunanetra.
Pendeta Yosef Krisetyo Nugroho menerangkan, GKJ Wirobrajan juga menyediakan tiga kursi roda yang bisa digunakan tak cuma untuk difabel, tapi juga untuk para jemaat lanjut usia. Gereja juga memberikan fasilitas datang ke rumah jemaat untuk melakukan Perjamuan Kudus bagi yang membutuhkan, termasuk difabel. Beberapa jemaat difabel yang datang ke gereja ini berusaha dilayani dengan baik.
Seorang tunanetra mencoba Guiding Block di GKJ Wirobrajan Yogyakarta
"Ke depan ada rencana menambah kamar mandi khusus difabel. Juga menyediakan kursi khusus sehingga kursi roda difabel bisa langsung masuk je barisat jemaat saat ibadah," terangnya.
Tak beda dengan GKJ Wirobrajan, Gereja Hati St. Perawan Maria Tak Bercela di Kemetiran Yogyakarta juga berkomitmen menambah fasilitas pendukung untuk difabel. Guiding block untuk memudahkan tunanetra sudah dipasang dari gapura sampai pintu masuk gereja. Jalan Plengsengan untuk kursi roda dan pegangan hand rail juga sudah ada di gereja ini. Proses renovasi toilet yang ramah difabel hingga saat ini masih dalam proses pengerjaan.
Lain halnya dengan Vihara Budha Karangjati Yogyakarta. Desain tempat ibadah yang dilingkupi dengan sawah ini sudah cukup mendukung untuk para difabel sehingga tak perlu melakukan renovasi yang berarti. Bangunan yang rendah membuat difabel tunanetra maupun yang menggunakan kuris roda tak kesulitan untuk masuk.
Seorang difabel jemaat Vihara Budha Karangjati menerima buku doa dalam bentuk huruf braille
Tapi pihak vihara mengaku kesulitan dalam membantu jemaat tunanetra untuk belajar agama karena tak adanya kitab suci yang berhuruf braille. Saat melakukan kunjugan pada Selasa (27/9) siang, LSM Dria Manunggal pun lantas memberikan bantuan kitab yang berisi doa keseharian yang sudah diubah dalam huruf braille. Dria Manunggal juga siap memberikan pelatihan membaca huruf braille bagi jemaat maupun pengurus vihara.
Setia Adi Purwanta (63), direktur LSM Dria Manunggal mengungkapkan, pihaknya akan terus mendorong agar tempat ibadah menyediakan saraka aksebilitas fisik yang bisa membantu para difabel untuk beribadah di tempat ibadah itu.
"Gimana caranya semua elemen bisa mengakses rumah ibadah. Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk sebagai produk gagal. Semua diciptakan secara sempurna dengan kelebihan masing-masing," tegasnya yang sudah memimpin Dria Manunggal sejak tahun 1991.