Brilio.net - Panas terik matahari begitu terasa sekitar pukul 11.00 WIB di Landasan Pacu Pantai Depok, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (24/8). Di sini, perhelatan Jogja Air Show (JAS) 2019 tengah berlangsung sejak pukul 06.00. Brilio.net datang terlambat. Tancap gas kendaraan roda dua dari pusat kota Yogyakarta ke Pantai Depok membutuhkan waktu sekitar 50-an menit.
Sampai di landasan pacu yang bersebelahan dengan area pasar ikan Pantai Depok itu, ternyata acara JAS 2019 pekan kedua masih lengang penonton. Untuk diketahui, pekan pertama JAS dilaksanakan pada 17-18 Agustus lalu di Bukit Sriten, Gunungkidul. Sabtu (24/8) hingga Minggu (25/8) merupakan acara puncak JAS 2019.
BACA JUGA :
Kaesang sindir foto di pesawat, Chef Arnold: Tak slentik sini kamu
Sekitar pukul 09.00 pembawa acara JAS 2019 mulai bersuara, mengumumkan akan ada atraksi udara terjun payung maupun aerobatik pesawat TNI AU. Perlahan para penonton mulai berdatangan, mendekati runway Pantai Depok di balik pagar pembatas yang telah dijajar sedemikian rupa demi ketertiban acara.
Brilio.net sengaja datang bukan semata menyaksikan deretan atraksi udara acara tahunan tersebut, melainkan berjumpa perwakilan Jogja Flying Club (JFC). Tak dinyana, Brilio.net berpapasan dengan Faslan, perwakilan JFC di depan panggung utama JAS 2019 saat band siswa Sekolah Penerbang (Sekbang) TNI AU tampil menyanyi.
"Mas Faslan?" sapa Brilio.net memastikan tak salah mengenali Faslan.
BACA JUGA :
Naksir cewek di pesawat, pria ini bisa pacaran berkat turbulensi
Pria 28 tahun itu mengangguk kuat. Usai sambutan hangat lewat jabatan tangan, kami menepi ke sebuah tenda di seberang runway. Kami mengobrol tentang komunitas yang dinaungi Federasi Aero Sport Indonesia Daerah (Fasida) Yogyakarta itu.
Faslan Hafizha/foto: via Instagram/@faslanhafizha
Dengan lugas, Faslan menceritakan JFC diresmikan pada Maret 2004 oleh Marsdya TNI (Purn) Eris Herryanto yang waktu itu menjabat sebagai Komandan Lanud (Danlanud) Adisutjipto. JFC menjadi wadah bagi orang-orang berbagai latar belakang yang tertarik terbang maupun menerbangkan pesawat jenis microlight.
"Microlight ya bukan mikrolet, nanti dikiranya angkot," kelakar Faslan yang menjelaskan microlight merupakan pesawat berawak dan bermesin.
Ada dua jenis pesawat microlight, yakni flexible wing dan fixed wing. Flexibel wing mengacu pada pesawat trike yang memiliki sayap segitiga, mirip gantolle. Bedanya, pesawat trike bermesin, sementara gantolle tidak, meskipun cara kerjanya sama. Sementara fixed wing adalah pesawat dalam bentuk mini yang memiliki dua seat kokpit berdampingan untuk pilot dan co-pilot atau orang yang melakukan joy flight.
Pesawat trike/foto: Brilio.net/Agustin Wahyuningsih
Untuk menjadi anggota JFC tak bisa asal. Seseorang harus memiliki kemampuan menerbangkan pesawat microlight terlebih dahulu. Setelah melalui program training yang diadakan JFC selama 20 jam terbang, seseorang baru bisa dinyatakan layak memiloti pesawat microlight. Dia pun sah menjadi member JFC.
Pesawat fixed wing rakitan ayah Faslan/foto: Brilio.net/Agustin Wahyuningsih
Disebutkan oleh Faslan bahwa pesawat-pesawat di JFC bukanlah milik club, melainkan member. Member baru kerap diarahkan memiliki pesawat microlight sendiri.
"Kami mengarahkan para member (baru) untuk membeli unit sendiri. Mau baru atau second akan kita bantu," ujar pria yang ahli mengendalikan pesawat microlight flexible maupun fixed wing itu.
Selama training, seseorang bisa menggunakan pesawat milik sendiri atau menyewa dari JFC. Ingin lihai memiloti flexible atau fixed wing, kembali pada individu. Keduanya sama-sama mewajibkan seseorang melewati latihan 20 jam terbang dengan merogoh kocek sekitar Rp 50-60 jutaan.
"Anda mau cari nyaman atau seru? Kalau seru pilih trike tapi nggak nyaman karena kecil, terbuka, anginnya kenceng. Kalau nyari nyaman ya fixed wing. Ada kokpitnya besar, mau pakai HP foto-foto nggak masalah," papar pria yang pernah menyenyam pendidikan pilot sipil di Filipina selepas SMA itu.
Sensasi naik pesawat microlight di bawah naungan JFC ini terbuka lebar bagi masyarakat umum. Sobat Brilio yang ingin menjajalnya, bisa datang ke Lanud Adisutjipto menemui pihak JFC. Namun sebelum itu, kamu disarankan sekali menghubungi JFC lewat media sosial untuk mengetahui biaya dan rute yang ditawarkan.
Para pilot JFC kerap mengajak masyarakat umum menikmati lanskap Yogyakarta dari ketinggian pada Sabtu dan Minggu. Ya, komunitas ini aktif pada setiap akhir pekan dari pukul 06.00 hingga pukul 10.00 atau 11.00.
"Kita member JFC adalah orang-orang umum yang punya pekerjaan. Jadi, Sabtu-Minggu adalah waktu getaway-nya kita buat meringankan penatnya hidup," sambung Faslan terkekeh.
Dalam penerbangan bersama JFC itu, deretan tebing Pantai Baron dan Candi Borobudur kerap menjadi suguhan elok.
"Sebuah keindahan Jogja yang orang banyak nggak tahu, dari Pantai Baron menuju ke Pantai Parangtritis itu tebing-tebingnya kalau orang nggak terbang, nggak tahu itu bagus," jelasnya.
View this post on InstagramA post shared by Jogja Flying Club (@jogjaflyingclub) on
Menikmati Yogyakarta dan sekitarnya dengan menaiki pesawat microlight tentu memberikan sensasi tak terlupakan. Namun keinginan merasakan joy flight perlu memperhatikan beberapa hal. Seseorang yang akan menjalani joy flight diharuskan tak takut ketinggian, tidak memiliki riwayat penyakit serius seperti jantung, dan hindari perut kenyang agar tidak muntah saat terbang.
Dari sisi pilot, penerbangan pesawat microlight harus memperhatikan berbagai faktor demi keamanan dan kenyamanan, terutama saat membawa penumpang masyarakat umum. Misalnya cuaca atau kecepatan angin.
Faslan melanjutkan, pesawat microlight bisa saja terbang dalam kondisi hujan saat di atas. Namun tetap tidak direkomendasikan terbang jika sudah hujan sejak pesawat masih di bawah.
"Lagian nggak nyaman (terbang saat hujan). Kita terbang kan mau cari seneng," kata pria yang sudah mengantongi kualifikasi instruktur penerbang pesawat microlight tersebut.
Menjadi komunitas hobi yang terkesan mahal, faktanya JFC menawarkan kepuasaan tersendiri bagi pilot maupun masyarakat yang ingin melihat keindahan geografis Yogyakarta dan sekitarnya dari ketinggian. Gunung Merapi, deretan pantai beserta tebing-tebing sepanjang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga candi peninggalan sejarah provinsi tetangga siap menyambut penikmat terbang bersama JFC.
Wah kalau begini, terbang bersama JFC bisa masuk daftar 'things to do' kamu jika liburan ke Yogyakarta. Sobat Brilio nggak kepengen, nih?