1. Home
  2. »
  3. Wow!
1 Oktober 2023 21:00

Menilik joglo tertua di Jogja yang berusia 2,5 abad, sempat jadi tempat singgah Jenderal Soedirman

Meski bangunannya terlihat usang, perabotan di dalamnya masih sangat terawat. Anindya Kurnia
foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Brilio.net - Terkenal dengan wisata pantai dan pemandangan indah, Gunungkidul ternyata juga menyimpan warisan budaya yang banyak cerita. Bahkan, warisan budaya tersebut masih dirawat dengan baik hingga saat ini.

Sebut saja rumah joglo yang berada di jalan Gunungkidul-Pracimantoro, Padukuhan Trengguno Kidul, RT 01, RW 12, Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Ponjong, Gunungkidul, DI Yogyakarta.

BACA JUGA :
Bangunan tua di Glodok ini disebut Las Vegas versi Indonesia, intip 9 potretnya yang bikin nostalgia


Melewati perjalan puluhan kilo dari pusat kota Yogyakarta menuju Gunungkidul, akhirnya sampai juga di joglo tertua di Yogyakarta. Ternyata, tempat tersebut adalah rumah milik FA Suwardi (79) yang sudah berusia sekitar 250 tahun. Suasana yang asri dengan pohon beringin dan beberapa tanaman yang ada didepannya membuat rumah joglo ini terasa sejuk. Seluruh dinding terbuat dari kayu jati, tak membuat wibawa rumah ini luntur.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

BACA JUGA :
Cetak sejarah, Timnas Indonesia raih emas SEA Games setelah 32 tahun

Bahkan, tak ada cat ataupun pernis untuk mengilapkan kayu berusia ratusan tahun ini, hanya dibiarkan warna asli yang tampak otentik. Atap dengan genteng-genteng tradisional yang terbuat dari tanah liat juga masih tetap kokoh meski sudah ditempati selama 5 atau 6 generasi. Hanya terkadang diganti oleh genteng yang baru jika atap mulai bocor.

"Masih asli semua, paling cuma genteng saja saya ganti sendiri pas pecah dan bocor," kata Suwardi, seperti yang telah brilio.net temui, Sabtu (30/9).

Lantainya yang terbuat dari batu putih tanpa semen membuat suasana jadul terpancar dari rumah yang saat ini ditempati Suwardi dan adik kandunganya Kartini (69). Meskipun begitu rumah joglo ini sama sekali belum pernah di renovasi. Begitu pula perabot berbahan kayu di dalam rumah tersebut masih terawat.

"Lantai juga masih pakai batu, batu putih itu", lanjut Suwardi.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Kursi tua berjejer rapi yang tampak ketika pertama kali memasuki bangunan. Di sisi barat ada tempat tidur tua dan beberapa set kursi, salah satunya model 'babon angrem' khas rumah jawa. Yamaha L2 Super sepeda motor kelahiran tahun 1980-an ini terparkir rapi bersama sepeda yang kini masih sering digunakan Suwardi untuk sekadar pergi ke ladang miliknya. Sehingga keaslian dan keunikan rumah joglo ini sangat kental dengan budaya.

"Dulu gempa Bantul 2006 rumah ini aman, cuma genteng yang jatuh, nggak ada yang ambruk sama sekali", terangnya.

Tak heran jika salah satu rumah joglo tertua di Jogja ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB), oleh pemerintah Kabupaten Gunungkidul pada 2018 silam. Seperti tanda yang terdapat di depan rumah dengan tulisan "Bangunan Cagar Budaya, Rumah Tradisional Suwardi Berdasarkan keputusan surat Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor: 434/KPTS/2018," menggunakan papan berwarna putih.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Menurut Suwardi, rumah joglo-nya ini dulunya menjadi tempat pertemuan para perangkat desa. Bukan tanpa alasan, selain strategis karena berada di pinggir jalan raya, rumah joglo miliknya itu juga memiliki ruangan yang cukup luas.

"Almarhum bapak saya dulu aparat desa, suka mengadakan pertemuan di Joglo ini setiap hari Sabtu. Karena luas dan dekat jalan jadi biar gampang ketemunya", ungkapnya.

Di ruangan depan yang saat ini menjadi ruang tamu juga terdapat sejumlah foto keluarga yang terpajang di tembok sisi belakang. Foto lawas mulai dari mbahnya, bapaknya, serta ibunya. Hingga ada salah satu lukisan yang cukup menyita perhatian ketika pertama kali masuk kedalam rumah. Saat brilio.net tanyakan, ternyata foto tersebut tak lain dan tak bukan adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Beliau adalah Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Pajangan bergambar pria berseragam hijau yang tampak gagah tersebut memang sejak dulu dipasang oleh orang tua Suwardi. Pasalnya, Kolonel Sugiyono ternyata adalah om atau adik kandung dari mendiang ayah Suwardi.

"Kolonel Giyono itu om saya, jadi adik kandung bapak saya. Saudara kandung bapak saya itu ada 12, om Giyono itu yang nomor 9. Dulu sering main kesini, tapi kan tinggalnya di Kotabaru, jadi kalau kesini cuma nengok bapak saya", katanya.

Tak hanya itu saja, rumah joglo Suwardi ini juga memiliki sejarah yang cukup terkenal bagi masyarakat sekitar. Suwardi mengungkapkan jika rumah joglo-nya pernah menjadi tempat singgah Jenderal Soedirman saat masa gerilyanya. Mengingat rute perang gerilya Soedirman saat itu lewat depan rumahnya.

"Kata kakek saya dulu jaman gerilya istirahat disini sebentar dan ganti tandu pakai kursi dari joglo ini", jelas pria yang sehari-hari bekerja di ladang ini.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Bahkan, kata Suwardi, saat itu Jenderal Soedirman membawa satu kursi di rumahnya untuk digunakan duduk di dalam tandu. Menurutnya, kursi yang digunakan oleh Jenderal Soedirman tersebut berbentuk tinggi pada sandarannya.

"Kalau barang-barang Pak Dirman tidak ada yang masih di sini. Tapi kursi sini ada yang dibawa untuk ganti tandu, mungkin sekarang ada di Monjali (Museum Jogja Kembali) sana," ucapnya.

Suwardi menjelaskan awal mula adanya rumah joglo miliknya tersebut. Ia mengungkapkan jika dulunya terdapat rumah limasan di lokasi yang saat ini berdiri rumah joglo. Namun rangka rumah limasan itu dijual.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

"Tapi karena kebutuhan, rumah dijual (limasan) dan memboyong ini (joglo) dari tempat simbah di Trengguno Wetan," kata Suwardi.

"Rumah ini pindahan dari rumah simbah saya, tahun 1959. Nah, kalau rumah joglo ini umurnya sudah 250 tahun," lanjutnya.

Berkat sejarah dan bangunannya yang masih otentik ini membuat banyak orang ingin membeli rumah joglo milik keponakan dari Kolonel Sugiyono ini. Salah satunya adalah turis Amerika yang saat itu tak sengaja sedang bersepeda dan lewat depan rumahnya. Tiba-tiba turis itu berhenti mampir ke rumahnya dan bertanya apakah rumah joglonya dijual.

"Dulu ada bule Amerika kuliah di Jogja mau beli rumah ini, pas orang tua saya dulu katanya mau ditukar sapi atau uang, minta berapapun akan dibayar," terang Suwardi.

"Bapak saya langsung menolak, dan bilang kalau berapapun tetap nggak dijual. Namanya sudah turun-temurun dari nenek buyut ya harus di rawat dengan baik," ungkapnya.

foto: brilio.net/Anindya Kurnia

Selain Suwardi, Kartini yang merupakan adik kandungnya juga sempat mengajak brilio.net untuk melihat-lihat area belakang rumah joglo miliknya itu. Ia mengungkapkan jika area belakang rumahnya yang terlihat seperti bukit tersebut ternyata adalah makam keluarganya. Itu lah yang menjadi salah satu alasan keluarganya tak ingin menjual joglo bersejarah yang kini ia tempati tersebut.

"Jadi itu yang belakang makam keluarga, ada kakak saya, bapak, sama saudara saya yang sudah meninggal di makamkan disitu," kata Kartini.

"Memang tidak mau dijual karena sudah peninggalan dari kakek buyut. Lagian juga sekarang sudah jadi warisan budaya yang beberapa kali mendapat penghargaan dari lomba Cagar Budaya," jelasnya.

"Pernah masuk juara 3 se-Gunungkidul dulu, jadi sampai sekarang kalau ada lomba selalu ikut. Ya sekalian nguri-uri kabudayan jawi," pungkasnya.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags