Brilio.net - Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia pasti membutuhkan berinteraksi antarsesama manusia. Karena pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial. Hubungan manusia dengan manusia lainnya disebut dengan muamalah.
Dalam arti luas, muamalah adalah aturan-aturan atau hukum Allah yang mengatur manusia, kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial. Muamalah bisa dikatakan sebagai cabang ilmu syariah dalam cakupan ilmu fiqih.
BACA JUGA :
Tawadhu adalah sifat rendah hati, ini ciri-ciri dan keutamaannya
Sedangkan, pengertian muamalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat. Pada dasarnya muamalah memiliki bidang yang merupakan cakupan ilmu muamalah. Nggak hanya itu, muamalah juga sering digunakan dalam aktivitas sosial seperti transaksi, sewa menyewa, kerja sama, dan sebagainya.
Nah, lebih lanjut untuk memahami penjelasan mengenai muamalah lebih lengkap, berikut dirangkumbrilio.netdari berbagai sumber pada Rabu (6/4).
BACA JUGA :
Ijtihad adalah sumber syariat Islam, ketahui fungsi dan jenisnya
foto:pixabay.com
Berdasarkan buku berjudul "Fiqh Muamalat" yang ditulis oleh Abdul Rahman, dkk, secara umum muamalah terbagi atas dua aspek ruang lingkup yaitu, aspek al-Adabiyah dan aspek al-Madiyah. Berikut ini penjelasannya.
- Al-Muamalah al-Adabiyah, yaitu muamalah dari segala aspek yang berkaitan dengan masalah adab dan akhlak. Misalnya, ijab kabul, saling meridhai, tidak adanya keterpaksaan, kejujuran, dan sebagainya.
- Al-Muamalah al-Madiyah, yaitu muamalah yang yang mengkaji objeknya, dalam kata lain berkaitan dengan kebendaan. Karena objek muamalah ini adalah benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjual-belikan, benda-benda yang mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, serta segi lainnya.
Jenis-jenis muamalah.
foto:pixabay.com
a. Syirakh, merupakan suatu akad di mana dua pihak yang melakukan kerjasama dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
b. Jual beli, dalam hukum Islam, kegiatan ekonomi berarti suatu kegiatan atau kesepakatan dalam menukar barang untuk tujuan dimiliki selamanya. Syarat proses jual beli dalam muamalah adalah berakal sehat dan transaksi dilakukan atas dasar kehendak sendiri.
c. Murabahah adalah transaksi atau pembayaran angsuran yang diketahui oleh kedua pihak.
d. Sewa menyewa, dalam Islam termasuk akad ijarah yang merupakan suatu imbalan diberikan kepada seseorang atas jasa yang telah diberikan, seperti kendaraan, tempat tinggal, dan lainnya.
e. Utang piutang, adalah menyerahkan segala harta dan benda kepada orang dengan catatan suatu saat nanti akan dikembalikan sesuai perjanjian.
foto:pixabay.com
a. Surat Al-Baqarah ayat 282 tentang anjuran mencatat utang piutang.
"Yaa ai-yuhaal-ladziina aamanuu idzaa tadaayantum bidainin ila ajalin musamman faaktubuuhu walyaktub bainakum kaatibun bil adli walaa yaba kaatibun an yaktuba kamaa allamahullahu falyaktub walyumlilil-ladzii alaihil haqqu walyattaqillaha rabbahu walaa yabkhas minhu syai-an fa-in kaanal-ladzii alaihil haqqu safiihan au dhaiifan au laa yastathiiu an yumilla huwa falyumlil walii-yuhu bil adli waastasyhiduu syahiidaini min rijaalikum fa-in lam yakuunaa rajulaini farajulun waamraataani mimman tardhauna minasyyuhadaa-i an tadhilla ihdaahumaa fatudzakkira ihdaahumaal akhra walaa yabasyyuhadaa-u idzaa maa duuu walaa tasamuu an taktubuuhu shaghiiran au kabiiran ila ajalihi dzalikum aqsathu indallahi waaqwamu li-sysyahaadati waadna alaa tartaabuu ilaa an takuuna tijaaratan haadhiratan tudiiruunahaa bainakum falaisa alaikum junaahun alaa taktubuuhaa waasyhiduu idzaa tabaayatum walaa yudhaarra kaatibun walaa syahiidun wa-in tafaluu fa-innahu fusuuqun bikum waattaquullaha wayuallimukumullahu wallahu bikulli syai-in aliimun".
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
b. Surat Al.Maidah ayat 1 tentang pemenuhan akad perjanjian.
"Y ayyuhallana man auf bil-'uqd, uillat lakum bahmatul-an'mi ill m yutl 'alaikum gaira muilli-aidi wa antum urum, innallha yakumu m yurd".
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu [perjanjian sesama manusia]. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya," (QS. Al Maidah [5]: 1).