Brilio.net - Pada musim liburan seperti menjelang pergantian tahun seperti sekarang ini, Jogja lebih ramai dari biasanya. Bus-bus pariwisata membawa para pelajar dan pelancong dari luar kota berjejer memenuhi kantung parkir tempat wisata. Pertanda baik bagi pedagang kaki lima yang sering menjajakan jualannya di sekitar sana.
Termasuk para penyedia jasa foto keliling yang masih eksis hingga kini. Jika kamu bertanya apakah di zaman serba canggih seperti sekarang masih ada tukang foto keliling, maka jawabannya adalah masih ada. Ya, mereka masih sering berkeliling menawarkan jasanya kepada para wisatawan lokal maupun mancanegara.
Zaman memang telah banyak berubah. Terutama perkembangan teknologi kamera yang kian hari kian canggih. Apalagi tampaknya sekarang hampir semua orang sudah memiliki kamera di handphone-nya masing-masing. Membuat mereka tak perlu lagi memakai jasa tukang foto keliling. Tinggal foto dan selfie sendiri lalu dicetak sendiri.
Tapi itu tak membuat eksistensi penyedia jasa foto keliling punah. Salah satunya yang brilio.net temui di kawasan tempat wisata Keraton Yogyakarta. Stephanus Wekohapsoro, 44 tahun, salah satu tukang foto keliling yang masih eksis hingga sekarang. Pria yang akrab disapa Weko ini sudah memotret wisatawan sejak tahun 1996.
Weko mengakui kalau kehadiran smartphone dengan fitur kamera canggih memang sangat memengaruhi pendapatannya. Ia blak-blakan mengaku kalau pengaruhnya bisa menurunkan pendapatannya sebanyak 50%. Penurunan tingkat beli foto tembak wisatawan sebanyak itu tentu bukan angka yang sedikit.
Apalagi sistem tukang foto keliling ini adalah menawarkan foto yang sudah jadi kepada wisatawan. Artinya mereka harus modal untuk mencetak foto wisatawan yang belum tentu dibeli, baru menawarkannya. Tingkat ruginya tentu sangat tinggi.
BACA JUGA :
Mengenal Mbah Asih, juru kunci Merapi pengganti Mbah Maridjan
foto: brilio.net/muhammad bimo aprilianto
"Motret dulu, kalau ditawarin dulu orang pasti nggak mau. Orang kalau ditawarin, 'Mau foto?', kebanyakan 70% bilang nggak. Ya karena itu tadi, dia nggak butuh foto. Apalagi sekarang mau foto aja udah pakai ini (handphone)," ujar Weko saat ditemui di kawasan Keraton Yogyakarta.
Kondisi ini membuat Weko tak bisa mematok harga terlalu tinggi. Ia mengungkapkan kalau satu lembar foto yang sudah dicetak ia banderol dengan harga Rp 10 ribu saja. Dengan harga segitu sudah menutup modal cetak dan kertas foto yang sudah dicetak.
Namun harga semurah itu masih saja ada yang menawarnya. Apalagi ibu-ibu, kata Weko, cara menawar ibu-ibu kadang sudah seperti lagunya Afgan, Sadis!
"Susah, deh," ujar Weko sambil tertawa.
Pengalaman hampir 24 tahun menggeluti bisnis foto keliling membuat Weko bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pria yang tinggal di Dongkelan, dusun Senggotan, Bantul ini punya strategi khusus agar fotonya laris terjual meski banyak wisatawan yang sudah pegang kamera canggih di smartphone-nya masing-masing.
Salah satu strategi jitunya adalah mulai memilah segmen atau target pasar. Saat ini, ia lebih sering memotret anak-anak daripada orang dewasa. Tak sembarang anak-anak yang ia jadikan target. Melainkan ia mencari anak-anak yang berasal dari kota yang tingkat ekonominya tinggi, macam Jakarta, Bali dan Kalimantan.
Menurut dia, tingkat beli rombongan anak dari kota-kota besar yang daerah ekonominya makmur lebih tinggi. Tapi untuk orang dewasa usia milenial, Weko tak memprioritaskannya.
"Karena pengalaman, sekarang segmennya saya ganti. Dulu anak-anak seperti ini nggak pernah saya foto. Tapi sekarang saya foto. Sekarang segmennya sudah berubah ke anak-anak. Seperti rombongan itu, pegang foto sendiri-sendiri. Pulang bawa kenangan ," ujarnya.
BACA JUGA :
Mengenal sosok Anton, fotografer 'Anton Photo' legendaris Jogja
foto: brilio.net/muhammad bimo aprilianto
Berbicara soal pendapatan, Weko mengaku kalau pendapatan tukang foto keliling ini musiman. Kalau musim liburan seperti sekarang ini tentu saja ramai. Saat musim libur atau banyak wisatawan, ia bisa mengantongi minimal Rp 500 ribu dalam satu hari. Kalau lagi ramai banget, bisa dua kali lipat bahkan empat kali lipat.
Tapi ternyata, teknologi canggih nggak melulu merugikan tukang foto keliling, kok. Ada juga keuntungan yang mereka rasakan berkat teknologi. Salah satunya adalah saat proses cetak foto. Weko menyebutkan kalau rombongan keliling Keraton itu sekarang ini sangat singkat. Tidak sampai satu jam, mereka sudah selesai berkeliling.
Ini membuat Weko dan tukang foto keliling yang lain harus bergerak cepat untuk mencetak foto. Untungnya berkat teknologi canggih, kini bisa cetak foto hanya hitungan detik untuk satu lembarnya.
"Keuntungannya sekarang itu seperempat jam saja sudah jadi. Jadi keuntungan print-print sekarang itu cepat sekali. Teknologinya juga mendukung. Ya saling mendukung lah kita juga diuntungkan dengan digital. Kalau dulu pakai film, sekarang nggak pakai. Lebih irit, lebih fleksibel. Tapi di lain sisi, orang-orang sudah pegang HP masing-masing, itu memengaruhi omzet saja," tutup Weko.