Brilio.net - Secara umum, pengertian hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain. Hibah dilakukan ketika penghibah dan penerima masih hidup. Dengan lebih sederhana lagi, pengertian hibah adalah hadiah. Namun secara bahasa berarti pemberian secara sukarela kepada orang lain.
Di Indonesia, pengertian hibah adalah pemberian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hibah juga diatur dalam syariat Islam. Hibah memiliki ketetapan hukum, oleh karena itu aktivitas ini tidak boleh dilakukan sembarangan.
BACA JUGA :
Ikhtiar menurut Islam dan bentuk penerapannya dalam kehidupan
Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber, Jumat (15/4) berikut ini penjelasan detail tentang hibah.
Masalah hibah, hukum Islam memiliki pandangan yang sama dengan asumsi masyarakat umum. Dalam hukum Islam, hibah atau hadiah dapat diberikan kepada orang lain yang bukan saudara kandung atau suami atau istri.
Proses pemberian hibah harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Objek yang bisa dijadikan hibah bisa meliputi uang, rumah, tanah, atau barang berharga lainnya.
BACA JUGA :
Istiqomah adalah: Pengertian, bentuk dan dalilnya menurut Islam
Pengertian hibah menurut Islam.
foto: pixabay.com
Kata hibah berasal dari bahasa Arab Al-Hibattu yang memiliki arti pemberian seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan pamrih atau imbalan dalam bentuk apa pun. Pemberian ini dilakukan saat seseorang masih hidup. Wujud hibah dapat berupa harta secara fisik atau benda-benda lain yang tidak tergolong sebagai harta atau benda berharga.
Pada dasarnya, Islam memiliki pemahaman yang serupa dengan asumsi masyarakat umum selama ini, yaitu pengertian hibah adalah barang berharga yang dapat diberikan kepada orang lain yang bukan saudara kandung atau suami atau istri.
Pihak penerima tidak diwajibkan memberi imbalan jasa atas hadiah yang diterima. Dengan begitu, tidak ada ketetapan apa pun yang mengikat setelah harta atau barang berharga diserah terima. Dalam pandangan Islam, hibah adalah perbuatan untuk mendekatkan diri kepada sesama umat sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu:
"Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai," [HR. Al-Bukhri dalam al-Adbul Mufrad no. 594].
Hukum negara terkait hibah.
foto: pixabay.com
Jika dilihat dari sudut pandang hukum bernegara, arti hibah dapat dipermasalahkan jika wujud pemberiannya berupa uang dengan jumlah yang banyak atau barang yang sangat bernilai. Dalam hal itu, maka pengertian prosedur hibah dan pemberiannya harus disertai bukti-bukti ketetapan hukum resmi secara perdata agar tidak digugat oleh pihak ketiga. Termasuk oleh orang-orang yang menjadi ahli waris pada kemudian hari.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1666 dan pasal 1667 dijelaskan, bahwa hibah atau pemberian kepada orang lain secara cuma-cuma tidak dapat ditarik kembali, baik berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak saat pemberi masih hidup.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata syarat hibah meliputi:
1. Objek hibah.
Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan dianggap tidak sah atau batal.
2. Pemberi hibah.
- Hibah hanya dapat dilakukan di antara orang-orang yang masih hidup.
- Penghibah tidak boleh mengakui ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas barang yang dihibahkan.
- Anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
- Penghibahan antara suami istri selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah.
- Semua orang pada dasarnya boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk melakukannya.
3. Penerima hibah.
- Agar dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang dihibahkan, orang yang diberi hibah harus ada di dunia atau sudah ada dalam kandungan ibunya saat penghibahan dilakukan.
- Hibah yang diberikan kepada seorang wanita yang masih bersuami tidak dapat diterima selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
- Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih berada di bawah kekuasaan orang tua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orang tua itu.
- Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.
4. Dilakukan dengan Akta Notaris atau PPAT.
Hibah yang sah di mata hukum harus dilakukan dengan pembuatan akta notaris yang naskah aslinya disimpan oleh notaris. Khusus untuk hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).