Brilio.net - Terdapat beberapa jenis hukum dalam islam yang dikenal dengan sebutan hukum syara. Hukum ini terdiri dari lima kategori, yaitu wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Hukum Islam wajib, haram, sunnah, dan makruh mungkin sudah familiar bagi sebagian besar umat Islam. Namun, hukum mubah masih jarang terdengar, sehingga banyak yang belum mengetahui apa itu hukum mubah.
Secara bahasa, mubah memiliki arti diizinkan atau diperbolehkan. Sedangkan, secara istilah mubah merupakan suatu hukum di mana Allah SWT memberikan keringanan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkannya.
BACA JUGA :
Pengertian rendah hati menurut Islam, tujuan dan manfaatnya
Hukum ini menjadikan mubah memiliki sifat tidak mendatangkan pahala ataupun dosa. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hukum mubah, berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber pada Selasa (7/6).
reporter: Dewi Suci Rahmadhani
Pengertian mubah
BACA JUGA :
Niat puasa Syawal lengkap beserta tata cara, keutamaan, dan amalannya
foto: Unsplash/GR Stocks
Hukum mubah merupakan tuntutan yang sifatnya fleksibel, sehingga boleh dikerjakan atau ditinggalkan tergantung keinginan individu. Banyak perbuatan dalam kehidupan manusia yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan.
Ketentuan hukum mubah membuat seseorang menggerakkan akal sehatnya untuk memilah perbuatan yang baik dan buruk untuk dirinya. Kalau perbuatan mubah tersebut baik, maka boleh dikerjakan. Jika tidak baik, maka sebaiknya ditinggalkan. Tidak ada sanksi maupun pahala bagi yang mengerjakannya, melainkan ada kebaikan atau keburukan di dalamnya.
Mubah adalah salah satu hukum dalam ajaran Islam yang sifatnya paling netral. Hukum mubah bersifat netral karena hukum ini boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Jika dilakukan mendapatkan pahala, namun jika ditinggalkan tidak mendapatkan dosa. Mubah memiliki arti hukum yang ringan karena pahala bisa didapatkan dan tidak dikenakan dosa.
Bentuk-bentuk hukum mubah
foto: Unsplash/GR Stocks
Ada banyak perbuatan manusia yang mendapatkan hukum mubah, salah satunya aktivitas yang sifatnya duniawi seperti aktivitas makan, minum, membersihkan rumah, bebersih diri dan aktivitas lainnya. Namun, hal ini tidak membuat perbuatan yang termasuk hukum mubah tidak akan mendapatkan pahala, melainkan kemungkinannya kecil dan cenderung tidak ada jaminannya.
Salah satu upaya untuk mendapatkan pahala, yaitu dengan menjadikan aktivitas tersebut sebagai bagian dari ibadah. Selain menjadikannya ibadah, memulai aktivitas dengan doa dan memohon ridho Allah SWT juga merupakan sebuah nilai mubah yang dapat mendatangkan keberkahan.
Dari segi keterkaitannya, terdapat tiga bentuk mubah yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu:
1. Mubah yang apabila dilakukan atau ditinggalkan tidak mengandung mudharat yakni perbuatan makan, minum, berpakaian dan berburu
2. Mubah yang apabila dilakukan tidak ada mudharatnya, sedangkan perbuatan itu sendiri pada dasarnya diharamkan. Contohnya adalah makan daging babi ketika sedang dalam keadaan darurat
3. Mubah yang pada dasarnya bersifat mudharat dan tidak boleh menurut syara' tetapi Allah memaafkan pelakunya, sehingga perbuatannya menjadi mubah. Contohnya menikahi dua orang wanita yang bersaudara sekaligus.
Berdasarkan tiga bentuk mubah di atas, dapat diketahui bahwa mubah merupakan suatu perbuatan yang pada dasarnya diharamkan, tetapi karena ada suatu alasan perbuatan tersebut akhirnya diperbolehkan.
Peran hukum mubah dalam Islam
foto: Unsplash/Taliwang Mengaji
Allah SWT menciptakan hukum mubah sebagai bentuk keringanan bagi umat muslim dalam menjalankan ibadah dan menjauhi segala larangan-Nya. Hukum mubah bersifat netral dan hanya Allah yang mengetahui pahala yang didapatkan.
Hukum mubah sendiri dapat dikatakan sebagai waktu istirahat bagi muslim agar tidak jenuh dalam menjalankan kewajiban dan menghindari segala larangan dari Allah SWT. Mubah juga berperan sebagai rukhshah bagi muslim, sehingga bisa melakukan apapun selagi itu tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta tidak keluar dari syariat agama dan hal-hal yang dilarang Allah SWT.