Brilio.net - Bank sentral adalah sebuah instansi atau lembaga keuangan yang memiliki tanggung jawab atas suatu kebijakan moneter dan melahirkan tingkat aktivitas ekonomi yang stabil dalam suatu negara. Bank sentral adalah lembaga yang bertanggung jawab atas stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan, menjaga tingkat inflasi, dan seluruh sistem keuangan dalam suatu negara.
Dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (10/3) ini pengertian, sejarah, tujuan, tugas dan wewenang bank sentral.
BACA JUGA :
7 Cara membuat m-banking BNI, nggak perlu datang ke bank
Peran bank sentral di Indonesia sendiri diserahkan pada Bank Indonesia. Sehingga, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh yang independen atas peraturan dan pengawasan berbagai kegiatan lembaga keuangan bank di Indonesia.
Sejarah Bank Sentral
foto: Ilustrasi/pixabay.com
BACA JUGA :
4 Cara cek mutasi BNI dengan aman dan cepat, mudah dilakukan
Dalam suatu negara, tingkat stabilitas ekonomi sangat tergantung pada nilai mata uang yang berlaku. Dalam usaha menjaga tingkat kestabilan mata uangnya, maka lahirlah suatu lembaga yang dikenal dengan bank sentral.
Saat ini peran bank sentral di Indonesia diserahkan pada Bank Indonesia atau BI. Namun, bank yang pernah memiliki peran sebagai bank sentral di Indonesia bukan hanya BI.
Dalam proses perjalanannya, tercatat ada tiga bank yang pernah menjadi bank sentral di negara ini, yaitu De Javasche Bank, Bank Nasional Indonesia (BNI), dan BI. Ketiganya memiliki peranan yang penting dalam hal menjaga tingkat stabilitas mata uang pada era penjajahan, kemerdekaan hingga saat ini.
De Javasche Bank: Bank Sentral Pertama di Indonesia
De Javasche Bank adalah bank sentral pertama yang di bangun di Indonesia. Lembaga keuangan ini dibangun pada tahun 1929 pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh Raja Willem 1.
Lokasinya berada tepat di Jakarta. Lalu, De Javasche Bank melakukan ekspansi dengan membangun cabang di daerah Surabaya, Semarang, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, bahkan hingga di New York.
Fungsinya adalah berusaha mencetak dan mendistribusikan uang kertas di wilayah jajahan Hindia Belanda. Mata uang yang diedarkan pada masa tersebut adalah gulden Belanda.
Bank yang didirikan dengan badan hukum PT atau pada masa itu disebut Naamloze Vennootschap ini berperan penting dalam menjaga sirkulasi mata uang. Terlebih lagi, kegiatan perdagangan internasional pada saat itu sudah cukup tinggi.
BNI 46: Bank Sentral yang Menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI)
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, lembaga perbankan yang memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan mata uang adalah Bank Nasional Indonesia 46 atau BNI 46. Penetapan BNI 46 sebagai bank sentral di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946 yang diterbitkan pada 5 Juli 1946.
Dalam proses perjalanannya, BNI adalah lembaga finansial yang kala itu mencetak Oeang Republik Indonesia atau ORI yang saat itu dikenal sebagai mata uang pertama yang dicetak oleh Indonesia. Proses percetakan dan juga perdasaran ORI yang dilakukan oleh BNI 46 ini berlangsung dari 30 Oktober 1946.
Dengan adanya ORI, maka uang yang diterbitkan oleh pihak Jepang atau De Javasche Bank sudah tidak berlaku lagi. ORI dicetak dengan bentuk uang kertas yang ditandatangani Menteri Keuangan.
Namun, peran BNI sebagai bank sentral hanya sebentar. Alasannya utamanya karena saat itu BNI 46 memiliki aset yang terbatas. Terlebih lagi, perderan ORI kala itu tercatat tidak bisa dilakukan secara maksimal dan tidak bisa menyentuh seluruh daerah di Indonesia. Untuk itu, peran bank sentral di Indonesia dialihkan lagi ke pihak De Javasche Bank pada tahun 1949.
Nasionalisasi De Javasche Bank dan BI Dipilih sebagai Bank Sentral
Pada Desember 1951, Pemerintah Indonesia mengantongi kebijakan untuk menasionalkan De Javasche Bank yang selanjutnya ditandai dengan UU Nomor 24 Tahun 1951 yang berkaitan dengan nasionalisasi De Javasche Bank NV. Selain itu, pada awal Juli 1953, Pemerintah Indonesia membangun Bank Indonesia dan menetapkannya sebagai bank sentral Indonesia.
BI memiliki tugas dan peran yang sama dengan De Javasche Bank, yaitu sebagai lembaga perbankan, mengatur moneter, dan mengatur sistem pembayaran di Indonesia.
Selanjutnya, tugas dan fungsi BI mulai berkurang pada 1968. Hal ini ditandai dengan adanya UU Bank sentral tahun 1968 yang berisi bahwa BI tidak lagi menjalankan perannya sebagai bank komersial, namun bertugas menjadi agen pembangunan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.
Namun, pada 1999 BI memiliki peranannya kembali sebagai bank sentral dengan diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 1999. Dengan diterbitkannya UU tersebut, maka peran BI dalam menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah kembali dipegang.
Selanjutnya, peran BI bertambah dalam upaya memperkuat pemerintahan Indonesia dengan diterbitkannya amandemen tahun 2004. Berbagai peranan tersebut dipegang oleh Bank Indonesia hingga saat ini.
Dalam proses menjalankan perannya, BI memiliki tiga tugas utama, yaitu menetapkan serta menjalankan kebijakan moneter di Indonesia, menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia, serta menjaga tingkat kestabilan sistem keuangan di Indonesia.
Tugas Bank Sentral
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Bank Indonesia mempunyai tugas dan tanggung jawabnya sendiri yang harus dilakukan dengan baik, yaitu menetapkan serta menjalankan kebijakan moneter di Indonesia, menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia, serta menjaga tingkat kestabilan sistem keuangan di Indonesia.
Berdasarkan pengertian bank sentral tersebut, berikut ini adalah penjelasan tugas bank sentral:
1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Ditetapkannya kewajiban moneter harus dilakukan guna mengendalikan peredaran jumlah uang di masyarakat, sehingga seluruh harga produk barang dan jasa bisa dikendalikan.
Kebijakan moneter tersebut harus dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, pihak BI harus bisa bekerja sama dengan pihak pemerintah, sehingga seluruh kebijakan yang ditetapkan bisa sesuai dengan kebijakan fiskal dan beberapa kebijakan ekonomi lain.
2. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Maksud dari sistem pembayaran ini adalah sistem pembayaran tunai dan non tunai. Bank Indonesia berperan penuh dalam melahirkan aturan, standar, kesepakatan dan juga prosedur untuk digunakan dalam mengatur peredaran uang.
3. Mengatur dan Mengawasi Perbankan
Dalam hal ini, BI harus melakukan pengawasan makroprudensial guna menjaga kestabilan sistem keuangan yang berlaku di Indonesia. Kebijakan makroprudensial merupakan suatu kebijakan yang disusun untuk memberikan batasan pada risiko dan biaya krisis yang sistemik agar tetap bisa menjaga keseimbangan sistem keuangan di Indonesia.
Wewenang Bank Sentral
foto: Ilustrasi/pixabay.com
BI selaku bank sentral di Indonesia mempunyai wewenang khusus yang sebelumnya sudah diatur dalam UU Republik Indonesia, yakni:
1. Kewenangan Membuat Kebijakan Moneter
BI harus bisa menentukan dan menetapkan adanya tingkat diskonto, jumlah cadangan minimal bank umum, serta harus membuat kebijakan pembiayaan atau kredit. Selain itu, BI harus bisa menetapkan dan juga menentukan target moneter dengan cara menentukan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia setiap tahun.
Lebih dari itu, BI juga memiliki wewenang dalam mengendalikan moneter dengan tidak dibatasi pada kegiatan pasar terbuka di pasar uang.
2. Kewenangan Mengatur Sistem Pembayaran
Dalam hal ini, BI memiliki tiga wewenang utama. Pertama BI memiliki wewenang dalam menentukan dan juga menetapkan penggunaan alat pembayaran. Kedua, membuat serta memberikan persetujuan izin atas adanya penyelenggaraan sistem pembayaran. Terakhir, mengawasi penyelenggaraan sistem pembayaran.
3. Kewenangan Mengatur dan Mengawasi Perbankan
Untuk poin terakhir ini, BI selaku bank sentral memiliki empat wewenang utama.
Pertama, membuat dan juga menetapkan kebijakan terkait pelaksanaan perbankan yang berlaku di Indonesia.
Kedua, memberikan sanksi kepada pihak yang sudah melanggar kebijakan yang sebelumnya sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan UU.
Ketiga, memberikan atau mencabut izin kelembagaan dan kegiatan usaha bank. Terakhir, mengawasi berbagai kegiatan bank konvensional, baik itu dalam sistem perbankan atau secara individu.