Brilio.net - Zakat menjadi hal wajib yang harus diamalkan umat Islam dalam kehidupannya. Zakat disebut sebagai harta tertentu yang dikeluarkan jika telah mencapai syarat sesuai aturan agama.
Zakat berasal dari kata 'Zaka' yang memiliki arti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Sebutan zakat sendiri diberikan lantaran di dalamnya terdapat harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan memupuknya dengan kebaikan.
BACA JUGA :
Pengertian zakat maal menurut syariat Islam serta cara menghitungnya
Pengertian Zakat
Dalam buku Dr Wahbah Al-Zuhayli, definisi zakat adalah tumbuh (numuw) dan bertambah (ziyadah). Sedangkan menurut Peraturan Menteri Agama No 52 tahun 2014, zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan seorang Muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai syariat Islam.
Pengertian zakat menurut bahasa adalah tumbuh, berkembang, subur atau bertambah. Sedangkan menurut istilah, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada penerima sesuai syariat Islam.
BACA JUGA :
Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah serta tujuan pelaksanaan
Pengertian zakat menurut istilah dan bahasa memiliki keterkaitan. Setiap harta yang sudah dibayarkan zakatnya akan menjadi suci. Zakat juga bisa disebut sebagai cara agar jiwa menjadi bersih.
Dalam buku Dr. Wahbah Al-Zuhayli, jika diucapkan, zakat adalah zaka al-zar yang artinya tanaman itu tumbuh dan bertambah. Apabila diucapkan sebagai zakat al-nafaqah berarti nafkah tumbuh dan bertambah.
Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya salah satu rukunnya, serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Karena dalam pelaksanaan dan penerapannya mengandung tujuan-tujuan syari (maqshid syariat) yang agung yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, baik bagi si kaya maupun si miskin. Di antara tujuan-tujuan tersebut adalah:
1. Membuktikan penghambaan diri kepada Allh Azza wa Jalla dengan menjalankan perintah-Nya.
Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum muslimin melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allh Azza wa Jalla firmankan dalam banyak ayat, diantaranya :
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." (al-Baqarah/2:43)
Allah Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa menunaikan zakat merupakan sifat kaum Mukminin yang taat. Allh Azza wa Jalla berfirman:
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allh dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (at-Taubah/9:18)
Seorang mukmin menghambakan diri kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syari'at.
Zakat bukan pajak, melainkan ketaatan dan ibadah kepada Allah yang dilakukan seorang mukmin demi meraih pahala dan balasan di sisi Allah. Allah subhanahu wa taala berfirman :
Juga firman-Nya.
2. Mensyukuri nikmat Allah dengan menunaikan zakat harta yang telah Allah limpahkan sebagai karunia kepada manusia.
Allah berfirman :
"Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [Ibrhim/14:7]
Mensyukuri nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya nikmat akan langgeng dan bertambah. Imam as-Subki rahimahullah mengatakan:
"Diantara makna yang terkandung dalam zakat adalah mensyukuri nikmat Allh Subhanahu wa Taala. Ini berlaku umum pada seluruh taklief (beban) agama, baik yang berkaitan dengan harta maupun badan, karena Allh Azza wa Jalla telah memberikan nikmat kepada manusia pada badan dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, mensyukuri nikmat badan dan nikmat harta. Hanya saja, meski sudah kita tahu itu merupakan wujud syukur atas nikmat badan atau nikmat harta, namun terkadang kita masih bimbang. Zakat masuk kategori ini." (5)
Membayar zakat adalah pengakuan terhadap kemurahan Allah, mensyukuri-Nya dan menggunakan nikmat tersebut dalam keridhaan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, "Sesungguhnya kewajiban membayar zakat dalam ayat di atas berkaitan dengan hikmah pembersihan dari dosa-dosa." (6)
Ada juga hadits yang menegaskan makna di atas, sebagaimana dalam hadits Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallambersabda :
"Sedekah itu bisa memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api." (HR. Ahmad 5/231 dan at-tirmidzi no. 2616 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Ayat di atas mengumpulkan banyak tujuan dan hikmah syari yang terkandung dalam kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah itu terangkum dalam dua kata yang muhkam yaitu, "Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka."
4. Membersihkan Orang Yang Menunaikannya Dari Sifat Bakhil.
Al-Kasani rahimahullah mengatakan:
"Sesungguhnya zakat membersihkan jiwa orang yang menunaikannya dari kotoran dosa dan menghiasi akhlaknya dengan sifat dermawan dan pemurah. Juga membuang kekikiran dan kebakhilan, karena tabiat jiwa sangat menyukai harta benda. Zakat dapat membiasakan orang menjadi pemurah, melatih menunaikan amanat dan menyampaikan hak-hak kepada pemiliknya. Semua itu terkandung dalam firman Allh Azza wa Jalla."
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka."
Kikir adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat ini menjadikan manusia berupaya untuk selalu mewujudkan ambisinya, egois, cinta hidup di dunia dan suka menumpuk harta. Sifat ini akan menumbuhkan sikap monopoli terhadap semua. Tentang hakikat ini, Allh Azza wa Jalla berfirman:
"Dan manusia itu sangat kikir." (al-Isr`/17:100)
Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir." (an-Nis`/4:128)
Sifat kikir ini merupakan faktor terbesar yang menyebabkan manusia sangat tergantung kepada dunia dan berpaling dari akhirat. Sifat ini menjadi sebab kesengsaraan. Nabi Shallallahu alaihi wa sallambersabda:
Sengsara hamba dinar, sengsara hamba dirham, sengsara hamba khamishah ! Bila dia diberi maka dia rela, bila tidak maka dia murka, sengsara dan tersungkurlah dia, bila dia tertusuk duri maka dia tidak akan mencabutnya. [8]
"Cinta dunia dan harta adalah salah satu sumber dosa dan kesalahan. Bila seseorang terselamatkan darinya dan terlindungi dari sifat kikir maka dia akan sukses, sebagaimana firman Allh Azza wa Jalla yang artinya, Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (al-Hasyr/59:9).
Allah Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang yang kikir lagi bakhil.
Al-Fakhrurrazi rahimahullah berkata:
"Kecintaan mendalam terhadap harta bisa melalaikan jiwa dari kecintaan kepada Allh dan persiapan menghadapi kehidupan akhirat. Hikmah Allh Azza wa Jalla menuntut agr pemilik harta mengeluarkan sebagian harta yang dipegangnya; Agar apa yang dikeluarkan itu menjadi alat penghancur ketamakan terhadap harta, pencegah agar jiwa tidak berpaling kepada harta secara total dan sebagai pengingat agar jiwa sadar bahwa kebahagiaan manusia tidak bisa tercapai dengan sibuk menumpuk harta. Akan tetapi kebahagian itu akan terwujud dengan menginfakkan harta untuk mencari ridha Allh Azza wa Jalla."
Kewajiban zakat adalah terapi tepat dan suatu keharusan untuk melenyapkan kecintaan kepada dunia dari hati. Allah Azza wa Jalla mewajibkan zakat untuk hikmah mulia ini. Inilah yang dimaksud oleh firman-Nya, yang artinya, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Yakni membersihkan dan mensucikan mereka dari sikap berlebih-lebihan dalam menuntut dunia." (9)
Karena harta yang masih ada keterkaitan dengan hak orang lain berarti masih kotor dan keruh. Jika hak-hak orang itu sudah ditunaikan berarti harta itu telah dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallamsaat beliau menjelaskan alasan kenapa zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga beliau Shallallahu alaihi wa sallam? Yaitu karena zakat adalah kotoran harta manusia.
6. Membersihkan hati orang miskin dari hasad dan iri hati terhadap orang kaya.
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup senang dengan harta yang melimpah, sementara dia sendiri harus memikul derita kemiskinan, bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad, dengki, permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya. Rasa-rasa ini tentu melemahkan hubungan antar sesama Muslim, bahkan berpotensi memutus tali persaudaraan.
Hasad, dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang mengancam masyarakat dan mengguncang pondasinya. Islam berupaya untuk mengatasinya dengan menjelaskan bahayanya dan dengan pensyariatan kewajiban zakat. Ini adalah metode praktis untuk menyebarkan rasa cinta dan belas kasih di antara anggota masyarakat. (10)
Orang yang menunaikannya akan dilipatgandakan kebaikannya dan ditinggikan derajatnya. Ini termasuk tujuan syari yang penting. Allh Azza wa Jalla berfirman.
7. Menghibur dan membantu orang miskin.
Al-Ksni rahimahullah berkata, "Pembayaran zakat termasuk bantuan kepada orang lemah dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat membuat orang lemah menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan ibadah yang Allh wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan kewajiban adalah wajib." (11)
8. Pertumbuhan harta yang dizakati.
Zakat dalam bahasa Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan makna ini dan menetapkannya pada kewajiban zakat. Allah Azza wa Jalla berfirman :
Juga firman-Nya, yang artinya, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang sebaik-baiknya." (Saba`/34:39).
Yakni Allah menggantinya di dunia dengan yang semisalnya dan di akhirat dengan pahala dan balasan. [13]
Nabi Shallallahu alaihi wa sallambersabda:
Sedangkan yang lainnya berkata, "Ya Allh berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan." (Muttafaqun 'alaihi)
Nabi Shallallahu alaihi wa sallamjuga bersabda:
9. Mewujudkan solidaritas dan kesetiakawanan sosial.
Zakat adalah bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang berpijak pada penyediaan kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar kehidupan itu berupa makanan, sandang, tempat tinggal (papan), terbayarnya hutang-hutang, memulangkan orang-orang yang tidak bisa pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya dan bentuk-bentuk solidaritas lainnya, yang ditetapkan dalam Islam. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallambersabda:
10. Menumbuhkan perekonomian islam.
Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam mendorong gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya. Karena pertumbuhan harta individu pembayar zakat memberikan kekuatan dan kemajuan bagi ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga zakat dapat menghalangi penumpukan harta di tangan orang-orang kaya saja. Allh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya,
"Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allh. Sesungguhnya Allh amat keras hukumanNya." (al-Hasyr/59:7)
Keberadaan uang di tangan kebanyakan anggota masyarakat mendorong pemiliknya untuk membeli keperluan hidup, sehingga daya beli terhadap barang meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan produksi yang menyerap tenaga kerja dan membunuh pengangguran. (14)
11. Dakwah kepada Allah Azza wa Jalla.
Di antara tujuan mendasar zakat adalah berdakwah kepada Allah dan menyebarkan agama serta menutup hajat fakir-miskin. Semua ini mendorong mereka untuk lebih lapang dada dalam menerima agama dan menaati Allh Azza wa Jalla