Brilio.net - Baru-baru ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melakukan protes sebagai bentuk penolakannya terhadap Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin mahal. Sejak pertama kali diterapkan, UKT ini selalu menjadi momok bagi mahasiswa, padahal penetapannya berdasarkan pendapatan orang tua. Kini rasa takut itu semakin dalam setelah pemerintah menaikkan besaran iuran menjadi berkali-kali lipat.
Atas berbagai protes dari mahasiswa yang dalam hal ini tergabung lewat BEM SI, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan akan menghentikan kenaikan uang kuliah tunggal. Apalagi baru-baru ini kenaikannya cenderung tidak rasional di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
BACA JUGA :
Bantuan kuota internet dan UKT pemerintah dilanjutkan, ini rinciannya
foto: muhammadiyah.or.id
Nadiem menyampaikan komitmen tersebut dalam rapat kerja dengan komisi X DPR RI pada Selasa (21/5). Dikutip dari liputan6.com, pernyataan tersebut memang tanggapan terhadap isu yang beredar di masyarakat mengenai kenaikan biaya UKT yang signifikan. Ini juga telah memicu demonstrasi mahasiswa di berbagai wilayah.
BACA JUGA :
Bukannya panik malah piknik, momen kocak mahasiswa pas terjebak di lift kampus ini bikin senyum lega
"Saya berkomitmen beserta Kemendikbud Ristek memastikan, karena tentunya ada rekomendasi dari kami, untuk memastikan bahwa lompatan-lompatan yang tidak rasional itu akan kami berhentikan," ujarnya.
Di tengah protes tersebut, terdapat salah satu kampus swasta yang menerapkan sistem pembayaran tidak seperti biasanya. Hal itu dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah (UM) Maumere. Metode pembayaran yang unik itu disampaikan oleh salah satu alumninya yang diposting lewat instagram resmi kampus @unimof23.
Stivenia Angriati, alumni kampus tersebut mengatakan bahwa (UM) Maumere menawarkan solusi jika orang tua mahasiswanya sedang tidak punya uang. Kampus tersebut memboleh mahasiswa untuk membayar menggunakan hasil bumi. Hal itulah yang dirasakan oleh Stivenia ketika berkuliah di kampus itu.
foto: Instagram/@unimof23
"Kebijakan yang diambil kamus salah satunya membayar SPP menggunakan hasil bumi," terangnya.
Stevani berujar bahwa saat itu orang tuanya merupakan seorang pengusaha batu merah. Jadi selama berkuliah ia membayar kampus menggunakan baru merah. Nominalnya disesuaikan dengan harga dan besaran SPPnya persemester.
"Jadi saya membayar biaya kuliah saya menggunakan batu merah. Batu merah itu dihitung sesuai dengan biaya SPP saya pertahap," katanya.
Ia berharap bahwa kebijakan ini nantinya akan membuka peluang bagi orang-orang untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan adanya penyesuaian biaya yang lebih terjangkau, diharapkan semakin banyak siswa dari berbagai latar belakang ekonomi yang dapat mengakses pendidikan berkualitas. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan tingkat partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia, tetapi juga membantu menciptakan sumber daya manusia yang lebih merata dan berkualitas di seluruh negeri.
Kebijakan tersebut memang diberlakukan oleh Universitas Muhammadiyah Maumere. Tertulis dalam surat resmi yang dikeluarkan kampus, terkait besaran yang harus dibayar mahasiswa per semester. Di situ disebutkan bahwa biaya kuliah bisa menggunakan metode cicilan, selain itu pembayaran bisa dilakukan lewat hasil bumi baik itu dari perkebunan, peternakan, pertanian, maupun perikanan.
Rektor UM Maumere, Erwin Prasetyo mengatakan bahwa hal ini adalah upaya untuk menjembatani masyarakat agar bisa menikmati berkuliah di perguruan tinggi. Sebab, banyak masyarakat yang saat ini belum bisa mendapatkan gelar sarjana. Praktik ini sudah dilakukan sejak tahun 2018.
"Kita menjembatani memudahkan masyarakat kita untuk bisa menikmati atau merasakan perguruan tinggi. Bisa dapat gelar sarjana dengan kemudahan-kemudahan itu," ujarnya.
Lihat postingan ini di InstagramSebuah kiriman dibagikan oleh Universitas Muhammadiyah Maumere (@unimof23)