Jadi, siapa sih sebenarnya Rasuna Said ini? Mari kita sedikit ulas profilnya.
Rasuna Said bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Seorang perempuan berdarah Minangkabau yang lahir 14 September 1910. Lahir di Maninjau, Agam, dirinya merupakan anak bangsawan Minang, Muhamad Said seorang saudagar dan bekas aktivis pergerakan.
BACA JUGA :
Bukan Susi Susanti, ini sosok pebulutangkis di Google Doodle
Dirinya merupakan seorang pejuang kemerdekaan. Sebagaimana R.A. Kartini, Rasuna Said juga seorang yang memperjuangkan emansipasi wanita agar bisa setara dengan laki-laki.
foto: fimela.com
BACA JUGA :
Jadi tema Google Doodle, ini 11 potret kenangan Benyamin Sueb
Lahir dan besar di tanah Minang, Rasuna kenyang melahap pendidikan Islam. Rasuna mengenyam pendidikan setara sekolah dasar di kampung halamannya. Dirinya bersekolah di Diniyah School, sebuah sekolah yang kurikulumnya menggabungkan pelajaran agama dan umum.
Setelah itu, dirinya sempat dikirim oleh ayahnya ke sebuah pesantren bernama Ar-rasyidiyah. Setelah itu Rasuna melanjutkan pendidikannya ke sekolah Diniyah Putri Padang Panjang.
Dari sini, ia makin mendalami keilmuan terutama di bidang Islam. Rasuna juga sempat bertemu seorang tokoh bernama Rahmah El Yunusiyah. Tokoh ini merupakan penggerak Thawalib. Sebuah gerakan yang banyak dipengaruhi oleh ide pemikiran nasionalis-Islam ala Turki.
foto: wikipedia.org
Rasuna juga pernah mendalami Islam ketika berguru ke Hamka atau Haji Abdul Karim Amrullah. Dari tokoh ini Rasuna diajarkan akan pentingnya pembaharuan Islam dan kebebasan berpikir.
Secara pandangan, Rasuna Said begitu konsen pada bidang pembelaan hak-hak perempuan. Pada era 1930-an ketika marak terjadi kasus poligami dan perceraian di ranah Minang, Rasuna menganggap kelakuan tersebut adalah bagian dari pelecehan kamu perempuan.
Rasuna Said awalnya berkarier sebagai guru. Dirinya mengajar di sekolah tempat ia menjadi murid dulunya. Namun kepeduliannya akan perjuangan masyarakat di era kolonial, membuatnya terjun ke dunia politik.
Dirinya menjadi anggota Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) pada 1930. Di organisasi tersebut, Rasuna aktif dalam berkampanye dalam nasib kaum pribumi yang di-nomor dua-kan oleh pemerintah kolonial. PERMI juga mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum pribumi dimana Rasuna juga menjadi pengajar di dalamnya.
Sebelumnya, Rasuna pernah bergabung ke Sarekat Rakyat yang berhaluan Komunis. Namun Organisasi itu dibubarkan oleh pemerintah akibat aksi pemberontakan pada 1927.
Dilansir brilio.net dari wikipedia.org pada Kamis (15/9), Kegiatan Rasuna di PERMI tak hanya di bidang pendidikan. PERMI juga pernah mengadakan rapat besar di Padang Panjang. Pada tanggal 23 Oktober 1932, dalam rapat umum bagian perempuan PERMI, Rasuna menyampaikan pidato publik berjudul "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan Rakyat Indonesia" di mana, dirinya mengutuk penghancuran mata pencaharian rakyat dan kerusakan yang dilakukan pada rakyat Indonesia oleh kolonialisme.
Beberapa minggu kemudian, dalam pidato lain di Payakumbuh di hadapan seribu orang, dia mengatakan arah perjuangan PERMI adalah memperlakukan imperialisme sebagai musuh. Dirinya yang punya kedalaman akan keislaman bahkan menyebut bahwa Al-Qur'an menyebut kolonialisme sebagai musuh Islam.
Pernyataan Rasuna dalam pidatonya ini membuat pemerintah kolonial naik pitam dan mendakwa Rasuna melanggar undang-undang berbicara atau Speech Delict. Rasuna Said merupakan perempuan pertama yang dipenjara karena melanggar undang-undang tersebut.
Kabar ini menyebar ke banyak daerah. Hasilnya, aksi Rasuna malah menyulut api perlawanan terhadap penjajah di berbagai daerah. Ketika Rasuna akan berangkat ke Semarang untuk dipenjara, lebih dari seribu orang yang mengantarkannya di pelabuhan.
Rasuna juga sempat menjadi jurnalis. Dirinya banyak menulis isi pikirannya yang mengkritik kebijakan pemerintah kolonial. Selain itu, tahun 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, bernama "Raya".
Majalah ini dikenal radikal. Tercatat menjadi kompor perlawanan di Sumatra Barat. Namun polisi rahasia Belanda (PID) berhasil membatasi ruang gerak peredaran majalah tersebut.
Selanjutnya, Rasuna pernah mendirikan media bernama Menara Poetri. Tagline dari majalah ini mirip seperti Soekarno, "Ini dadaku, mana dadamu?!". Media ini sering membahas soal perempuan. Meski begitu, didalamnya juga begitu banyak ide dan pemikiran akan misi perlawanan terhadap kolonialisme dan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
foto: wikipedia.org
Setelah Republik Indonesia merdeka, Rasuna masih aktif di bidang politik dengan menjadi anggota dewan perwakilan rakyat di Sumatera Barat.
Rasuna meninggal di Jakarta karena kanker darah pada 2 November 1965. Ia meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain).
Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Pada 13 November 1974, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974, Rasuna Said diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan oleh presiden Soeharto, perempuan kesembilan yang dianugerahi kehormatan ini.
Sebuah jalan arteri utama di Jakarta (Jalan HR Rasuna Said), Padang, dan Payakumbuh, dinamai menurut namanya. Di Jakarta, salah satu turunan nama yang berasal dari Jalan HR Rasuna Said adalah Stasiun LRT Rasuna Said, salah satu stasiun LRT Jabodebek.