Dedy Mandarsyah kini menjadi sorotan publik setelah namanya dikaitkan dengan kasus penganiayaan yang melibatkan seorang mahasiswa koas dari Universitas Sriwijaya (Unsri). Kasus ini berawal dari konflik terkait jadwal piket jaga malam saat libur Natal dan Tahun Baru 2025.
Pasalnya, konflik tersebut melibatkan sang putri bernama Lady yang tak puas dengan jadwal piket yang disusun sang senior. Sebagai pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dedy menjabat sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat.
Nama Dedy mulai mencuat setelah netizen menyerbu akun media sosial BPJN Kalimantan Barat dengan berbagai komentar. Selain kasus ini, perhatian publik juga tertuju pada rekam jejak dan kekayaan Dedy yang terungkap dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Mari ulas lebih dalam mengenai profil Dedy Mandarsyah dan latar belakang kariernya, dirangkum brilio.net dari berbagai sumber pada Sabtu (14/12).
Sosok Kepala BPJN Kalimantan Barat
Dedy Mandarsyah saat ini menjabat sebagai Kepala BPJN Kalimantan Barat, sebuah posisi strategis di bawah Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR. Ia baru menjabat posisi ini sejak Oktober 2024, menggantikan Handiyana, dan sebelumnya memiliki pengalaman panjang di berbagai posisi penting dalam kementerian.
Pengalaman sebagai pejabat di wilayah lain
Sebelum menjabat di Kalimantan Barat, Dedy pernah menjadi Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Riau dari 2016 hingga 2019. Setelah itu, ia melanjutkan kariernya di Sumatera Selatan pada tahun 2019 dan menjadi Pejabat Pembuat Komite (PPK) hingga Desember 2022 sebelum dipindahkan ke BPJN Kalimantan Barat.
Laporan harta kekayaan
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Dedy Mandarsyah tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp9,42 miliar. Berikut adalah rincian kekayaannya untuk tahun 2023:
- Total Kekayaan: Rp9,42 miliar.
- Aset Kas dan Setara Kas: Rp6,72 miliar.
- Harta Bergerak Lainnya: Rp830 juta.
- Tanah dan Bangunan: Rp750 juta.
- Surat Berharga: Rp670 juta.
- Mobil Honda CRV 2019: Rp450 juta.
Kasus dugaan penganiayaan dokter koas Unsri
Kasus ini bermula dari pembuatan jadwal piket oleh Luthfi, ketua koas Unsri, untuk timnya selama libur akhir tahun. Dalam diskusi tersebut, semua anggota koas, termasuk LD yang merupakan anak Dedy Mandarsyah, sepakat untuk mengikuti jadwal. Namun, LD menolak untuk melakukannya.
Ketegangan meningkat ketika Luthfi dipanggil oleh orang tua LD ke sebuah restoran di Palembang. Dalam pertemuan itu, sopir ibunda LD melakukan pemukulan terhadap Luthfi, yang menyebabkan luka lebam di wajahnya. Insiden ini menjadi viral setelah video penganiayaan diunggah di media sosial oleh akun @Heraloebss. Korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke polisi dan mendapatkan perawatan di RS Bhayangkara.
Diusut oleh tim Polda Sumsel
Kasus penganiayaan mahasiswa koas Unsri kini sedang diusut oleh tim Polda Sumsel. Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Sunarto, menyatakan bahwa timnya sudah turun ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan barang bukti terkait penganiayaan yang viral di media sosial.
Barang bukti CCTV sudah diambil dan saat ini sedang dalam penyelidikan, ujarnya. Dekan Unsri, Dr. Syarif Husin, juga menyatakan keprihatinan atas insiden tersebut dan mengungkapkan bahwa pihak kampus telah membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki kasus ini.
Siapa Dedy Mandarsyah?
Dedy Mandarsyah adalah pejabat di Kementerian PUPR yang saat ini menjabat sebagai Kepala BPJN Kalimantan Barat. Ia memiliki pengalaman yang luas di sektor infrastruktur dan pernah menjabat di berbagai wilayah di Indonesia.
Apa kaitan Dedy Mandarsyah dengan kasus penganiayaan koas Unsri?
Dedy Mandarsyah adalah ayah dari LD, mahasiswa koas Unsri yang terlibat konflik dengan ketua koas, Luthfi. Nama Dedy muncul setelah insiden penganiayaan terjadi saat pertemuan dengan ibunda LD.
Bagaimana perkembangan kasus ini?
Saat ini, kasus penganiayaan telah dilaporkan ke polisi, dan korban sedang menjalani perawatan medis. Publik terus memantau proses hukum terhadap pelaku.