Brilio.net - Muadzin adalah seorang laki-laki yang bertugas mengumandangkan adzan di masjid, ketika masuk waktu sholat fardhu atau sholat lima waktu.
Beberapa saat setelah adzan berkumandang, seorang muadzin kemudian mengumandangkan iqomah. Iqomah secara istilah maknanya adalah pemberitahuan atau seruan bahwa sholat akan segera didirikan.
BACA JUGA :
Tata cara adzan dan iqomah sesuai ajaran Rasulullah
Dilansir brilio.net dari berbagai sumber pada Rabu (2/9) hukum iqamah sama dengan hukum adzan, yaitu fardu kifayah. Hukum ini juga tidak berlaku untuk wanita.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
"Jika telah tiba (waktu) salat, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan azan untuk kalian. Dan hendak-lah yang paling tua di antara kalian mengimami kalian." (Muttafaq alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/111 no. 631)], Shahiih Muslim (I/465 no. 674)
BACA JUGA :
Suara azan driver ojek online ini merdu banget, bikin merinding
Syarat menjadi muadzin.
foto: freepik
1. Beragama Islam.
Syarat pertama dan wajib dipenuhi sebagai muadzin yaitu harus beragama Islam.
Dalam Alquran surat Al An'am ayat 88, Allah berfirman:
Zaalika hudallaahi yahdii bihii may yasyaa'u min 'ibaadih, walau asyraku lahabita 'an-hum maa kaanu ya'malun
Artinya:
"Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan."
2. Berakal sehat.
Syarat kedua, seorang muadzin diwajibkan memiliki akal yang sehat. Para ulama menyebutkan bahwa di antara syarat sahnya adzan adalah Islam dan berakal.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
"Terangkat pena (pencatat amal) dari tiga jenis manusia. Anak kecil sampai baligh, orang yang tertidur hingga dia bangun dan orang gila sampai dia sadar." (HR. Ahmad dan Ash-habus Sunan)
3. Baligh.
Syarat yang ketiga, hendaknya muadzin telah baligh. Namun bila keadaan terpaksa, adzan anak kecil yang belum baligh tetap dinilai sah.
Pernah terjadi di zaman Nabi, seorang sahabat bernama Amr bin Abu Salamah Al Jurmy menjadi imam pada suatu kaum sementara umurnya baru 6 tahun. Bila anak kecil sah menjadi imam, maka sudah selayaknya sah pula untuk jadi muadzin. Begitupun Anas bin Malik tidak mengingkari adzannya anak kecil.
4. Baik agamanya.
Dianjurkan memilih seorang muadzin yang bersifat adil. Adapun jika muadzin adalah orang yang menampakkan kemunafikan, maka para ulama berbeda pendapat.
Pendapat yang rajin adalah yang menyatakan sahnya. Namun jika ada orang yang adil, maka tentunya orang tersebut yang diutamakan.
Dalam Alquran surat Al Hujurat ayat 6, Allah berfirman:
Yaa ayyuhallaziina aamanuu in jaa'akum faasiqum binaba`in fa tabayyanuu an tusiibu qaumam bijahaalatin fa tusbihu 'alaa maa fa'altum naadimiin
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
5. Amanah.
Seorang muadzin haruslah orang yang amanah atau dapat dipercaya, sebab adzan berkaitan dengan waktu sholat. Adzannya orang yang tidak amanah sulit dipercaya, apakah tepat waktunya atau tidak.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
"Imam adalah penanggung jawab sedangkan Muadzin adalah orang yang bisa dipercaya." (HR. Ahmad (6872), dll dari Abu Hurairah)
6. Bersuara lantang dan bagus.
Hendaknya suara muadzin itu bersuara lantang dan bagus. Sebagaimana perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada Abdullah bin Zaid:
"Lakukanlah bersama Bilal, ajarkan kepadanya apa yang kamu lihat dalam mimpimu. Dan hendaklah dia beradzan karena dia lebih tinggi dan bagus suaranya dari kamu." (HR. Tirmidzi (174) dan Ibnu Majah (698) dari Abdullah bin Zaid)
"Jika kalian adzan, angkatlah suara kalian karena tidaklah ada makhluk Allah yang mendengar adzan kalian, baik jin, manusia, atau apa saja kecuali masing-masing mereka akan menjadi saksi pada hari kiamat." (HR. Bukhari (574) dari Abu Said Al Khudri)
Tata cara adzan dan iqomah.
Setelah mengetahui syarat-syarat sebagai seorang muadzin, maka selanjutnya yang harus dipahami adalah tata cara mengumandangkan adzan dan iqomah.
Adapun tata caranya yaitu sebagai berikut:
1. Muadzin dalam keadaan suci.
2. Menghadap kiblat.
3. Memasukkan jari ke telinga.
4. Berdiri.
5. Menyambung tiap dua kalimat takbir (2 takbir satu napas).
6. Menambahkan kalimat 'Ash Shalatu Khairum Minannaum' ketika adzan sholat Subuh.
7. Menoleh ke kanan pada kalimat 'Hayya Alas Shalah'.
8. Menoleh kepala ke kiri ketika mengucapakan 'Hayya Alal Falah'.
Syarat adzan dan iqomah.
foto: freepik
Menjalankan tata cara adzan dan iqomah juga tidak boleh sembarangan. Ada beberapa syarat sah mengumandangkan adzan dan iqomah yaitu sebagai berikut:
1. Telah masuk waktu sholat.
Syarat sah adzan dan iqomah adalah telah masuknya waktu sholat, sehingga adzan dan iqomah yang dilakukan sebelum waktu sholat masuk, maka tidak sah.
Akan tetapi terdapat pengecualian pada adzan Subuh. Adzan Subuh diperbolehkan untuk dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum waktu subuh tiba dan ketika waktu subuh tiba (terbitnya fajar shadiq).
2. Berniat.
Hendaknya seseorang yang akan adzan dan iqomah berniat di dalam hatinya (tidak dengan lafadz tertentu) bahwa ia akan melakukan adzan dan iqomah ikhlas untuk Allah semata.
3. Dikumandangkan dengan bahasa Arab.
Menurut sebagian ulama, tidak sah adzan dan iqomah jika menggunakan bahasa selain bahasa Arab. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah ulama dari Madzhab Hanafiah, Hambali, dan Syafi'i.
4. Tidak ada kata dalam pengucapan lafadz adzan yang mengubah makna.
Maksudnya adalah hendaknya adzan dan iqomah terbebas dari kesalahan-kesalahan pengucapan yang hal tersebut bisa mengubah makna adzan dan iqomah. Lafadz-lafadz adzan dan iqomah harus diucapkan dengan jelas dan benar.
5. Lafadz-lafadznya diucapkan sesuai urutan.
Hendaknya lafadz-lafadz adzan dan iqomah diucapkan sesuai urutan sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang sahih.
6. Lafadz-lafadznya diucapkan bersambung.
Maksudnya adalah hendaknya antara lafadzh adzan dan iqomah yang satu dengan yang lain diucapkan secara bersambung tanpa dipisah oleh sebuah perkataan ataupun perbuatan di luar adzan dan iqomah. Akan tetapi diperbolehkan berkata atau berbuat sesuatu yang sifatnya ringan seperti bersin.
7. Adzan dan iqomah diperdengarkan kepada orang yang tidak berada di tempat muadzin.
Adzan yang dikumandangkan muadzin haruslah terdengar oleh orang yang tidak berada di tempat sang muadzin melakukan adzan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengeraskan suara atau dengan alat pengeras suara.