Brilio.net - Panti asuhan lebih dikenal sebagai tempat sosial untuk merawat, mendidik dan menampung anak-anak telantar dan yatim piatu.
Tapi tidak dengan panti asuhan satu ini. Panti Asuhan Hafara yang berlokasi di desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta lebih berfokus pada 'pembinaan' masyarakat yang memiliki gangguan jiwa dan orang-orang telantar. Dengan visi "Memanusiakan Manusia", Panti Asuhan Hafara tidak membedakan manusia dengan kelainan jiwa dan yang waras, atau yang masih hidup dan yang telah meninggal.
BACA JUGA :
Potret bocah antar kakaknya ke rumah sakit ini bikin netizen tersentuh
Ketika dikunjungi brilio.net, Minggu (30/7), para penghuni atau yang dikenal dengan sebutan "binaan" sedang beristirahat siang. Binaan akan mulai beraktivitas lagi pada pukul 14.00 WIB. Panti Hafara mempunyai 37 orang binaan. Dua di antaranya adalah lansia, 1 orang anak yatim, dan sisanya merupakan penderita gangguan jiwa.
"Ya mereka adalah binaan kami dan kami akan senantiasa merawat sebaik mungkin," kata salah satu petugas panti.
BACA JUGA :
Kisah Sukiyana, buruh harian yang traktir 4 ribu warga
Nama Hafara merupakan singkatan dari ayat suci "Hadza min fadli Rabbi" yang jika diartikan menjadi "Kemurahan hati Tuhan". Dengan jumlah jumlah 45 karyawan, Panti Hafara mulai beraktivitas sejak pukul 02.00 WIB. Para binaan dibangunkan untuk mandi taubat, setelahnya dilanjutkan dengan salat dan ruqyah. Aktivitas fisik dilanjutkan sampai waktu istirahat.
Panti asuhan ini percaya akan keseimbangan kesehatan fisik dan jiwa. Kesehatan jasmani saja dianggap belum cukup jika secara rohani para binaan masih belum bisa mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Dalam pelaksanaan, para binaan dibagi menjadi lima kelas: Kelas nol kecil diperuntukkan untuk binaan yang tidak bisa berkomunikasi, kelas nol besar untuk yang berkomunikasi terbatas, kelas satu untuk yang sudah dapat berkomunikasi namun masih belum nyambung, kelas dua untuk binaan yang sudah mengerti aktivitas dasar namun masih membutuhkan arahan, kelas dua untuk yang sudah bisa mengikuti jadwal, dan kelas tiga untuk yang sudah bisa membimbing binaan yang lain. Dalam pembagian kelas, menjadi hal biasa bagi binaan untuk turun kelas ketika mengalami kemunduran.
Selain aktivitas di dalam panti, para binaan juga diajak untuk berbaur dengan masyarakat luar dengan beberapa agenda misalnya olahraga pagi dengan masyarakat sekitar dan menjadi jemaah di masjid-masjid.
Tidak hanya fokus kepada penderita gangguan jiwa, Hafara juga memberikan perhatian khusus kepada orang terlantar. Mereka yang tidak mempunyai keluarga, memiliki penyakit kronis namun tidak mempunyai cukup uang untuk berobat, dan bahkan yang telah meninggal.
Sebagai sebuah panti sosial, para staf ditugaskan untuk "gerilya" mengunjungi rumah sakit, mencari pasien yang membutuhkan bantuan. Menurut Kepala Pengurus Panti Yulianto, proses yang dilalui biasanya dengan mensurvei jenis penyakit, kondisi ekonomi, dan ketersediaan jaminan. Jika semua fase sudah dilewati maka pasien dimaksud akan diberikan "bantuan secukupnya".
Salah satu pasien yang baru-baru ini dibantu adalah Muhammad Hafid, seorang anak penderita hidrosefalus atau penumpukan cairan pada otak. Dengan kondisi yang begitu memprihatinkan, Hafara selain membantu dalam urusan finansial, juga mendampingi kunjungan pasien setiap minggu ke rumah sakit.
Orang meninggal yang telantar juga diperhatikan. Ketika ada yang meninggal tanpa identitas, misalnya gelandangan, maka Hafara menjadi salah satu panti yang mengurus pemakaman yang layak untuk jenazah. Para staf dan binaan di panti bersama-sama memandikan, menyolatkan, dan mengubur jenazah di pemakaman umum terdekat.