Brilio.net - Puasa Ramadhan merupakan salah satu ibadah wajib yang harus dilakukan seorang muslim. Saat menjalankan puasa, seseorang harus menahan diri dari hawa nafsu, baik makan, minum, dan perbuatan buruk yang bisa membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Namun tak dapat dipungkiri, ada beberapa golongan yang dilarang untuk menjalankan ibadah puasa seperti wanita yang sedang haid atau menstruasi, mengandung, dan nifas. Saat tidak berpuasa, maka seseorang itu harus membayarnya dengan mengganti puasa atau qadha. Hukum mengganti puasa adalah wajib. Hal ini dijelaskan dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 184 yang berbunyi sebagai berikut:
BACA JUGA :
Doa dan adab memotong kuku menurut ajaran Rasulullah
Ayyaamam ma'dudaat, fa mang kaana mingkum mariidan au 'alaa safarin fa 'iddatum min ayyaamin ukhar, wa 'alallaziina yutiiqunahu fidyatun ta'aamu miskiin, fa man tatawwa'a khairan fa huwa khairul lah, wa an tasumu khairul lakum ing kuntum ta'lamun
Artinya:
"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
BACA JUGA :
Keutamaan takbir malam Hari Raya Idul Fitri, lengkap dengan bacaannya
-
Waktu mengganti utang puasa.
foto: freepik.com
Mengganti utang puasa dilakukan dengan menyesuaikan kondisi badan. Jika masih sehat, maka caranya mengganti wajib dengan puasa di hari lain, selain bulan Ramadhan.
Namun, jika terhalang oleh kondisi badan, seperti sakit parah, maka bisa diganti dengan membayar fidyah atau mengganti dengan sejumlah harta benda atau makanan dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai pengganti puasa yang sudah ditinggalkan.
Puasa qadha boleh dilakukan kapan saja. Namun makruh hukumnya jika mendahulukan puasa sunah daripada puasa qadha. Puasa sunah di sini misalnya puasa Senin dan Kamis, puasa Syawal, Ayyamul Bidh, Tasu'a, Asyura, Daun, dan lainnya.
Dalam kitab Al-Jami li Ahkam Ash-Shiyam dinukilkan oleh penulisnya bahwa Imam Abu Hanifah berkata, "Kewajiban meng-qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang lapang waktunya tanpa ada batasan tertentu, walaupun sudah masuk Ramadhan berikutnya."
Namun demikian, ada pendapat lain yang menyebutkan puasa qadha dilakukan selama setidaknya satu tahun. Setelah Ramadhan selesai hingga sebelum Ramadhan kembali datang. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad dari Aisyah RA yang berbunyi:
"Aku tidaklah meng-qadha sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Syaban hingga wafatnya Rasulullah."
Bagi yang belum bisa mengganti puasa Ramadhan karena alasan tertentu sampai bulan Ramadhan datang lagi, ada ketentuan tersendiri. Puasa qadhanya ditangguhkan atau tertunda hingga Ramadhan berikutnya lagi. Kasus ini bisa terjadi pada umat yang sedang sakit parah, selalu ada halangan, dan lain sebagainya. Sebaliknya, bagi yang ingin ditangguhkan tapi tanpa halangan yang sah, hukumnya haram dan dosa.
Sementara untuk fidyah, waktu pembayarannya tidak terikat. Namun akan lebih baik jika membayarkannya pada hari itu juga ketika meninggalkan puasa. Hal ini sebagai antisipasi barangkali kita terlupa dengan jumlah hari meninggalkan puasa.
-
Tata cara puasa qadha.
foto: freepik.com
1. Membaca niat.
Setiap ibadah yang dilakukan sebagai umat muslim, harus selalu diawali dengan niat karena Allah. Selain itu juga terdapat niat doa yang harus dibaca saat akan menunaikan ibadah. Dalam mengucapkan niat puasa, seorang muslim dapat membacanya dalam hati ataupun mengucapkannya secara lirih. Berikut bacaan niat puasa qadha:
"Nawaitu shauma ghodin 'an qadhain fardla ramadhana lillahi ta'ala"
Artinya:
"Saya niat puasa esok hari qadha fardlu Ramadhan karena Allah Ta'ala."
2. Sahur.
Hukum sahur adalah sunah, apabila dikerjakan kamu akan mendapatkan pahala namun jika tidak dilakukan maka tidak apa-apa. Dalam artian, puasa tetap sah meskipun tanpa sahur.
3. Menahan diri nafsu.
Guna ibadah puasa yaitu menjaga diri dari nafsu. Saat puasa, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan adalah hal yang wajib dilakukan. Misalnya, kamu dilarang makan, minum, marah, mabuk dan lain sebagainya sebelum waktu buka puasa.
4. Berbuka puasa.
Seperti puasa Ramadhan, puasa qadha juga diakhiri dengan berbuka puasa. Salah satu sunah dalam berbuka adalah menyegerakannya saat sudah memasuki waktu berbuka. Saat berbuka usahakan membaca doa berbuka puasa sebagai rasa syukur atas puasa yang sudah dilakukan pada hari itu.
Allahumma lakasumtu wabika aamantu wa'alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar roohimiin
Artinya:
"Ya Allah, untuk-Mu atau karena-Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, dan atas rezeki-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mu, Ya Allah Tuhan Maha Pengasih."
-
Tata cara membayar fidyah.
foto: freepik.com
Fidyah dibayarkan sesuai dengan jumlah hari di mana seorang muslim meninggalkan puasanya. Pemberian makannya boleh dilakukan dengan makanan matang atau memberikan bahan mentah beserta lauknya.
Namun jika memilih makanan mentah seperti beras, maka besar atau takaran fidyah menurut Imam Malik dan Imam As-Syafi'i adalah setara dengan 1 mud gandum atau 6 ons, 675 gram, dan 0,75 kg.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara dengan 1/2 sha' gandum. Jika 1 sha' setara 4 mud atau sekitar 3 kg. Maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg. Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah beras.
Contohnya, jika tidak berpuasa selama 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah 30 takar di mana masing-masing 1,5 kg. Fidyah tersebut boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin. Bisa juga ke beberapa orang saja, misalkan 3 orang jadi masing-masing dapat 10 takar.