Brilio.net - Siapa saja sastrawan Tanah Air yang kamu kenal? Karya sastra adalah salah satu bentuk penuangan tentang kritik sosial, baik itu kepada masyarakat ataupun kepada pemerintah.

Kejadian sehari-hari adalah bahan bagi sastrawan untuk membuat karya. Bisa berupa novel, cerpen, puisi, dan lainnya.

Puisi-puisi indah dapat tercipta dari tangan mereka. Romantis lagi maknawi. Meskipun tak tahu arti sebenarnya sesuai maksud pengarang, namun kata-kata puitis itu mampu dinikmati karena begitu indah.

Berikut beberapa puisi dari sastrawan ternama Tanah Air yang bakal membuatmu klepek-klepek, dirilis brilio.net dari berbagai sumber, Senin (19/12).

1. TAPI (Sutardji Calzoum Bachri)

sastra puisi  - foto: luqmansastra.com

aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah !

sumber: orb.web.id

2. AKU INGIN (Sapardi Djoko Damono)

sastra puisi  - foto:wangihujan.blogspot.co.id

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada.

sumber: curiousnarm.blogspot.co.id

3. PUISI (Korrie Layun Rampan)

sastra puisi  - foto: Alchetron

Jalan ini berdebu, kekasih
Terbentang di padang rasa
Enam belas matahari memanah dari enam belas ufuk
Siang pun garang sepanjang kulminasi

Bahak malam mengikut pelan langkah tertatih
Ketipak bulan putih
Di taman kekasih

Pengantinku
Antara kerikil dan pasir merah
Tersembunyi jejak-jejak yang singgah

sumber: kumpulan-puisi.com

4. KESADARAN (Armijn Pane)

sastra puisi  - foto: Wikipedia

Pada kepalaku sudah direka,
Mahkota bunga kekal belaka,
Aku sudah jadi merdeka,
Sudah mendapat bahagia baka.

Aku melayang kelangit bintang,
Dengan mata yang bercaya-caya,
Punah sudah apa melintang,
Apa yang dulu mengikat saya.

Mari kekasih, jangan ragu
Mencari jalan; aku mendahului,
Adinda kini
Mari, kekasih, turut daku
Terbang kesana, dengan melalui,
Hati sendiri

sumber: kumpulan-puisi.com

5. TAMAN DUNIA (Asrul Sani)

sastra puisi  - foto: budiwibawa's blog

Kau masukkan aku ke dalam taman- dunia, kekasihku !
kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa, kuntum tersenyum.
kau tundukkan huluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kau gemalaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.

Tercengang aku takjub, terdiam.
berbisik engkau:
"Taman swarga, taman swarga mutiara rupa".
Engkaupun lenyap.
Termanggu aku gilakan rupa.

sumber: kumpulan-puisi.com

6. CINTAKU JAUH DI PULAU (Chairil Anwar)

sastra puisi  - foto: Wikipedia

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

sumber: kumpulan-puisi.com

7. SAJAK PUTIH (Chairil Anwar)

sastra puisi  - foto: Wikipedia

Buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah

Buat miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di
alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku

sumber: sastrabanget.com

8. SURAT CINTA (W.S Rendra)

sastra puisi  - foto: Indonesian Film Center

Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

bagai bunyi tambur mainan

anak-anak peri dunia yang gaib.

Dan angin mendesah

mengeluh dan mendesah

Wahai, Dik Narti,

aku cinta kepadamu!

Kutulis surat ini

kala langit menangis

dan dua ekor belibis

bercintaan dalam kolam

bagai dua anak nakal

jenaka dan manis

mengibaskan ekor

serta menggetarkan bulu-bulunya.

Wahai, Dik Narti,

kupinang kau menjadi istriku!

Kaki-kaki hujan yang runcing

menyentuhkan ujungnya di bumi.

Kaki-kaki cinta yang tegas

bagai logam berat gemerlapan

menempuh ke muka

dan takkan kunjung diundurkan.

Selusin malaikat

telah turun

di kala hujan gerimis.

Di muka kaca jendela

mereka berkaca dan mencuci rambutnya

untuk ke pesta.

Wahai, Dik Narti,

dengan pakaian pengantin yang anggun

bung-bunga serta keris keramat

aku ingin membimbingmu ke altar

untuk dikawinkan.

Aku melamarmu.

Kau tahu dari dulu:

tiada lebih buruk

dan tiada lebih baik

daripada yang lain.

penyair dari kehidupan sehari-hari,

orang yang bermula dari kata

kata yang bermula dari

kehidupan, pikir dan rasa.

Semangat kehidupan yang kuat

bagai berjuta-juta jarum alit

menusuki kulit langit:

kantong rejeki dan restu wingit.

Lalu tumpahlah gerimis.

Angin dan cinta

mendesah dalam gerimis.

Semangat cintaku yang kuat

bagai seribu tangan gaib

menyebarkan seribu jarring

menyergap hatimu

yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung

tawananku.

Putri duyung dengan suara merdu lembut

bagai angin laut,

mendesahlah bagiku!

Angin mendesah

selalu mendesah

dengan ratapnya yang merdu.

Engkau adalah putri duyung

tergolek lemas

mengejap-ngejapkan matanya yang indah

dalam jaringku.

Wahai, Putri Duyung,

aku menjaringmu

aku melamarmu

Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

karena langit

gadis manja dan manis

menangis minta mainan.

Dua anak lelaki nakal bersenda gurau dalam selokan

dan langit iri melihatnya.

Wahai, Dik Narti,

kuingin dikau

menjadi ibu anak-anakku!

sumber: sastrabanget.com