Brilio.net - Menjalin hubungan memang butuh komitmen dan kesetiaan. Semakin lama sebuah hubungan terjalin, semakin kencang pula cobaan yang datang menghampiri. Seyakin-yakinnya dirimu dengan hubunganmu, namun jika pasanganmu tak lagi punya cita-cita sejalan denganmu, usahamu juga akan sia-sia.

Kamu seperti berjuang sendiri untuk sesuatu yang seharusnya kamu upayakan dengan pasangan. Itu sebabnya, kamu harus sadar kapan kamu layak mempertahankan hubunganmu, dan kapan kamu harus berhenti berjuang karena pasanganmu tak lagi punya semangat untuk merajut masa depan denganmu.

Inilah kisah yang dialami seorang wanita yang sadar jika suaminya tak lagi mencintainya. Setelah usia pernikahannya menginjak 12 tahun, ia sadar jika dirinya menikahi orang yang salah hanya dengan melihat sebuah foto. Berikut isi surat curahan hatinya yang dikutip brilio.net dari Telegraph, Rabu (3/8):

BACA JUGA: Postingan Instagram bisa ungkap profesi terbaikmu, ini cara mengetahui

"Selama berbulan-bulan, suamiku Peter (nama samaran) terlihat murung dan kalut. Aku mengira hal itu karena pekerjaannya yang cukup membuatnya stres. Kami memutuskan untuk berlibur dan berharap hubungan kami semakin membaik. Dan ternyata berhasil.

Kami menghabiskan liburan selama seminggu untuk ber-snorkeling, bersepeda dan mengenang momen saat kami terakhir kali berlibur ke Karibia.

Momen indah tersebut membuat hubungan kami semakin harmonis. Kami sepakat saat kembali dari liburan nanti, Peter berjanji tidak akan terlalu memikirkan pekerjaannya. Kami berdua juga akan lebih memprioritaskan pernikahan kami. Saat kami pulang liburan, segalanya tampak begitu indah dan kami merasa bahagia.

Seminggu setelah liburan, kami jalan-jalan ke taman bunga lavender. Karena pemandangannya begitu indah, aku pun spontan mengambil foto selfie dengan ponselku. Setelah tiba di rumah aku pun memindahkan foto-foto tersebut ke komputer. Namun aku dibuat kaget melihat salah satu foto yang aku ambil.

Dalam foto tersebut, ada penampakan wajah Peter yang menatapku dengan ekspresi yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Sebuah ekspresi cibiran dan pandangan kebencian di matanya. Sementara aku tersenyum lebar di depan kamera tanpa menyadarinya.

Pada detik itu juga, aku sadar jika pernikahan kami telah usai. Lima tahun sebelumnya, Peter memang mengakui telah berselingkuh dengan rekan kerjanya. Namun aku memaafkan dia dan melupakan kejadian tersebut. Tapi setelah melihat tatapannya terhadapku, aku pun menaruh curiga kepadanya. Mungkin ia berselingkuh lagi.

Malam itu, saat ia sedang mandi, aku memeriksa ponselnya. Dan benar saja, ada pesan singkat yang dikirim minggu lalu ke selingkuhannya terdahulu. Mereka janjian untuk ketemu. Aku terdiam selama 10 menit. Saat Peter selesai mandi, aku ceritakan semuanya.

Dia langsung bersikap defensif. Ia menyebut wanita tersebut menderita kanker dan ingin memastikan keadaannya. Namun bisa saja ia berbohong untuk menutupi kedoknya. Malam itu aku mati rasa.

Tapi dua hari kemudian aku merasa lebih tenang dan memintanya untuk berhenti menghubungi wanita itu lagi. Namun, emosinya justru meledak dan mengakui perselingkuhannya. Aku sangat marah kenapa aku baru menyadarinya setelah melihat foto. Tapi yang paling membuatku sangat marah karena aku tak mau memiliki anak bersama orang ini.

Peter berusia sembilan tahun lebih tua dariku dan dia sudah memiliki seorang putri dewasa ketika kami memutuskan untuk menikah. Kala itu usiaku 31 tahun dan ia tidak mau memiliki anak lagi. Aku pun setuju dan mengatakan pada diri sendiri bahwa kami berdua saja sudah cukup.

Setelah dia pergi, aku merasa hidupku sudah berakhir. Aku tidak bisa keluar dari tempat tidur. Aku tidak nafsu makan atau tidur, dan rambutku mulai rontok. Aku kemudian menemui seorang konsultan. Setelah beberapa bulan, aku sadar hidupku bersama Peter tidak bahagia.

Perlahan tapi pasti, aku mulai belajar melakukan kegiatan secara mandiri. Aku menghibur diri dengan pergi ke teater dan perawatan spa. Aku juga mulai memikirkan masa depanku.

Dua tahun kemudian, aku telah menyiapkan bisnisku sendiri dan belajar untuk menyelam. Aku juga menjual rumah kami dan membeli rumahku sendiri. Sebuah awal baru yang menjanjikan.

Aku pun berdamai dengan kenyataan bahwa, di umurku 50, aku tidak bisa memiliki anak. Dan meskipun aku ingin menemukan pasangan baru, aku tidak akan terburu-buru. Aku menikmati menjadi diriku sendiri. Dan ya, foto tersebut telah kuhapus selamanya."

Kisah wanita ini mungkin terasa memilukan. Namun apalah arti sebuah hubungan jika penuh dengan kepalsuan dan kepura-puraan belaka. Sebaik-baiknya kita menyembunyikan borok, maka cepat atau lambat akan ketahun juga.