Salah satu kisah "balas dendam" di industri dan bisnis paling seru serta penuh kenangan adalah saat Sony menciptakan PlayStation. Sekitar 25 tahun lalu Sony yang di-"PHP" Nintendo membuktikan kalau mereka tidak bisa dipermainkan di bisnis. Saat itu Nintendo dan Sony sedang dalam situasi kerja sama. Sony direncanakan membuat Add-Onatau alat tambahan untuk Super Nintendo berupa CD-ROM Drive. Dalam prosesnya, Nintendo membatalkan sepihak perjanjian tadi dan memilih perusahaan lain dari Belanda, yaitu Philips.
Situasitersebut membuat murka Ken Kutaragi (insinyur Sony) dan Norio Ohga (CEO Sony) sehingga mereka meyakinkan para petinggi Sony lain agar membalas perlakuan Nintendo dengan menerbitkan konsol video game mereka sendiri untuk melawan Super Nintendo. Dan sejarah membuktikan kalau Nintendo sudah melakukan kesalahan fatal dengan membantu melahirkan monster bernama "Sony PlayStation" ke dunia, yang mengakhiri dominasi mereka sendiri di industri video game.
25 tahun berlalu sejak kelahiran PlayStation 1 namun Sony tetap berada di level permainan tertinggi industri video game. Meraih berbagai reputasi dan rekor, PlayStation terus menjadi kata sinonim untuk "video game". Dahulu orang menyebut kata "Honda" untuk semua jenis dan merek sepeda motor. Dan "Nintendo" adalah kata untuk penyebutan video game dalam pembicaraan. Kini, kata "PS" alias PlayStation merupakan kosakata yang merujuk pada konsol video game; terlepas apa pun mereknya. Sebuah pencapaian kurang dari tiga dekade.
Dalam rentang waktu itu, ada lima PlayStation yang dikeluarkan Sony. Jika melihat reputasi dan penjualan, mungkin hanya PlayStation 3 yang merupakan seri paling kurang sukses. Ini "hukuman" buat Kutaragi yang mungkin terlena akan kesuksesan PS1 dan PS2 sehingga membuatnya pongah. PS3 dirilis dengan harga kelewat tinggi (nyaris $ 600) dan akhirnya tercatat sebagai PlayStation yang terjual paling sedikit; di luar PlayStation Portable dan PlayStation Vita. Untung Sony segera sadar dan memperbaiki diri sehingga nasib PS4 tidak mengulangi PS3.
PS1. Foto: Polygon
PS1 adalah revolusi di industri video game. Bukan hanya karena penggunaan media CD-ROM yang merupakan teknologi baru di akhir 90-an, namun juga karena fokus mereka di 3D atau tiga dimensi. Teknologi polygonal mengubah seni video game secara revolusioner. Jika dulu video game merupakan karya gambar tangan, kini wire frame dan teknologi komputer menciptakan hal-hal baru yang dulu tidak tersentuh. Ingat bagaimana dulu kita terkesima dengan game fighting tiga dimensi seperti Tekken setelah sebelumnya melihat Street Fighter? Atau bagaimana game Tomb Raider bisa memberikan sensasi "wah luas banget!" saat memainkannya? Situasi "nyata" diberikan PlayStation 1 dan gamers sejak 1995 terus meminta hal ini agar semakin baik dan semakin hidup.
PS2. Foto: PlayStation.Com
Tahun 2000 PS2 melanjutkan start cantik PS1 dengan beberapa hal revolusioner lain seperti penggunaan DVD Drive dan (belakangan) kemampuan Online disamping peningkatan grafis yang keren. Beberapa IP fenomenal juga lahir disini seperti Devil May Cry dan God of War; keduanya terus berlanjut hingga ke PS5. Walau mendapat perlawanan dari Nintendo (GameCube), Sega (Dreamcast) dan si anak baru Microsoft (Xbox) tapi PS2 membuktikan diri kalau mereka adalah yang paling laris terjual di pasaran. PS2 bahkan masih memegang rekor sebagai konsol video game paling laris sepanjang masa. Ini jelas bukan pencapaian kecil. Dalam masa edar resminya selama 12 tahun, PS2 adalah sebuah kisah sukses yang manis buat Sony (dan Ken Kutaragi sebagai "Bapak" PlayStation).
PS3. Foto: Pinterest
Tapi Sony nyaris tergelincir saat merilis PS3 tahun 2006. Apa yang terjadi? Apa yang salah?
PS3 membawa teknologi baru seperti yang dilakukan dua pendahulunya. Jika PS1 menggunakan CD-ROM dan PS2 DVD Drive maka PS3 memakai Blu-ray; sebuah format disc terkini yang sanggup menampung puluhan kali lipat data dibanding CD maupun DVD. Soal grafis, jangan ditanya. Dibandingkan PS2, jelas PS3 lebih cakep dan halus.
Tapi pada perjalanannya, PS3 terseok-seok sejak start. Ken Kutaragi bahkan sampai harus angkat kaki dari Sony karena situasi ini. Kenapa? Salah satu penyebabnya jelas harga jual yang kelewat tinggi untuk ukuran masa itu; nyaris $ 600. Kutaragi bahkan sempat bercanda dengan mengatakan "Kalau Anda nggak sanggup beli PS3 mungkin Anda harus kerja di dua tempat".
Sementara PS3 memiliki persoalan serius di bagian hardware yang rentan panas sehingga menyebabkan malfungsi. Belum lagi prosesor PS3 yang hingga kini terkenal sebagai prosesor ruwet dan sulit diajak kerja sama oleh developer games. Walau bergelimang masalah PS3 tetap bisa memberikan hal-hal keren seperti semakin baiknya gaming online disana jika dibandingkan PS2, grafis kinclong dan keren serta game-game menarik walau kebanyakan masih bersifat sekuel ketimbang IP baru.
PS4. Foto: The Fact Site
Belajar dari berbagai masalah yang dialami PS3, Sony menciptakan PS4 dengan pendekatan lebih simple dan sederhana. Dan teknik ini berhasil mengembalikkan reputasi Sony PlayStation sebagai "raja penjualan" jika dibanding kompetitornya dari Microsoft dan Nintendo. PS4 secara umum tidak terlalu memberikan hal baru jika dibandingkan PS3. PS4 tetap menggunakan Blu-ray seperti PS3 dan punya kemampuan online seperti PS3. Tapi mereka memulai langkah PS4 dengan harga bersahabat jika dibanding PS3 sebelumnya. Dan prosesor PS4 kini jauh lebih ramah buat para developer game karena memiliki arsitektur seperti PC. Sehingga menciptakan game di PS4 lebih mudah ketimbang di PS3. Ini menjadikan PlayStation 4 pemimpin pasar, mengungguli pesaingnya seperti Xbox One dan Switch.
PS5. Foto: GSMArena
Bulan depan PlayStation 5 akan memulai debutnya. Sony kembali bermain aman dengan mengenakan harga jual yang jelas mereka subsidi ($ 499 dan $ 399). Strategi jual rugi seperti ini diperlukan untuk meraih margin penjualan tinggi. Kerugian yang ada bisa ditutupi dari penjualan lisensi software dan peripheral third party. Praktik ini sudah berlangsung sejak awal dan bukan hal mengherankan melihat pabrikan melakukannya demi masa depan produk mereka di pasar.
Lagipula, jika berhasil, akan terjadi titik impas dan penjualan konsol mulai meraup keuntungan tanpa perlu lagi disubsidi. Ini sudah dibuktikan oleh empat PlayStation sebelumnya dan PS5 pasti akan mengalaminya; kecuali terjadi keajaiban di mana PS5 ternyata tidak laku di pasaran. Suatu hal yang sulit untuk dipercaya akan terjadi.
Siapa sangka kalau video game yang menyelamatkan Sony dari kemungkinan bangkrut saat produk-produk elektronik mereka digempur produk China dan Korea Selatan yang berharga lebih murah? Video game memang untuk semua.