Ilmu adalah sesuatu yang sangat agung dan tinggi kedudukannya dalam Islam. Ilmu adalah suatu pengetahuan yang dapat berupa ilmu duniawi dan juga ilmu akhirat. Setiap manusia di Bumi diberikan Allah akal dan pikiran untuk menuntut ilmu, bahkan para Nabi pun Allah berikan ilmu sebelum mereka ditugaskan untuk menyebarkan agama Allah pada masing-masing kaumnya. Oleh sebab itu tak heran apabila ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama Islam.

Setiap manusia dituntut untuk menuntut ilmu dari ia lahir hingga dewasa. Hal tersebut tak lain diperintahkan agar manusia tersebut mendapatkan bekal dan pengetahuan untuk menjalani kehidupannya selama di dunia. Selain itu, di dalam Islam juga terdapat satu hadis yang menyebutkan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya adalah wajib bagi setiap umat muslim.

"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.(HR. Ibnu Majah)

Jika menuntut ilmu saja diwajibkan dalam Islam, tentunya di balik kewajiban itu ada manfaat dan keutamaan yang akan diperoleh bagi orang-orang yang ikhlas dalam menuntut ilmu tanpa pamrih. Berikut penjelasan hadis tentang keutamaan menuntut ilmu dalam Islam.

1. Dimudahkan jalan menuju surga Allah.

Orang yang berilmu atau yang menuntut ilmu diberikan kemudahan untuk menuju surga yang Allah janjikan. Mengapa demikian? Jika kita telaah makna ungkapan tersebut lebih dalam, maka yang dapat dideskripsikan adalah orang-orang yang memiliki ilmu dan memanfaatkannya dengan baik serta memberikan manfaat yang baik kepada orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Seperti yang kita ketahui ada sebagian sahabatNabi yang dijanjikan surga oleh Allah dengan keutamaan ilmu yang dimilikinya, salah satunya adalah Ali Bin Abi Thalib yang dianugerahkan Allah kepintaran dan ilmu yang bermanfaat untuk bekal dunia maupun akhiratnya. Hal ini sesuai dengan hadis yang artinya:

"Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.(HR. Muslim).

2. Ilmu adalah salah satu bekal yang dapat dibawa hingga akhirat.

Jika ilmu dibandingkan dengan harta, maka tidak akan bergunalah harta tersebut hingga kehidupan akhirat seorang hamba. Mengapa demikian? Karena harta hanya akan menemani dan menjadikan derajat seorang hamba tinggi di sisi manusia saja dan tentunya hanya berlaku selama ia hidup di dunia. Sedangkan di sisi Allah, yang kekal dan sangat berharga untuk menjadi bekal dunia akhirat adalah ilmu.

Oleh sebab itu beruntunglah orang-orang yang selama hidupnya dianugerahkan Allah ilmu yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain. Maka di kehidupan akhirat kelak ilmu tersebut juga dapat menjadi salah satu amalan penolong hamba di alam kubur dan alam akhirat. Hal ini sesuai dengan hadis yang artinya:

Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya (HR. Muslim).

3. Ilmu adalah warisan para nabi.

Para nabi utusan Allah tidak mewariskan harta maupun kedudukan kepada umatnya, melainkan mewariskan ilmu, baik ilmu kepemimpinan, ilmu wirausaha, ilmu pengetahuan, dan juga ilmu-ilmu lainnya. Jika kita melihat pada sahabat-sahabat nabi, hampir semuanya mengikuti pedoman hidup dari nabi dan pedoman hidup yang diikuti tersebut membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi mereka hingga berpulang kepada Allah SWT.

Sebut saja Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang unggul dalam bidang kepemimpinan, Ali Bin Abi Thalib yang unggul dalam bidang keilmuan, Ustman Bin Affan dan Abdurrahman Bin Auf yang unggul dalam bidang wirausaha sehingga menjadikan mereka orang terkaya yang bermanfaat di lingkungan ummat pada masa itu hingga saat ini.

Semua kebaikan pada kehidupan yang diperoleh oleh beberapa sahabat tersebut, tak lain karena mereka mengikuti tuntunan Nabi dan mencapai sesuatu yang mereka inginkan dengan ilmu yang disampaikan nabi sehingga apa pun profesi mereka maka akan menjadikan kebaikan bagi orang lain. Sebut juga Ustman Bin Affan yang sampai saat ini kekayaannya masih abadi dan dimanfaatkan untuk keperluan umat muslim, bahkan hingga saat ini Ustman memiliki rekening atas nama dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan hadis yang artinya:

Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.(HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)