Jepang adalah negara modern penganut sistem pemerintahan parlementer dengan Kaisar sebagai Kepala Negara dan Perdana Menteri merupakan Kepala Pemerintahan. Sebelum bersatu di masa Restorasi Meiji, Jepang merupakan wilayah dengan daerah-daerah yang berdiri sendiri di bawah kekuasaan 'Daimyou' (Tuan Tanah) dan 'Shogun' (Jenderal). Mereka ini memiliki angkatan bersenjata sendiri-sendiri dan mereka sering berperang satu sama lain demi meluaskan daerah kekuasaan. Dan para 'Warlord' ini memiliki sejarahnya masing-masing yang menarik untuk diketahui.
Kaisar Meiji berhasil merombak total Jepang dengan mengadopsi sistem satu pemerintahan pusat untuk semua wilayah (atau prefektur) yang dulu berserakan di seantero Jepang. Modernisasi Jepang dimulai pada masa itu, termasuk berakhirnya era Daimyou, Shogunate dan Samurai. Membawa-bawa senjata seperti yang biasa dilakukan para Samurai berakhir seiring mulai modernnya arah negara Jepang.
(Sumber gambar: Slide Share)
Namun modernisasi tidak serta merta menghilangkan berbagai hal tradisional yang sebelumnya sudah identik sebagai jati diri bangsa. Berbagai hal dari era sebelumnya banyak yang masih dijalankan oleh warga di sana. Instalasi bisnis yang usianya ratusan tahun juga bukan hal aneh untuk ditemukan di negara Jepang modern saat ini. Termasuk pula tiga benda sakral dari era pemerintahan Jepang kuno yang masih dijadikan simbolisasi kekuatan, kejayaan negara dan Kaisar. Ketiga benda yang dimaksud adalah Three Imperial Regalia Japan atau 'Sanshu no Jingi/Mikusa no Kamudakara'.
Tiga benda tersebut merupakan harta nasional bagi negara Jepang atauNational Treasure, simbol yang melindungi segenap bangsa mereka. Ketiganya berupa sebilah pedang yang disebut 'Kusanagi', sebentuk cermin 'Yata no Kagami', dan terakhir sebuah batu permata bernama 'Yasakani no Magatama'.
(Sumber gambar: Michael Klee)
Tidak ada yang benar-benar bisa mengonfirmasi eksistensi dan lokasi benda-benda sakral berstatus legendaris ini. Konon sejak tahun 690 Sebelum Masehi (tahun 660 Sebelum Masehi dipercaya sebagai awal mula Kekaisaran Jepang; dimulai oleh Kaisar Jimmu yang mendirikan Dinasti Yamato dan mengklaim sebagai keturunan Dewi Matahari Amaterasu), para pendeta kuil Shinto terlibat dalam setiap pengangkatan Kaisar Jepang baru.
Proses pengangkatan Kaisar ini melibatkan tiga benda sakral yang dipercaya dibawa turun ke Bumi oleh cucu Dewi Matahari Amaterasu, 'Ninigi no Mikoto'. Ninigi no Mikoto adalah kakek moyang Kaisar Jimmu, yang diartikan sebagai keturunan langsung Dewi Matahari Amaterasu. Tiga benda tadi mewakili tiga nilai moral dewata untuk bangsa Jepang: pedang Kusanagi untuk 'keberanian', cermin Yata untuk 'kebijaksanaan', dan batu permata Magatama mewakili sifat 'kebajikan'.
Tentu untuk orang dan pemikiran modern era masa kini, hal-hal itu tidak lagi memiliki nilai mistis dan cenderung dianggap sebagai dongeng masa lalu saja. Sebagian orang Jepang sendiri juga merasa kalau tiga benda sakral nenek moyang mereka tersebut hanyalah cerita rakyat. Terlebih lagi saat ini tidak ada yang mengklaim pernah melihat 'Sanshu no Jingi/Mikusa no Kamudakara' dengan mata kepala mereka sendiri, bahkan Kaisar Jepang sekalipun. Karena konon ketiganya tersimpan secara rahasia dan disebar di tiga titik negara Jepang untuk menjaga kestabilannya. Tidak ada yang mengetahui lokasi asli dari pedang, cermin dan batu permata sakral itu disimpan walau konon ada yang mengatakan kalau sang pedang disimpan di prefektur Nagoya, cermin di prefektur Mie dan batu permata ada di prefektur Tokyo.
(Sumber gambar: The Times of Israel)
Benda-benda yang digunakan saat prosesi pengangkatan Kaisar baru Jepang konon hanyalah replika dan itu pun tetap misterius karena berada dalam kotak kayu dan tersegel rapat. Bahkan Kaisar yang sedang diangkat juga tidak dapat melihatnya.
Dalam pop culture Jepang, pengarang cerita manga/komik, anime/animasi serta video games sering menggunakan referensi dari 'Sanshu no Jingi/Mikusa no Kamudakara' sebagai bagian cerita karya mereka. Seperti di manga One Piece karya Eiichiro Oda, di mana nama-nama style serangan Admiral Kizaru Borsalino menggunakan nama-nama dari tiga benda harta nasional Jepang tadi.
Produk pop culture Jepang lain yang lumayan kuat menggunakan referensi 'Sanshu no Jingi/Mikusa no Kamudakara' untuk tema cerita adalah game fighting dari SNK berjudul The King of Fighters. Mereka merombak kisah rakyat tentang tiga benda sakral rakyat Jepang itu ke dalam nuansa modern namun tetap menyertakan elemen-elemen dan nama-nama klasik seperti Kusanagi dan ular Orochi, mirip seperti legenda asli 'Sanshu no Jingi/Mikusa no Kamudakara'.
(Sumber gambar: YouTube)
Kalau kamu mengikuti gameThe King of Fighters 95 sampai The King of Fighters 97, kamu akan melihat alur cerita yang sedikit banyak mirip dengan kisah yang menaungi pedang, cermin serta batu permata yang jadi nenek moyang bangsa Jepang itu.
Jika kamu berharap bisa melihat 'Sanshu no Jingi/Mikusa no Kamudakara', lupakan saja. Bahkan Kaisar Jepang sekalipun konon tidak mendapat kesempatan melihatnya. Dan para tetua pendeta Shinto Jepang sudah pasti tidak akan memberikan kesempatan tersebut ke rakyat jelata. Sehingga terkadang muncul pertanyaan, 'Apakah Sanshu no Jingi/Mikusa no Kamudakara itu masih ada, memang ada, atau sebenarnya hanyalah dongeng rakyat saja?' Menurut kamu gimana?