Semua orang tahu bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan tradisi yang penuh dengan filosofi, salah satunya adalah aksara Jawa. Aksara Jawa ini berbeda dengan aksara latin baik jumlahnya hingga bentuk tulisannya. Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf dan terdiri dari gabungan huruf konsonan dan vokal a. Berikut ini adalah 20 aksara Jawa.
Selain suku kata yang berjumlah 20, aksara Jawa juga dilengkapi dengan 3 sandhangan yaitu sandangan swara, sandhangan sesigeg, dan sandhangan wyanjana. Aksara Jawa juga memiliki tanda baca umum dan tanda baca khusus. Tanda baca umum terdiri dari pada adeg hingga pada rangkep. Tanda baca khusus tunggal terdiri dari rerengan kiwa lang tengen hingga pada andhap. Sedangkan tanda baca khusus kombinasi terdiri dari pada guru hingga wasanapada.
Bila dilihat dan dikaji secara mendalam, ternyata aksara Jawa bukanlah hanya sekadar huruf, melainkan punya filosofi yang sangat tinggi. Berikut ini penulis rangkum dari berbagai sumber pada Sabtu (20/7) mengenai filosofi tinggi yang ada dalam aksara Jawa.
1. Sesama sakti, sama-sama mengalami kehancuran.
Jika mencermati bunyi aksara Jawa yaitu ha-na-ca-ra-ka, da-ta-sa-wa-la, pa-dha-ja-ya-nya, ma-ga-ba-tha-nga dapat diartikan bahwa ada utusan, tidak dapat mengendalikan diri, sama-sama saktinya, akibatnya sama-sama menjadi mayat.
Dari sini dapat disimpulkan bawa aksara Jawa mempunyai filosofi bahwa jika ada dua orang yang punya kekuatan (kekuasaan) berperang dan sama-sama tidak dapat mengendalikan kekuatannya maka pada akhirnya akan mengalami kehancuran. Coba deh sandingkan filosofi ini dengan kejadian peperangan di dunia, ada yang sama?
2. Bermula Ha dan berakhir Nga.
Aksara Jawa diawali dengan aksara Ha dan berakhirkan dengan aksara Nga. Filosofi yang terkadung adalah saat orang yang masih muda akan senantiasai ngaha (sombong), namun bila sudah akhir atau menua akan senantiasa menga (terbuka) atau mengeng (meninggalkan kehidupan duniawi) untuk memikirkan kehidupan setelah kematian. Coba deh lihat tempat ibadah di sekitarmu, apakah yang beribadah kebanyakan anak muda atau orang tua?
3. Sandhangan dan tanda baca.
Dalam aksara Jawa, sandhangan dan tanda baca dapat dimaknai sebagai pelengkap dalam kehidupan manusia. Pelengkap kehidupan manusia adalah terpenuhinya kebutuhan lahir maupun batin. Selain itu, setiap perilaku manusia juga memerlukan rambu-rambu agar tidak terjerumus dalam jurang kesengsaraan.
4. Dipangku mati.
Setiap aksara Jawa yang dipangku pasti akan mati, misalnya aksara Jawa Ka bila dipangku akan menjadi K. Hal ini mengajarkan bahwa manusia itu tidak boleh terlena dengan pujian yang nanti akan melemahkan kemampuan dan keahliannya. Orang hebat tidak lahir dari pujian namun dari kritikan yang membangun bahkan pedas.
Source
- www.kompas.com
- www.idntimes.com