Sudut Kota Basrah; Kota Kelahiran Rabiah Al-Adawiyah
Sumber foto: www.muslimheritage.com/article/basra
Memiliki perasaan cinta adalah salah satu anugerah dari Allah SWT. Rabiah Al-Adawiyah pun memiliki rasa cinta itu. Rasa cinta yang begitu tinggi, yang ia tujukan untuk Allah SWT. Rabiah diperkirakan lahir pada 95 H atau 713 M. Ia adalah anak keempat dari keluarga Ismail Al-Adawi. Rabiah lahir di kota Basrah, Irak. Tasawuf melekat dalam dirinya karena kecintaannya yang begitu mendalam kepada Allah SWT, akhlaknya baik, dan ia juga bukanlah sosok yang egois. Rabiah tetap peduli kepada banyak orang dan dapat menyentuh hati banyak orang, terutama muslim dan muslimah. Dari Rabiah Al-Adawiyah ini, kita dapat mempelajari sisi-sisi teladan darinya yang insya Allah dapat membuat kita lebih berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apa saja sisi teladan dari Rabiah Al-Adawiyah? Kita bahas tujuh sisi teladan dari dirinya, ya!
1. Telah menghafal Alquran sejak usia sepuluh tahun
Rabiah telah menanamkan Alquran dalam hidupnya sejak kecil. Sejak usia sepuluh tahun pun Rabiah telah berusaha menghafal Alquran. Alquran membuatnya mampu membedakan kebaikan dan keburukan.
2. Berusaha melakukan semuanya dengan ikhlas
Semasa hidupnya, Rabiah tidak pernah bangga ketika dipuji. Ia pun tidak pernah sedih ketika orang lain tidak menghormatinya. Ia menjalankan kehidupannya dengan ikhlas, dan apa pun kata orang dibiarkannya berlalu. Yang Rabiah amat pedulikan adalah ridho dari Allah. Ia ingin Allah mencintainya. Rabiah tidak takut kepada kemurkaan orang lain, karena ia hanya takut kepada Allah. Ia juga memiliki keyakinan kuat, bahwa Allah selalu memberi segala yang terbaik untuk dirinya.
3. Rabiah disiplin dalam melaksanakan shalat
Rabiah selalu disiplin dalam melaksanakan shalat, seperti yang tertuang dalam buku Figur Wanita Sufi: Perjalanan Hidup Rabiah Al-Adawiyah dan Cintanya kepada Allah karya Abdul Munim Qandil. Dalam buku itu ditulis Rabiah sejak kecil selalu berusaha melaksanakan shalat lima waktu, juga shalat tahajud pun tidak pernah ia tinggalkan. Rabiah yang pernah dijadikan sebagai budak sejak kanak-kanak hingga remaja itu tetap melaksanakan shalat dengan disiplin. Ketika tangannya retak pun, shalat tetap tidak pernah ia tinggalkan.
4. Tulus dalam berbagi ilmu
Rabiah Al-Adawiyah semasa hidupnya tulus dalam berbagi ilmu. Rumah sederhananya selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar ilmu agama Islam. Rabiah membantu orang lain untuk menggerakkan jiwa ke arah ketakwaan. Hasan Al-Basri, Malik bin Dinar, Sofyan Ats-Tsauri, Abdul Wahid bin Zaid pun turut belajar melalui Rabiah, mendengarkan ceramah-ceramah dari Rabiah yang menyejukkan hati.
5. Tidak silau terhadap kemewahan dunia
Diri Rabiah sangat mencintai Allah sehingga ia tidak silau terhadap kemewahan dunia. Rabiah bersikap bijaksana ketika melihat suatu kemewahan. Pada suatu saat. Ia pernah melihat emas yang memenuhi gudang. Ia tidak merasakan kegembiraan berlebihan. Ia pun tidak kagum terhadap emas itu. Ia selalu ingat bahwa dirinya tidak inggin tenggelam dalam kemewahan dunia.
6. Sabar dalam menghadapi berbagai ujian
Ketika dihadapkan dalam berbagai ujian, termasuk ujian berupa tubuh mengalami rasa sakit, Rabiah tetap sabar. Ia menghadapi semuanya dengan wajah berseri. Ia selalu bersyukur ketika dirinya diberi ujian oleh Allah. Ia tidak mengeluh dan tidak pula mengeluarkan emosi buruk ketika Allah memberinya ujian.
7. Tidak pernah ingin menyusahkan orang lain
Rabiah hidup dalam kesederhanaan. Rumahnya sederhana, pakaiannya sederhana, makan dan minum pun tidak dilakukannya secara berlebihan. Rumah Rabiah begitu kecil. Pernah suatu saat ada orang yang ingin membantu Rabiah dengan bermaksud memberikan rumah yang lebih layak untuk Rabiah, namun Rabiah menolaknya dengan sangat halus. Ia tidak ingin menyusahkan orang lain. Ia juga tidak ingin meminta belas kasihan dari orang lain. Rabiah merasa malu meminta kekayaan dari orang lain.
Rabiah Al-Adawiyah adalah contoh wanita muslimah yang begitu mencintai Allah. Dari dirinya kita dapat mengambil sisi teladan. Dari Rabiah pula kita dapat belajar bahwa sehebat-hebatnya manusia, tetap saja kehebatan itu ada karena Allah yang memberikan kehebatan itu, dan Allah adalah Yang Mahahebat.