Mohandas Karamchand Gandhi atau yang lebih dikenal dengan nama Mahatma Gandhi adalah seorang Bapak Bangsa India. Ia menjadi orang pertama pada abad ke-20 yang melakukan gerakan pantang kekerasan dan menentang gerakan yang menggunakan kekerasan sebagai nilai perjuangannya.
Mahatma Gandhi lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, Agen Kathiawar, Kemaharajaan Britania. Gerakan sosial pantang kekerasan yang dipelopori oleh Gandhi tersebut pada prinsipnya untuk membebaskan rakyat dan bangsa India dari bentuk imperialisme dan kolonialisme Inggris. Saat itu, Gandhi melihat India didera kemiskinan dan diwarnai oleh konflik antar golongan serta agama. Gandhi kemudian termotivasi membangun suatu proyek pemikiran mendasar tentang landasan fundamental gerakan sosial, untuk mengubah wajah India menjadi bangsa yang damai, makmur, dan hidup rukun.
Suatu proyek pemikiran Gandhi yang sarat akan ajaran-ajaran moral pada akhirnya menjadi petunjuk guna memandu gerakan pantang kekerasan (Salim, 2017). Di samping itu, gerakan pantang kekerasan Gandhi yang melawan Inggris tidak semata-mata bersifat politik, melainkan juga berhaluan ekonomi. Gandhi menyerukan kepada rakyat India supaya mereka tidak lagi mengunakan pakaian Eropa, melainkan memakai pakaian dan kain buatan sendiri. Rakyat India harus membuat kerajinan sendiri, belajar kembali menggunakan Sjarka, perkakas pemintal benang dan membuat Khaddar, kain yang dilakukan dengan memintal sendiri. Oleh karena itu Gandhi memobilisasi rakyat untuk memproduksi kain sendiri dengan memintal setiap hari di segenap penjuru India sehingga akan meningkatkan perekonomian bangsa dan menyelamatkan orang-orang yang kelaparan (Hatta dalam Salim, 2018).
Mahatma Gandhi mencetuskan Satyagraha yang berarti kekuatan kebenaran atau kekuatan kasih sayang. Ada empat hal mendasar yang menjadi ciri khas Gandhi pada masa perjuangannya meraih kemerdekaan di India, yakni:
1. Ahimsa.
Diartikan sebagai perbuatan tidak menyakiti sesama, namun lebih kepada sikap menolak keinginan untuk membunuh, tidak membahayakan jiwa, tidak menyakiti hati, tidak membenci, tidak membuat marah, tidak mencari keuntungan sendiri dengan memperalat orang lain, dan sejenisnya.
2.Satyagraha.
Berarti memegang teguh kebenaran dengan tidak mengenal lelah, serta jalan untuk mencapai satyagraha adalah dengan mempraktikkan ahimsa.
3. Swadesi.
Diartikan sebagai bentuk rasa cinta terhadap Tanah Air serta mengabdi kepada masyarakat yang sebaik-baiknya terlebih dahulu.
4. Hartal.
Semacam pemogokan nasional yang dilakukan dengan berpuasa serta melakukan kegiatan keagamaan (Wiguna, 2018).
Gandhi adalah seorang penganut Hindu yang taat. Gandhi mencerna ajaran dalam Bhagavadgita dan mengadopsi serta mengaplikasikannya ke dalam prinsip-prinsip keagamaannya, yakni:
1. Samakhava.
Diartikan sebagai seseorang tidak boleh merasa terganggu karena perasaan sakit atau senang.
2. Aparigraha.
Sikap tak memiliki terhadap kebendaan.
3. Ahimsa.
Tidak menyakiti segala yang bernyawa, non kekerasan (Nicholson dalam Wiguna, 2018).
Analisis kepribadian Mahatma Gandhi menggunakan Teori Erich Fromm.
Erich Fromm menyebutkan terdapat lima kebutuhan manusia, di antaranya Relatedness, Transcendence, Rootedness, Sense of Identity, dan Frame of Orientation.
1. Relatedness.
Dorongan untuk bersatu dengan satu orang atau lebih. Fromm menyatakan tiga cara dasar bagi manusia untuk terhubung dengan dunia, yaitu kepasrahan, kekuasaan dan cinta.
Dalam buku The Art of Loving, Fromm (1956) menyebutkan empat elemen dasar yang dapat ditemukan dalam semua bentuk cinta yang tulus, yaitu rasa peduli, tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan (Feist, Feist & Roberts, 2017).
Gandhi memiliki kebutuhan relatedness dengan kompenen yang positif yaitu cinta. Gandhi memiliki empat elemen dasar tersebut yang ia bagikan ke semua umat manusia.
2. Transcendence.
Dorongan untuk berkembang dari sekadar pasif dan eksistensi aksidental menuju kebergunaan dan kebebasan. Manusia dapat menciptakan kehidupan (kreatif) dan juga dapat menghancurkan kehidupan (destruktif) (Feist, Feist & Roberts, 2017).
Gandhi memiliki kebutuhan transcendence dengan komponen yang positif yaitu kreativitas. Hal ini dapat dilihat bahwa Gandhi memobilisasi rakyat untuk memproduksi kain sendiri dengan memintal setiap hari di segenap penjuru India yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian bangsa dan menyelamatkan orang-orang yang kelaparan.
3. Rootedness.
Menurut Erich Frommm, akar-akar baru harus dibangun untuk menggantikan ikatan-ikatan sebelumnya dengan alam. Dunia damai dan penuh pengertian akan terwujud jika manusia mengakar keberadaanya dalam ikatan persaudaraan (Indriana, 2005).
Gandhi memiliki kebutuhan rootedness dengan kompenen yang positif yaitu wholeness (keutuhan). Hal ini dapat dilihat di mana Gandhi mengajarkan anti kekerasan di antara manusia sehingga dapat terjalin ikatan persaudaraan bagi sesama umat manusia.
4. Sense of Identity.
Manusia membutuhkan identitas. Cara yang sehat untuk memuaskan kebutuhan identitas yaitu dengan individualitas yaitu suatu proses di mana seseorang mencapai perasaan tertentu tentang identitas dirinya (Indriana, 2005).
Hal ini dapat dilihat dari upaya Gandhi dalam membebaskan rakyat dan bangsa India dari bentuk imperialisme dan kolonialisme Inggris agar para rakyat dapat memiliki kebebasan yang penuh dan memiliki identitasnya.
5. Frame of Orientation.
Seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup, tingkah laku apa yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk kesehatan jiwa (Feist, Feist & Roberts, 2017). Gandhi memiliki kebutuhan Frame of Orientation dengan komponen yang positif yaitu rational goals (tujuan rasional).Hal ini dapat dilihat dari empat hal mendasar yang menjadi ciri khas Gandhi pada masa perjuangannya meraih kemerdekaan di India, yakni ahimsa, satyagraha, swadesi dan hartal.
Menurut Erich Fromm, kepribadian manusia tercermin pada orientasi karakter. Fromm menyebutkan bahwa kepribadian yang sehat adalah yang berorientasi produktif dan yang tidak sehat adalah yang berorientasi non produktif.
Orientasi produktif: Orang yang produktifbekerja menuju kebebasan positif dan realisasi potensi yang ada dalam dirimereka. Orientasi produktif memiliki tiga dimensi, yaitu bekerja, cinta dan bernalar (Feist, Feist & Roberts, 2017).
1. Bekerja.
Manusia yang sehat menilai kerja bukan sebagai akhir dari suatu hal, namun sebagai jalan untuk menunjukkan diri mereka secara kreatif.
2. Cinta.
Cinta memiliki empat sifat, yaitu rasa peduli, tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan. Manusia yang sehat memiliki karakter biofilia atau hasrat tinggi untuk mencintai kehidupan dan semua yang hidup.
3. Bernalar.
Manusia yang sehat melihat orang apa adanya bukan sebagai orang yang mereka inginkan.
Karakter kepribadian Gandhi mengarah kepada orientasi produktif karena memiliki ketiga dimensi tersebut.
1. Bekerja.
Gandhi merupakan seorang politisi hebat yang mempunyai pemikiran yang luar biasa. Melalui pekerjaannya ia gunakan sebagai jalan untuk memperjuangkan kebenaran. Gandhi adalah orang yang berjasa pada perjuangan hak-hak asasi manusia dan sebagai pejuang anti kekerasan.
2. Cinta.
Gandhi mengajarkan kekuatan kebenaran atau kekuatan kasih sayang kepada sesama manusia dengan tidak melakukan kekerasan antara satu dengan yang lainnya. Gandhi memiliki karakter biofilia yaitu hasrat dalam mencintai seluruh umat manusia dengan tulus dapat dilihat dari pengorbanan yang banyak ia lakukan untuk manusia agar kea rah yang lebih baik.
3. Bernalar.
Perjuangan Gandhi dalam membantu perdamaian antar umat manusia adalah semata-mata agar para rakyat dapat memiliki identitasnya masing-masing.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Gandhi termasuk ke dalam sindrom pertumbuhan yaitu di mana ia memiliki semua komponen-komponen positif dari lima kebutuhan manusia dan dengan karakter yang beorientasi produktif.
Source
- Feist, J., Feist, G. J., Roberts, T. A. (2017). Theories of Personality 8th ed. McGraw-Hill:New York.
- Indriana, Y. (2005). Erich Fromm Tokoh Neo-Freudian. (Makalah). Diakses Melalui Http://Eprints.Undip.Ac.Id/21469/1/715-Ki-Fk-05.Pdf
- Salim, K. (2017). Gerakan Sosial Dalam Perspektif Mahatma Gandhi. Ilmu Dan Budaya, 40(51). Diakses Melalui Http://Journal.Unas.Ac.Id/Ilmu-Budaya/Article/View/259
- Salim, K. (2018). Mahatma Gandhi dan Gerakan Perempuan di India. Jurnal Sosial dan Humaniora, 3(6). Diakses Melalui Http://Journal.Unas.Ac.Id/Populis/Article/View/477
- Wiguna, I. M. A. (2018). Universalitas Mahatma Gandhi. Guna Widya: Jurnal Pendidikan Hindu, 4(1). Diakses Melalui Http://Www.Ejournal.Ihdn.Ac.Id/Index.Php/Gw/Article/View/392