Pakar komunikasi berpendapat bahwa pesanpesan I-message cenderung dapat meningkatkan efektivitas pesan. Bagaimana apabila pesannya digunakan kepada anak? Efektifkah?
Usia anakanak, otak dan pengaturan emosi anak memang belum berkembang secara penuh.Anak masih meraba emosi yang mereka rasakan, hasilnya sering kali tidak optimal dan menyebabkan tantrum. Namun, I-message dapat membantu orang tua dalam menyampaikan pesannya, hingga membuat anak belajar tentang empati.
I-message kepada anak.
Sebelum mengaplikasikannya dalam keadaan emosi pada anak, yang harus kamu lakukan adalah mundur dan mengambil napas panjang. Agar marahkamu bisa mereda dan pesan bisa lebih jelas disampaikan.
Dalam I-message, 'I'atau saya, menjadi tokoh sentralnya. Perasaan marah atau sedih 'I'tervalidasi. Tidak ada penolakan dan istilah 'baper' karena toh yang merasakan adalah 'saya'. 'Saya' bertanggung jawab dengan emosinya. Namun, perlu digarisbawahi oleh orang lain tidak berbagai tanggung jawab yang sama.
Hal yang dilakukan oleh 'saya' adalah memberitahukan emosi dan alasannya, hingga memberikan solusi isu bersama. Maka, I-message memiliki rumus begini:
"Aku merasa . saat .. karena .. aku pikir/harap ."
Bandingkan dengan pola You-message yang biasanya secara refleks dilakukan, khususnya kepada anak. "Kamu nakal", "Kamu gak bisa dibilangin ya", atau "Kamu kok pecicilan sih". Apakah kamu pernah mengatakannya?
Untuk orang tua, berhatihatilah dengan kebiasan tersebut. Karena You-message yang demikian adalah bentuk labeling. Hal yang memiliki dampak buruk bagi perkembangan konsep diri atau cara anak melihat dirinya. Sebab sejatinya, fitrah anak adalah menjadi baik.
Jika kasusnya anak gemar berteriak untuk meluapkan emosinya, daripada "Kamu nakal", orang tua dapat mencoba dengan, "Ibu/Ayah merasa kaget saat Kakak berteriak karena Ibu/Ayah tidak paham apa yang Kakak rasakan, Ibu/Ayah berharap Kakak bisa bicara baikbaik."
Pada kalimat I-message, orang tua mengekspresikan perasaannya dan membicarakan ekspektasinya. I-message juga membuka ruang diskusi. Anak merasa diperhatikan, sesuatu yang dicari oleh kebanyakan anak, namun sulit untuk diungkapkan. Kembali lagi, perkembangan emosi dan otak mereka belum sempurna.
Mengajarkan empati dengan I-message.
I-message juga dapat membantu anak untuk berempati. Daripada menggunakan "Kok mainannya gak diberesin sih, males banget" yang berisi prasangka, orang tua bisa mencoba "Kakak, Ibu/Ayah merasa lelah saat mainan dibiarkan berantakan karena Kakak tidak membereskannya, Ibu/Ayah harap kita bisa merapikan bersama ya." Kalimatnya lebih panjang, tapi lengkap.
Anak akan belajar konsekuensi perilakunya bagi orang lain. Jika mainan tidak bereskan akan ada Ibu/Ayah yang lelah, jika berteriak maka pendengar akan merasa tidak nyaman. Hal ini dinamakan empati. Anak membutuhkannya karena mereka sedang belajar dari lingkungan. Anak diharapkan untuk berkembang dan dapat bersosialisasi dengan baik di masyarakat. Maka, fondasi utamanya berasal dari keluarga.
Salah satu cara membuat anak dapat berempati dengan sekitar adalah selalu menanamkan, bahwa setiap tindakannya memiliki konsekuensi. Apalagi, tindakan yang berhubungan dengan orang lain.
Komunikasi yang efektif dapat membantu orang tua untuk mengajarkan empati. Salah satunya dengan I-message. Yuk, kita coba!