WHO (World Health Organization) menyebut bunuh diri sebagai fenomena global. Faktanya, 79% bunuh diri terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah pada 2016. Bunuh diri merupakan pembunuh ke-18 di dunia pada 2016, karena 1,4% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh bunuh diri. Bahkan bila lingkup umur dipersempit, yakni kematian usia 15-29 tahun, bunuh diri menjadi pembunuh nomor dua di dunia. Sebanyak 800 ribu orang di seluruh dunia tewas akibat bunuh diri setiap tahunnya. Itu artinya, setiap 40 detik ada satu orang yang tewas akibat bunuh diri. WHO juga menyatakan bahwa ada indikasi, tiap satu orang dewasa mati bunuh diri maka ada lebih dari 20 orang lainnya yang melakukan percobaan bunuh diri (Damarjati, 2019).
Insting kematian manusia.
Dalam psikoanalisis, cabang psikologi yang memusatkan perhatian pada unsur-unsur ketaksadaran (unconsciousness), argumen yang mungkin dianggap paling populer perihal penyebab bunuh diri adalah pernyataan Freud (dalam Lestari, & Dewantara, 2018) bahwa pelaku bunuh diri mengidap depresi semasa hidupnya. Selain itu, Freud juga menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki insting kematian (thanatos). Dalam kondisi normal, dorongan untuk menyakiti diri sendiri sebagai salah satu manifestasi insting thanatos dapat ditekan, tetapi tidak demikian jika individu yang bersangkutan menderita depresi atau gangguan jiwa. Mirip dengan argumen Freud, Karl Menninger juga menyebutkan bahwa manusia sebenarnya memiliki insting untuk merusak diri, di mana salah satu wujud insting tersebut adalah agresi terhadap diri sendiri berupa perilaku masokistis. Secara umum,dapat dikatakan bahwa psikologi memandang penyebab utama dari dorongan individu untuk melakukan bunuh diri adalah gangguan kejiwaan (Lestari, & Dewantara, 2018).
Beikur ini merupakan gangguan kejiwaan yang dapat berujung pada bunuh diri.
1. Depresi.
Depresi adalah salah satu penyakit mental, namun gejalanya agak sulit dikenali atau disadari. Seringnya seseorang menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya, namun ia tidak tahu cara keluar dari masalah.Begitu juga ketika seseorang murung dan selalu menutup diri, kadang orang-orang berasumsi dan mengira itu adalah karakter seseorang yang pemalas atau bahkan tidak pandai bergaul.
Depresi juga sering membuat seseorang punya pikiran bahwa tidak ada orang yang sayang padanya lagi, membuat seseorang menyesali hidupnya, atau bahkan berpikir bila ia mati tidak ada yang rugi (Joseph, 2019).
2. Gangguan bipolar.
Orang yang memiliki gangguan bipolar akan mengalami perubahan mood yang sangat drastis. Yang tadinya merasa sangat gembira dan bersemangat, mendadak bisa berubah menjadi sedih, tidak bersemangat, dan bahkan depresi. Kalangan ini memiliki risiko 20 kali lebih tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri, jika dibandingkan dengan orang normal. Diperkirakan, satu dari tiga orang dengan gangguan bipolar akan mencoba bunuh diri setidaknya satu kali selama hidupnya. Penderita gangguan bipolar yang juga memiliki masalah kecemasan memiliki risiko mencoba bunuh diri yang lebih tinggi.
3.Skizofrenia.
Skizofrenia adalah penyakit mental kronis yang menyebabkan gangguan proses berpikir. Orang dengan skizofrenia tidak bisa membedakan mana khayalan dan kenyataan. Itu sebabnya masyarakat Indonesia sering menyebut skizofrenia dengan gila. Penyakit ini juga menyebabkan pengidapnya tidak memiliki kemampuan untuk berpikir, mengingat, ataupun memahami masalah tertentu (Swari, 2018).
Skizofrenia paranoid merupakan jenis skizofrenia yang paling sering ditemukan di tengah masyarakat. Gejala paling khas dari skizofrenia paranoid adalah delusi dan halusinasi. Ciri khas halusinasi di mana seseorang yang terkena skizofrenia paranoid sering mendengar, melihat, mencium, atau merasakan hal-hal yang tidak nyata. Paling sering mereka mendengar suara yang jelas dari orang yang dikenal ataupun orang yang tidak dikenal. Suara ini mungkin akan memberi tahu penderita untuk melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, seperti bunuh diri atau membunuh orang lain. Sedangkan ciri khas delusi, di mana seseorang dengan skizofrenia paranoid juga mungkin memiliki keyakinan kuat akan suatu hal yang salah, misalnya merasa orang lain ingin mencelakakan atau membunuh dirinya. Gejala skizofrenia yang satu ini akan berdampak langsung pada perilaku pengidapnya (Swari, 2018).
4. Borderline personality disorder.
Borderline personality disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang adalah sejenis gangguan kepribadian tetapi tidak hanya sebatas gejala penyakit mental saja. Penyakit ini merupakan gangguan emosional yang menyebabkan ketidakstabilan emosi dan mengakibatkan stres serta masalah lainnya. Pasien akan merasa bahwa perasaan mereka menyimpang yang membuat mereka berpikir dirinya tidak berharga juga cacat (Swari, 2018).
Gangguan kepribadian ini memiliki tanda-tanda dan gejala sebagai berikut:
Ketidakstabilan kesadaran pribadi yang berkepanjangan
Berlaku impulsif
Keinginan bunuh diri atau melukai diri sendiri
Suasana hati yang tidak menentu
Merasa hampa yang berlangsung terus menerus
Marah yang tak terkendali atau bahkan melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain sebagai reaksi dari rasa marah yang dialaminya
Mengalami ketakutan yang amat sangat atau paranoid
Selain masalah kejiwaan, Joseph (2019) juga mengemukakan terdapat faktor lain yang dapat memicu bunuh diri, sebagai berikut:
1. Pengalaman buruk yang memicu trauma.
Trauma yang terjadi pada masa kecil dapat terbentuk di dalam alam bawah sadar seseorang. Pada akhirnya, akan terasa adanya kesulitan untuk keluar dari trauma tersebut. Trauma tersebut akan menghambat seseorang, bahkan jika seseorang tidak sanggup memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri atas hal buruk yang terjadi padanya. Dampak fatalnya, ia berisiko bunuh diri.
2. Masalah sosial.
Ada beberapa orang yang berniat tidak ingin bunuh diri. Sayangnya, karena orang tersebut tidak bisa bertahan dan keluar dari masalah sosial yang dihadapi , akhirnya ia memilih bunuh diri. Masalah sosial seperti dikucilkan, bullying, atau bahkan dikhianati bisa menjadi pemicu orang berpikir mengakhiri hidupnya. Beberapa orang berpikir dengan mencelakai dirinya sendiri, ini dapat menyadarkan orang-orang yang menyakitinya.
3. Filosofi tentang kematian.
Beberapa orang memiliki filosofi berbeda tentang kematian. Bahkan muncul istilah orang yang bunuh diri, bukan ingin mengakhiri hidupnya, tetapi ingin mengakhiri rasa sakit yang dirasakan. Rasa sakit di sini bisa mengacu pada rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Orang-orang seperti ini tidak dalam keadaan depresi. Mereka melihat tidak adanya peluang untuk hidup, sehingga memilih takdirnya sendiri dengan mempercepat untuk mengakhiri rasa sakit tersebut.
4. Faktor keturunan.
Riwayat keturunan genetik juga bisa menyebabkan seseorang melakukan bunuh diri. Jika ada keluarga Anda yang memiliki riwayat bunuh diri, Anda perlu melatih adanya pikiran positif ketika memiliki masalah berat atau dalam keadaan apa pun, tetaplah berpikir positif.
Untuk mengenali adanya indikasi untuk bunuh diri, Joseph (2019) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tanda yang mungkin diperlihatkan atau ditunjukkan oleh seseorang yang memiliki kenginginan untuk bunuh diri, seperti:
Selalu berbicara putus asa atau menyerah
Selalu membicarakan tentang kematian
Melakukan tindakan yang mengantar pada kematian, seperti menyetir ugal-ugalan, melakukan olahraga ekstrem tanpa berhati-hati, atau mengonsumsi dosis obat berlebihan
Kehilangan minat pada hal yang ia sukai
Berbicara atau mem-posting sesuatu dengan kata-kata galau masalah hidup, seperti tidak ada harapan dan merasa tidak berharga
Mengatakan sesuatu yang menyalahkan dirinya seperti ini semua tidak akan terjadi jika aku tidak ada di sini atau anggapan mereka akan lebih baik tanpa diriku
Perubahan suasana hati yang drastis, dari sedih bisa tiba-tiba merasa bahagia
Berbicara tentang kematian dan bunuh diri
Mengucapkan selamat tinggal pada seseorang, padahal ia tak ada rencana pergi ke mana-mana.
Depresi berat yang membuatnya memiliki gangguan tidur
Dengan demikian, jika kamu menyadari dirimu atau orang di sekitarmu memiliki tindak-tanduk yang mengarah pada percobaan bunuh diri, gak ada salahnya mencari pertolongan ya. Kamu bisa mulai dari orang terdekat dan yang paling menyayangimu. Jangan pula sungkan untuk berkonsultasi pada psikolog atau psikiater, mereka dengan senang hati akan membantu.
Source
- Damarjati, D. (2019, Januari 19). Tingkat Bunuh Diri Indonesia Dibanding Negara-negara Lain. Detik. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4391681/tingkat-bunuh-diri-indonesia-dibanding-negara-negara-lain.
- Joseph, N. (2019, Maret 15). Berbagai Penyebab Utama Seseorang Ingin Bunuh Diri. Hellosehat. Diakses dari https://hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/penyebab-ingin-bunuh-diri/
- Lestari, R., & Dewantara, A. (2018). Misteri Satu Keluarga Tewas Dengan Luka Tembak Di Kepala Ditinjau Dari Teori Moralitas Intrinsik, Eudaemonisme Serta Keutamaan Moral dan Pertumbuhannya. INA-RXiv Papers. Diakses dari https://osf.io/preprints/inarxiv/r2zem/
- Swari, R.C. (2018, Maret 12). Apa itu gangguan kepribadian ambang (borderline)?. Hellosehat. Diakses dari https://hellosehat.com/penyakit/gangguan-kepribadian-ambang-borderline/
- Swari, R.C. (2018, April 25). Apa itu skizofrenia?. Hellosehat. Diakses dari https://hellosehat.com/penyakit/skizofrenia/