Belakangan media sempat diramaikan dengan berita dari anak sulung Dian Sastro, Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo yang menderita autisme.Pada suatu kesempatan dalam acara Spesial Kids Expo 2019 yang diadakan di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta Pusat, Sabtu (24/8/2019), Dian menceritakan pernah suatu kali Shailendra menangis meraung-raung di sekolah hanya karena lupa membawa buku catatan Bahasa Inggris. Menurut Dian, seluruh warga sekolah bekerja sama untuk menenangkan kondisi Shailendra saat itu.
Yang dialami Shailendra adalah salah satu gejala yang timbul akibat menderita autisme. Bagi penderita autisme, hal kecil yang mengganggu kondisi emosional dapat berubah menjadi sebuah masalah yang besar.
Autisme merupakan sebuah gangguan perkembangan yang terjadi pada otak yang mengakibatkan otak tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal.Gangguan autisme menghambat kemampuan penderitanya dalam berhubungan sosial, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain.Selain itu, penderita autisme sering kali juga menunjukkan perilaku mengulang-ulang dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal.
Gejala gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia 3 bulan sejak kelahiran hingga maksimal 3 tahun.Meskipun autisme merupakan kelainan yang tidak dapat disembuhkan secara total, gejala-gejala autisme perlu disadari sejak dini guna memberikan dorongan pada penderita autisme agar dapat menyesuaikan kondisinya. Dengan demikian, penderita autisme dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik.Melalui berbagai metode terapis dan obat-obatan, penderita autisme memiliki peluang yang lebih lebar untuk berkembang lebih baik dan mandiri.
Merangkum dari berbagai sumber, berikut adalah gejala-gejala autisme yang perlu diwaspadai.
1.Tidak merespons ketika dipanggil, meskipun kemampuan pendengarannya normal
2.Tidak pernah mengungkapkan emosi dan tidak peka terhadap perasaan orang lain
3.Tidak bisa memulai atau meneruskan percakapan
4.Sering mengulang kata (echolalia), tapi tidak memahami penggunaannya secara tepat
5.Sering menghindari kontak mata dan kurang menunjukkan ekspresi
6.Nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot
7.Lebih senang menyendiri, seperti ada di dunianya sendiri
8.Cenderung tidak memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana
9.Enggan berbagi, berbicara, atau bermain dengan orang lain
10. Menghindari dan menolak kontak fisik dengan orang lain
Sementara itu, gangguan pada perilaku autisme biasanya muncul sebagai berikut.
1.Sensitif terhadap cahaya, sentuhan, atau suara tapi tidak merespons terhadap rasa sakit
2.Rutin menjalani aktivitas tertentu dan marah jika ada perubahan
3.Memiliki kelainan pada sikap tubuh atau pola gerakan, misalnya selalu berjalan dengan berjinjit
4.Melakukan gerakan repetitif, misalnya mengibaskan tangan atau mengayunkan tubuh ke depan dan belakang
5.Hanya memilih makanan tertentu, misalnya makanan dengan tekstur tertentu
Jika mengetahui gejala tersebut terjadi, alangkah baiknya jika tindakan yang tepat segera dilakukan. Semakin dini penanganan terhadap penderita autisme yang dilakukan, hasilnya akan semakin baik dan efektif.
Menyitir situs alodoktor.com, ada beragam cara yang dapat ditempuh untuk menangani autisme.Terapi adalah salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan penderita autisme. Melalui terapi, penderita diharapkan dapat mandiri dalam menjalani aktivitas sehari-hari.Beberapa terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Terapi perilaku dan komunikasi.
Terapi ini memberikan sejumlah pengajaran pada penderita, mencakup kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun nonverbal, meliputi:
-Applied behaviour analysis (ABA).
Terapi Analisis Perilaku Terapan membantu penderita berperilaku positif pada segala situasi. Terapi ini juga membantu penderita mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan meninggalkan perilaku negatif.
-Developmental, individual differences, relationship-based approach (DIR).
DIR atau biasa disebut Floortime, berfokus pada pengembangan hubungan emosional antara anak autis dan keluarga.
- Occupational therapy.
Terapi okupasi mendorong penderita untuk hidup mandiri, dengan mengajarkan beberapa kemampuan dasar seperti berpakaian, makan, mandi, dan berinteraksi dengan orang lain.
-Speech therapy.
Terapi wicara membantu penderita autis untuk belajar mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
- Treatment and education of autistic and related communication-handicapped children (TEACCH).
Terapi ini menggunakan petunjuk visual seperti gambar yang menunjukkan tahapan melakukan sesuatu. TEACCH akan membantu penderita memahami bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya untuk berganti pakaian.
- The picture exchange communication system (PECS).
Terapi ini juga menggunakan petunjuk visual seperti TEACCH. Namun PECS menggunakan simbol, untuk membantu penderita berkomunikasi dan belajar mengajukan pertanyaan.
2.Terapi keluarga.
Terapi keluarga berfokus membantu orang tua dan keluarga penderita autisme. Melalui terapi ini, keluarga akan belajar cara berinteraksi dengan penderita, dan mengajarkan penderita berbicara dan berperilaku normal.
3. Obat-obatan.
Walau tidak bisa menyembuhkan autisme, obat-obatan dapat diberikan guna mengendalikan gejala. Contohnya, obat antipsikotik untuk mengatasi masalah perilaku, obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang, antidepresan untuk meredakan depresi, dan melatonin untuk mengatasi gangguan tidur.
Gejala dan penanganan terhadap pengidap autisme penting untuk dipahami, mengingat risiko yang dihadapi penderita autisme sangatlah kompleks. Jika tidak diperlakukan dengan baik, kehidupan dan masa depan mereka akan berjalan dan berujung pada kemungkinan-kemungkinan yang buruk.
Hingga saat ini autisme menjadi salah satu gangguanyang penyebabnya masih belum diketahui. Dokter percaya faktor genetis memiliki kendali yang cukup besar untuk menentukan kondisi kesehatan sang buah hati.
Kendati demikian, ada beberapa kiat yang dapat dilakukan untuk menciptakan peluang bayi lahir sehat, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya anak lahir autis.
1. Menjalani pola hidup sehat dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, mengonsumsi makanan dengan nutrisi yang seimbang, dan jangan lupa melakukan olahraga
2. Sebelum masa melahirkan, pastikan untuk melakukan perawatan, serta jangan lupa untuk mengonsumsi vitamin dan suplemen yang dianjurkan
3. Hindari minum minuman beralkohol
4. Sebaiknya hindari konsumsi obat-obatan selama masa kehamilan. Konsultasikan kepada dokter sebelum mengambil mengambil keputusan untuk mengonsumsi obat-obatan
5. Pastikan sudah memperoleh vaksin sebelum hamil, terutama vaksin rubella
6. Segera lakukan perawatan medis dan ikuti saran dokter bila merasa ada yang bermasalah dengan kondisi kesehatan, terlebih lagi bila menderita penyakit celiac atau fenilketonuria.
Source
- https://www.webmd.com/brain/autism/can-you-prevent-autism
- https://www.alodokter.com