Miras lokal bernama ciu, siapa yang tidak tahu?Sentra industri yang menghasilkan ciu salah satunya ada di Desa Bekonang, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, Jateng. Desa tersebut selama ini menjadi sentra industri alkohol atau ethanol. Namun, bukan karena produksi alkoholnya yang membuat Bekonang terkenal. Melainkan, karena produk minuman keras yang bernama "ciu". Bahan ethanol setengah jadi yang disebut ciu tersebut sudah cukup dikenal luas masyarakat.
Produksi alkohol di Desa Bekonang sendiri sudah berjalan cukup lama. Bahkan, produksinya telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Hanya saja, sejak awal warga memang tidak memproduksi alkohol. Saat itu, warga memang memproduksi minuman keras ciu dengan bahan tetes tebu. Hal itu berlangsung bertahun-tahun hingga sekarang. Meski sudah ada pembinaan agar warga memproduksi alkohol, perajin tetap nekat dengan produk ciunya.
Ketua Paguyuban Perajin Alkohol Desa Bekonang Sabariyon mengatakan, sejak ada larangan memproduksi ciu, perajin beralih memproduksi ethanol atau alkohol pada tahun 1981. Saat itu, Pemkab Sukoharjo memberikan pembinaan dan diarahkan untuk memproduksi alkohol. Waktu itu, Pemkab juga memberikan bantuan alat penyulingan sederhana untuk pembuatan ethanol medis. Dengan beralih memproduksi alkohol, maka perajin juga bisa mengurus perizinan. Pasalnya, Pemkab tidak memberikan izin usaha untuk produksi ciu. Hanya saja, tidak semua perajin mau melakukannya dan memilih produksi ciu karena lebih menguntungkan.
Saat ini jumlah perajin yang memproduksi ciu justru lebih banyak dibandingkan perajin yang memproduksi alkohol. Perbandingannya 70:30. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, jumlah perajin ethanol atau alkohol di Desa Bekonang meningkat signifikan. Saat ini, jumlah perajin alkohol sekitar 115-130 orang. Padahal, jumlah perajin alkohol dalam 10 tahun lalu hanya sekitar 60-70 orang.
Sabar menuturkan, tiap perajin alkohol dalam satu hari bisa menghasilkan 25-30 liter per hari. Begitu pula untuk jumlah produksi ciu sekitar 130 perajin diperhitungkan bisa mencapai belasan ribu liter per hari. Sabar-sapaan akrab Sabariyono-berasumsi, 30 liter alkohol dihasilkan dari 90 liter ciu. Perbandingannya, tiga liter ciu bisa menghasilkan satu liter alkohol. Untuk itu, jika satu perajin bisa menghasilkan 25-30 liter alkohol per hari, produksi ciu per perajin sekitar 90-100 liter per hari.
Sabar juga mengatakan, perajin alkohol maupun ciu menyebar di sejumlah desa di Sukoharjo. Jadi, produksi tidak hanya terpusat di Desa Bekonang, Mojolaban. Saat ini, jelasnya, di Desa Bekonang produksi alkohol maupun ciu dilakukan di Dukuh Sentul, Sembung, dan Jetis. Selain itu, juga dilakukan di Desa Cangkol. Untuk di luar Mojolaban, alkohol dan ciu juga diproduksi di Kecamatan Polokarto. Setidaknya, ciu di produksi di Desa Ngombakan, Bugel, Bakalan, serta Karangwuni.
Untuk harga ciu sendiri, dari penelusuran di Desa Bekonang harganya bervariasi. Setiap liternya ada yang dijual Rp9.000 hingga Rp12.000.
Pemkab Sukoharjo sudah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) No 7/2012 tentang Pengawasan, Pengendalian Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Miras). Perda kemudian direvisi di tahun 2017 lalu. Intinya, dalam Perda tersebut, dengan jelas produksi ciu dilarang. Revisi perda juga memberikan sanksi lebih berat bagi penjualnya.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Sukoharjo Sutarmo mengatakan, Perda tersebut sebagai batasan pagi perajin untuk tidak memproduksi ciu. Pasalnya, sesuai izin usaha, perajin hanya boleh memprouksi alkohol. Jika perajin ketahuan memproduksi ciu, izin usaha akan dicabut.
Ketua Paguyuban Perajin Alkohol Desa Bekonang Sabariyono menilai Perda sulit diterapkan jika tidak ada pengawasan. Pasalnya, perajin merasa lebih untung untuk memproduksi ciu daripada ethanol atau alkohol.
Sebenarnya, setiap perajin pasti melalui tahap pembuatan ciu yang menggunakan bahan tetes tebu. Pasalnya, ciu sendiri merupakan bahan dasar untuk membuat ethanol. Hanya saja, sebelum benar-benar jadi ethanol, ciu masih melalui dua tahap penyulingan.
Dari produk ciu, masih dibutuhkan dua kali lagi proses penyulingan. Penyulingan pertama akan menghasilkan ethanol berkadar alkohol 75% dan penyulingan terakhir menghasilkan kadar 90%. Mau tidaknya perajin memproduksi ethanol, dikatakan Sabar tergantung dari perajin itu sendiri. Hanya saja, perajin lebih tertarik untuk membuat ciu karena prosesnya lebih cepat dan hasilnya juga menguntungkan. Dengan kata lain, perajin akan lebih cepat mendapatkan uang.
Disisi lain, aparat penegak hukumpun intensif melakukan penindakan. Razia miras khususnya ciu rutin digelar karena ciu juga dikirim ke luar daerah dan jadi bahan dasar miras oplosan. Barang bukti ciu yang disita pun lantas dimusnahkan. Penjual maupu pengedar yang terkena razia pun diproses hukum. (*)
Source
- Dokumen pribadi