Pada abad 21 ini, teknologi berkembang dengan sangat pesat. Gelombang besar inovasi yang terus menggulung mengantarkan umat manusia menuju era di mana teknologi menjadi kebutuhan utama bagi setiap individu. Revolusi industri 4.0 menjadi era baru di mana semua pekerjaan dapat diotomasi dengan mesin dan jaringan yang sudah ditanamkan sistem pintar.
Internet pun sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari kalangan muda hingga tua, semua mengenal internet dan menggunakannya. Menurut data survei Databoks, tercatat pengguna internet di Indonesia tahun 2019 mencapai 107,2 juta jiwa, hampir setengah dari total penduduk negara Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan kemudahan akses internet di tiap daerah.
Hal ini justru berbanding terbalik dengan pajak di Indonesia. Dari data yang dipaparkan oleh otoritas pajak pada tahun 2018, tercatat dari 265 juta jiwa, 35,5 juta jiwa terdaftar wajib pajak, 11,1 juta jiwa melakukan pelaporan pajak, dan yang membayar pajak hanya 1,3 juta jiwa. Angka tersebut menunjukkan bahwa yang sadar dan membayar pajak tidak sampai 1% dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018. Di lain sisi, dari hasil survei daring tahun 2018 yang melibatkan 2000 responden wajib pajak menunjukkan bahwa 90% generasi milenial sudah sadar akan pajak.
Pada dasarnya, semua orang tahu akan pajak, namun tidak memahami sistem dari pajak dan tidak tahu bagaimana cara menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan. Akibatnya, muncul rasa enggan dan takut dalam membayar pajak. Belum lagi kasus-kasus korupsi pajak yang terus ada memberikan dampak besar, yaitu berkurangnya warga yang sadar dan membayar pajak.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?
Pada awal era pemerintahan Presiden Jokowi, beliau sudah mencoba mempermudah sistem-sistem pemerintahan yang terlalu rumit dengan menggunakan sistem digital yang lebih efisien. Sehingga kemudahan dan kecepatan pelayanan menjadi poin utama. Selain itu, di era revolusi industri 4.0 ini setiap individu mengerti dan memahami bagaimana cara mengakses dan menggunakan sistem digital.
Jika demikian, digitalisasi sistem pajak dengan media internet bisa menjadi solusi yang bisa digunakan. Selain itu, e-money atau uang elektronik sudah banyak digunakan oleh warga Indonesia. Sistem ini pun sudah diberi lampu hijau oleh BI lewat Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 mengenai Penyelenggaraan Uang Elektronik. Dengan penggabungan antara sistem uang elektronik yang ada dengan sistem pajak digital, maka sistem pajak digital akan mudah diterima masyarakat.
Bagaimana sistem pajak digital yang diperlukan?
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh sistem pajak digital ini agar bisa diterima dan dapat meningkatkan kesadaran bayar pajak warga Indonesia, di antaranya sebagai berikut:
1. Sistem digital pajak berupa aplikasi android/ios yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, sehingga bisa dengan mudah diterima dan digunakan. Karena dilansir dari We Are Social, 60% pengakses internet menggunakan smartphonesehingga aplikasi smartphone bisa menjadi ujung tombak digitalisasi sistem pajak.
Selain itu, aplikasi perpajakan ini harus interaktif, komunikatif, dan edukatif sehingga penggguna yang tidak mengerti akan sistem pajak bisa memahami bagaimana sistem perpajakan dan bisa bertanya tentang perpajakan melalui aplikasi ini. Perlu ditambahkan fitur kalkulasi pajak karena ketakutan utama warga Indonesia adalah ketidaktahuan cara penghitungan pajak.
2. Sistem digital pajak ini harus terintegrasi dengan badan keuangan dan badan sipil. Hal ini bertujuan agar setiap warga atau pengguna aplikasi hanya memiliki satu akun dan bisa melakukan pembayaran melalui uang elektronik atau langsung ke badan keuangan yang menangani. Diperlukan kerja sama dari berbagai badan keuangan. Namun jika memungkinkan, perlu dibuat suatu badan keuangan khusus untuk melayani pembayaran seperti loket sehingga bisa menjangkau warga di daerah yang terpencil.
3. Sistem digital pajak harus memiliki keamanan yang tinggi dan reliable. Sehingga transaksi maupun data pengguna tetap aman dari tindakan kejahatan seperti penyadapan atau hacking. Perlu perhatian khusus di sektor ini karena data dan keamanan pengguna adalah prioritas. Melalui kerja sama dengan badan pertahanan atau badan komunikasi, hal ini bisa direalisasikan.
Dampak apa yang muncul akibat sistem digital pajak?
Akan muncul dampak negatif dan positif atas digitalisasi sistem pajak ini. Seperti perlu anggaran besar yang perlu dikucurkan oleh Pemerintah dalam pembuatan sistem ini karena sistem yang interaktif, komunikatif, edukatif, mudah diakses dan menjamin keamanan tidak murah. Perlu kerja sama dengan banyak pihak dan perlu infrastruktur serta sumber daya manusia yang mumpuni.
Namun, ada berbagai hal positif yang bisa diperoleh.Dari kalangan muda dan tua akan bisa memahami pajak dengan lebih mudah dibandingkan dengan pelajaran di sekolah. Lapangan kerja akan meningkat karena dibutuhkan tenaga ahli di bidang IT, keamanan, cloud, atau big data yang merupakan kompetensi baru era revolusi industri 4.0.
Dengan digitalisasi sistem pajak ini diharapkan peningkatan angka sadar dan membayar pajak meningkat. Sehingga pajak negara Indonesia bisa menjadi penopang negara Indonesia dari segi infrastruktur, sosial, pendidikan, dan lainnya. Pada akhirnya cita-cita negara Indonesia yaitu kesejahteraan rakyat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 bisa tercapai.