Menurut para ahli, meningkatnya suhuBumi yang memicu berbagai kasus cuaca ekstrem di seluruh penjuru dunia berpotensi mengakibatkan peningkatan gangguan penyakit dan kematian akibat suhu yang panas, serta ancaman penyakit menular baru.
Ilmuwan memperkirakan musim panas pada tahun mendatang akan "menghancurkan" rekor catatan suhu. Menurut ilmuwan, negara-negara berkembang dan pulau-pulau kecil akan merasakan dampak buruk yang besar akibat fenomena ini.
Berdasarkan artikel jurnal yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Investigation, memaparkan bahwa akibat perubahan iklim memungkinkan akan lebih rutin mengalami hipertermia (kram otot akibat suhu tinggi), kepanasan parah (heat exhaustion), dan sengatan panas (heatstroke) fatal hingga berpotensi menyebabkan kematian yang meningkat.
Lantas, bagaimana sebenarnya perubahan iklim memengaruhi suhu tubuh manusia?
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh inti ideal. Secara otomatis memiliki kemampuan untuk mengatur diri mereka sendiri dalam beberapa derajat dari suhu tubuh inti ideal 36,6 Celcius.
Suhu tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama lingkungan. Setiap manusia memiliki homeostasis (mekanisme internal yang menjaga stabilitas tubuh untuk bertahan hidup).
Berkat homeostatis manusia belajar menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan memicu untuk beradaptasi dengan suhu eksternal (atau luar). Contohnya seperti mengenakan selimut ketika merasa dingin atau menyalakan AC ketika merasa kepanasan.
Menurut Profesor Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Rexford Ahima mengatakan peningkatan suhu yang ekstrem ini akan membuat gelombang panas menjadi lebih intens.Kelompok yang paling merasakan dampak dari cuaca panas yang ekstrem adalah anak-anak, orang tua, penderita penyakit kronis dan orang-orang yang tinggal di area penampungan yang kurang terlayani dengan baik (misal panti jompo).
Peningkatan suhu ekstrem ini diperkirakan akan paling terasa di wilayah tropis dan sub-tropis, menurut Ahima. Tentu saja Indonesia sebagai wilayah tropis akan termasuk di dalamnya.
Tapi, mengapa baru sekarang kita mulai merasa panik?
Suhu panas ekstrem bukanlah sesuatu yang baru. Faktanya, bahkan suhu panas esktrem ini telah terasa di seluruh dunia sejak tahun lalu.Di Amerika Serikat, gelombang panas mengancam sekitar 157 juta orang Amerika pada bulan Juli 2019. Pada saat yang sama, suhu di Alaska naik hingga 32 derajat celcius, mencapai suhu tertinggi sepanjang masa di Alaska.
Sedangkan Australia mengalami suhu ekstrem selama berbulan-bulan hingga memecahkan rekor pada bulan Desember ketika terjadi kebakaran hutan di seluruh negara bagian New South Wales dan terus menyebar. Kebarakan akibat suhu ekstrem tersebut telah mengakibatkan 34 korban jiwa dan kematian satu miliar hewan.
"Panas ekstrem yang dipicu oleh pemanasan global merupakan ancaman eksistensial terhadap populasi manusia," tulis Ahima dalam jurnal medis yang ditulisnya.Selanjutnya ia menambahkan bahwa solusi harus mencakup "strategi jangka pendek untuk beradaptasi dengan suhu saat ini, serta strategi jangka panjang untuk secara drastis mengurangi emisi gas rumah kaca di masa depan. "
Kemunculan penyakit baru akibat suhu panas yang ekstrem.
Suhu yang tinggi dapat menyebabkan penyakit menular baru, menurut Arturo Casadevall, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins.Hal itu dikarenakan karena mikroba memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan mudah di suhu yang lebih hangat.Mikroba hidup di air, tanah, udara, dan di dalam tubuh manusia. Beberapa jenis mikroba dapat membuat kita sakit seperti bakteri, virus, dan jamur.
Sistem kekebalan manusia memiliki kemampuan untuk melindungi dari penyakit menular, termasuk kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh yang stabil.Salah satu pertahanan ini dikenal sebagai endothermy, yang membuat tubuh kita hangat, melindungi kita dari mikroba yang berpotensi berbahaya.Salah satu contohnya adalah ketika kita terserang demam karena infeksi, tubuh bekerja untuk membunuh virus atau bakteri yang menyebabkan infeksi.
Tetapi Casadevall berpendapat bahwa beberapa spesies jamur dapat beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi, dan mereka yang dapat menghasilkan penyakit baru yang "akan menerobos" pertahanan yang diberikan oleh sistem kekebalan tubuh manusia.
Casadevall mengatakan bahwa sejumlah besar spesies jamur diketahui telah mampu mengalahkan kekebalan tanaman dan hewan berdarah dingin.
"Jika [jamur] dapat beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi, itu bisa menimbulkan ancaman baru bagi manusia," kata Casadevall.
Casadevall mengatakan logika yang sama dapat diterapkan pada virus, bakteri, dan parasit.
"Jika ancaman muncul, kita harus segera menciptakan obat-obatan untuk menghadapi penyakit menular baru yang telah bertransformasi," kata Casadevall.
WHO pada bulan ini menetapkan perubahan iklim, penyakit menular, dan resistensi antimikroba di antara tantangan kesehatan terbesar yang akan dihadapi manusia dalam satu dekade ke depan.WHO juga mencatat bahwa perubahan iklim telah dikaitkan dengan penyebaran penyakit menular seperti malaria.
Oleh karena itu, sebagiknya kita mulai berhati-hati dan tetap menjaga kesehatan imun. Selain itu juga melakukan berbagai upaya untuk menekan perubahan iklim yang akan merugikan kelangsungan hidup manusia.
Source
- https://edition.cnn.com/2020/01/29/health/climate-change-temperatures-health/index.html