Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dari keterikatan dengan budaya dan tradisi. Budaya menjadi salah satu dari identitas dari golongan masyarakat yang mendiami suatu wilayah. Budaya yang berkelanjutan pada akhirnya akan menciptakan hukum adat yang bersifat wajib. Kewajiban terhadap hukum adat adalah mengenai etika dan bukan kewajiban yang bersifat formal.

Tradisi di Jawa sebagian besar masih dalam pikiran masyarakatnya. Sehingga seperti tradisi selamatan sumber air dan juga selamatan malam Jumat masih banyak dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Dalam filosofi aliran Deontologis, suatu tindakan manusia berdasarkan baik dan buruknya tindakan. Sehingga apa pun yang membawa bagi bagi diri sendiri maka hal tersebut berubah menjadi kewajiban untuk dilakukan. Manusia baik ketika telah melakukan kewajiban dengan menggunakan apa pun yang telah dimiliki, seperti harta, tahta, kesehatan, dan lain-lain.

Ilmu filsafat sendiri memberikan kontribusi dalam penyelesaian hidup manusia. Pertanyaan-pertanyaan tak terselesaikan akan menemukan jawaban yang bijak pada akhirnya dengan berpikir menggunakan ilmu pengetahuan. Dari sini akal pikiran manusia digunakan dalam mencari kebenaran dan titik temu di antara permasalahan.

Aliran Filosofi Deontologis menekankan tindakan manusia yang didasarkan pada kewajiban. Dalam dengan kearifan lokal, filosofi aliran deontologis memberikan pengertian mengenai suatu kewajiban yang berhubungan dengan etika. Filsafat memiliki seputar dunia yang membahas etika yang harus dimiliki oleh masyarakat. Begitu pula dengan moral yang bersifat abstrak dan pembantuan baik tindakan buruknya tindakan manusia. Sebagaimana dikutip oleh Heryanti dalam jurnal yang berjudul Kajian Filsafat Tanggung Jawab Negara Terhadap Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Hukum Adat menyebutkan tentang pandangan seorang tokoh bernama Talcott Parsons mengenai fungsi suatu hukum. Dalam kutipannya ia menyatakan bahwa sistem hukum adalah untuk memuat dan memelihara sosial masyarakat.

Filsafat Deontologis menempatkan suatu tindakan akan dinilai baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban. Ketika manusia melakukan semua kewajibannya dapat dikatakan bahwa ia telah melakukan kebaikan. Aliran Deontologis tidak terpanah dengan ketetapan adanya konsekuensi perbuatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Deontologis melaksanakan suatu tindakan sebelum memikirkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukan. Manusia memiliki daya berupa harta, kesehatan jasmani rohani, kekuasaan, tidak akan dikatakan sebagai kebaikan selama anugrah yang dimiliki tidak dilakukan untuk memenuhi kewajibanya sebagai manusia.

Konsepsi hukum sebagai penjaga keharmonisan dalam kepentingan-kepentingan hidup masyarakat sejalan dengan kearifan lokal masyarakat adat. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal yang pada umumnya dilaksanakan oleh sebagian besar anggota masyarakat. Salah satunya yaitu dalam tradisi selamatan sumber air.

Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap tahunnya harus dilaksanakan selamatan guna menjaga keselamatan sumber air bersama. Selamatan ini dilaksanakan dengan membuat tumpeng yang kemudian dibawa menuju hulu sumber air pada desa tempat tinggalnya. Sebagai simbol balas budi terhadap penuggu sumber air, maka masyarakat juga melepaskan seekor ayam jantan di dekat sumber air. Tradisi ini akhirnya menjadi sebuah kewajiban secara etika dan moral.

Suseno mengatakan bahwa masyarakat tradisional tidak takut akan peraturan dari tradisi, namun mereka akan merasa terbebani apabila tidak melakukan hal tersebut. Dengan sendirinya, tradisi yang terjadi dalam masyarakat Jawa menimbulkan hukum adat yang bersifat wajib secara etika. Etika-etika tersebutlah kemudian tertanam rapi dalam pikiran masyarakat dan diwariskan secara turun temurun. Tindakan pemenuhan kewajiban secara moral dan etika tersebut apabila tidak dilakukan maka akan mengganggu keharmonisan dalam kepentingan masyarakat.

Contoh lain dari hubungan antara hukum adat dengan filsafat aliran deontologis pada tradisi di Jawa yaitu pembuatan saji setiap malam jumat legi. Mungkin tradisi ini masih terlalu asing di telinga masyarakat umum. Namun, pada kenyataanya tradisi ini telah berlangsung sejak lama. Seperti kajian Moch.Shofiyuddin dkk dalam jurnalnya yang berjudul Fenomenologi Ritual Malam Jumat Legi Warga Nahdlatul Ulama Desa Kemlagi, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto. Kajian tersebut meneliti mengenai tradisi masyarakat Kemlagi pada hari Jumat Legi. Tradisi yang dilakukan dengan berkumpul di suatu tempat yang ramah keramat seperti punden, makam, dan juga pohon-pohon besar.

Pada tempat tersebut mereka akan memberikan sesaji berupa makanan, minuman, dan juga uang. Dengan memberikan sesaji seperti uang, makanan, dan juga minuman maka dianggap pahala dari pemberian tersebut akan tersampaikan kepada keluarga yang telah meninggal.

Sebenarnya tradisi saji malam Jumat juga dilakukan di banyak tempat di Pulau Jawa. Hal tersebut telah tertanam menjadi suatu tradisi yang wajib dalam segi moral terhadap sesama masyarakat. Dengan mengikuti acara ritual maka bertujuan agar tidak menimbulkan malu. Selain itu juga untuk menghindari cemooh dengan menjadi bahan gunjingan dari orang-orang di lingkungan sekitar yang tentunya akan berpengaruh terhadap keseimbangan keharmonisan dalam bermasyarakat. Sebuah tradisi menyadarkan bahwa mereka merupakan anggota dari golongan dari suku masyarakat yang memiliki hukum adat.

Dengan begitu, Filsafat Deontologis menyatakan apa pun perbuatan manusia yang didasarkan pada kewajiban, baik kewajiban secara etika dan moral seperti contoh tradisi Jawa di atas maka manusia tersebut telah berbuat baik. Dengan menggunakan anugrah yang dimiliki manusia baik berupa kekayaan, kesehatan, jabatan dan lainnya maka manusia tersebut berhasil mengoptimalkan kebaikannya.

Etika Deontologis menilai tingkat moralitas manusia berdasarkan kepatuhan dan ketaatannya terhadap hukum. Karena pada hakikatnya hukum akan memberikan sebuah tanggung jawab terhadap manusia untuk memenuhi kewajibannya. Tindakan dinilai baik buruknya dari Filsafat Deontologi ketika tindakan tersebut memang baik bagi dirinya sendiri sehingga menjadi kewajiban yang harus dilakukan. Sebaliknya, ketika tindakan manusia yang buruk secara moral maka hal tersebut tidak menjadi sebuah kewajiban yang perlu dilaksanakan.

Ketika salah satu anggota masyarakat menyepelekan tradisi, terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana alam dan lain sebagainya. Maka, pelanggaran yang dilakukan juga berdampak negatif bagi diri sendiri. Dalam hal ini diketahui bahwa apa pun yang membawa dampak buruk bagi diri sendiri harus dihindari dan apabila berdampak baik terhadap diri sendiri maka hal tersebut wajib dilakukan.