Bagi umat Islam, pernikahan memiliki makna yang dalam. Pernikahan bukan hanya aktivitas yang dilaksanakan demi pemenuhan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial belaka, tapi juga merupakan bagian dari aktivitas ibadah kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Dengan demikian, pernikahan adalah aktivitas yang memiliki dimensi ganda: dimensi duniawi yang berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial, dan dimensi ukhrawi yang berkaitan dengan Sang Pencipta dengan kode sebagai bagian dari ibadah.

Islam juga mengajarkan bahwa pernikahan sebagai sebuah ikatan antara dua anak manusia memiliki tujuan yang mulia: menciptakan keluarga yang menghadirkan ketentraman (sakinah), dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) bagi seluruh anggota keluarga,seperti firman Allah dalam QS. Ar-Rum / 30: 21: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untukmu pasangan (suami / isteri) dari jenismu sendiri, cenderung kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dansayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Untuk mewujudkan hal tersebut, kedua belah pihak (calon suami dan istri) harus memahami bahwa kehidupan berkeluarga menentramkan dan penuh kasih sayang tersebut, hanya akan terwujud apabila kebutuhan yang mengiringi pernikahan dari mana ke masa terpenuhi dengan baik. Dan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, selain kerja sama yang erat antara suami dan istri, keduanya harus memahami apa saja kebutuhan yang mungkin timbul dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga nanti, juga halangan yang muncul dalam pemenuhannya serta strategi yang dapat dipergunakan untuk mencapai pemenuhan tersebut.

Beragam kebutuhan keluarga.

Ini ragam kebutuhan yang diperlukan dalam sebuah keluarga

Kebutuhan keluarga adalah tiang utama bagi kehidupan sebuah keluarga. Pemenuhannya merupakan keharusan, sedangkan kekurangannya merupakan awal dari kehancuran sebuah keluarga. Dan karena itu pemenuhan kebutuhan tersebut harus menjadi perhatian penting dari seluruh anggota keluarga. Secara garis besar, kebutuhan keluarga ini terdiri dari dua jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan yang bersifat materi dan kebutuhan yang bersifat immateri.

1. Kebutuhan yang bersifat materi.

Kebutuhan keluarga yang bersifat materi merupakan kebutuhan keluarga yang membutuhkan dukungan financial (keuangan). Kebutuhan keluarga yang bersifat materi ini terdiri dari dua hal, yaitu kebutuhan fisik dan kebutuhan non fisik. Kebutuhan fisik terdiri dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan non fisik seperti biaya-biaya yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, pengamanan, rekreasi/hiburan, dan lainnya.

Pemenuhan kebutuhan tersebut, baik fisik dan non fisik, membutuhkan perhatian dan kerja sama suami-istri. Kedua elemen utama dalam rumah tangga ini harus duduk bersama dalam merancang dan menetapkan skala prioritas yang harus dicapai dalam perjalanan pernikahan mereka.

Dalam kebutuhan fisik misalnya, keluarga baru bisa jadi akan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan, misalnya, suami dan istri masih berada di awal karier mereka. Tapi bisa jadi kebutuhan papan menjadi prioritas ketika keduanya sudah memiliki tabungan yang cukup.

Demikian halnya dengan pemenuhan kebutuhan non fisik. Baik suami maupun istri harus merancang dan menetapkan prioritas kebutuhan mereka. Sebagai misal, biaya persalinan menjadi prioritas jika ternyata dalam beberapa bulan setelah perkawinan istri hamil. Kemudian biaya pendidikan menjadi prioritas ketika anak sudah mencapai usia 3-4 tahun. Dan demikian seterusnya.

2. Kebutuhan yang bersifat immateri.

Kebutuhan keluarga yang bersifat immateri (selain materi) merupakan kebutuhan keluarga yang lebih banyak berhubungan dengan rasa kenyamanan dan ketenangan anggota keluarga. Di antara contoh kebutuhan immateri ini adalah rasa mencintai dan dicintai, kasih sayang, rasa aman dan tidak takut, tenang atau tidak khawatir, merasa terlindungi, diperhatikan, dijaga, dihormati, berharga, dipercaya, dan lain sebagainya.

Pemenuhannya juga membutuhkan kesadaran dan kemauan seluruh anggota keluarga. Sikap saling menghormati dan menghargai, misalnya, dimulai dari hubungan yang saling menghormati dan menghargai antara suami dan istri. Tidak ada yang lebih dominan di antara suami dan istri karena keduanya yang berkuasa di antara suami istri karena keduanya yang setia sekata dalam suka dan duka.

Dengan hubungan suami istri yang saling menghormati dan menghargai tersebut akan berdampak pada hubungan keluarga yang lebih luas. Ketika anak lahir dan menjadi anggota keluarga yang baru, anak-anak tersebut kemudian hari akan menjadikan sikap orang tuanya sebagai contoh teladan. Anak-anak akan meniru cara orang tuanya memperlakukan anggota keluarga lainnya yang penuh penghormatan dan penghargaan. Dengan demikian, di dalam keluarga akan terbangun budaya saling menjaga, saling menghormati, saling menyayangi, saling mencintai, dan saling memerhatikan. Suasana inilah yang memiliki pengaruh penting dalam membangun suasana rumah yang damai, tenang, bahagia. Dengan hubungan yang setara antara suami dan istri, maka keduanya sama-sama merasa dihargai dan dihormati oleh pasangannya masing-masing.

Berbeda dengan kebutuhan materi, kebutuhan immateri ini tidak membutuhkan banyak uang untuk pemenuhannya. Ada banyak cara untuk memenuhinya tanpa harus bergantung kepada kemampuan finansial. Sebagai misal, suami dapat meluangkan lebih banyak waktu bersama sang istri sebagai bentuk penghargaan terhadap apa yang dilakukan oleh sang istri. Begitu pula sang istri dapat mengungkapkan rasa sayang kepada sang suami dengan memberikan pelukan atau ciuman.

Walaupun demikian pengeluaran yang dilakukan demi pemenuhan kebutuhan ini jug tidak terlarang sama sekali, seperti misalnya membelikan kado untuk istri yang sedang berulang tahun atau memasang CCTV di sebagai usaha untuk memberikan rasa aman kepada keluarga.