Agama Islam memberikan cara yang tepat untuk pengenalan atau pendekatan terhadap calon pendamping hidup, yaitu dengan taaruf. Biasanya taaruf dilakukan sebagai proses dalam menentukan pasangan untuk menjalani kehidupan ke jenjang pernikahan.

Taaruf berasal dari kata taarrofa yang artinya menjadi tahu, yang asal akarnya a-ro-fa yang berarti mengenal-perkenalan. Makna dasar taaruf diperkuat dengan penjelasan dalam Alquran surah Al-Hujurat ayat 13yang artinya:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat, [49]:13)

Dalam hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia telah diciptakan dari seorang pria dan seorang wanita agar mereka saling mengenal (li taaarafu). Kata li taaarafuu bermakna mengenal orang lain sebagai bentuk hubungan silaturahmi dan saling mengenal satu sama lain namun sesuai batasan yang ditetapkan syariat, misalnya tidak dibolehkan ikhtilat (bercampur-baur antara laki-laki dan perempuan) dan khalwat (berdua-duaan seorang laki-laki dan seorang perempuan).

Dengan demikian taaruf merupakan proses perkenalan ataupun komunikasi antara laki-laki dan perempuan untuk saling mengenal lebih serius sebelum melakukan pernikahan, sehingga disarankan agar hanya dilakukan oleh orang-orang yang telah siap lahir dan batin untuk melakukan pernikahan. Dalam hukum Islam, proses dan tata cara taaruf sebelum pernikahan tidak ditentukan secara konkret, sehingga dianjurkan untuk melakukan taaruf sebagaimana hubungan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam syariat Islam.

Konsep taaruf dinilai lebih indah dan santun karena dalam prosesnya dibingkai dengan akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak ada kebohongan atau kemaksiatan di antara salah satu pasangan. Hal ini berbeda dengan pacaran yang selalu dibingkai dengan kemaksiatan dan penyimpangan antara keduanya.

Taaruf juga merupakan proses penjajakan pra nikah yang sesuai dengan syariat Islam, di mana kedua calon pasangan yang belum menikah tidak dibiarkan untuk berduaan tanpa didampingi mahramnya dan senantiasa menjaga pandangan mereka. Oleh karena itu, dalam taaruf terdapat perantara yang memfasilitasi komunikasi dan interaksi di antara kedua calon pasangan.

Dalam proses pengenalan, kedua calon pasangan difasilitasi seorang perantara yang harus mengenal secara baik masing-masing calon. Pengenalan yang dimaksud pada konteks taaruf yakni yang sesuai dengan syariat, tidak hanya sebatas mengenal nama dan wajah seseorang saja, melainkan jauh lebih mendetail, terbuka dan jujur, seperti memberi tahu kebiasaan baik dan buruk, penyakit yang diderita, pendidikan, keluarga dan lain sebagainya.

Peran perantara sebagai fasilitator pada proses taaruf sangatlah penting, sebab perantara menjadi orang yang akan dipercayakan mengurus segala proses taaruf hingga menuju pernikahan. Perantara biasanya adalah seorang guru ngaji, ustaz atau ustazah, teman yang sudah menikah, ataupun lembaga khusus untuk proses taaruf sampai ke pernikahan. Selain itu pemilihan perantara hendaknya memperhatikan beberapa hal yaitu harus paham agama, dapat dipercaya, diutamakan yang sudah menikah, dan ada kedekatan secara personal dengan calon pasangan.

Dalam hal ini dapat disimpulkan, jika kita ingin mengenal dan mencari seorang pasangan hidup yang tepat. Alangkah baiknya, dilakukan dengan mencari keterangan yang jelas atas seseorang itu, seperti berusaha mencari tahu biografi atau riwayat hidupnya, sifatnya, karakter dirinya, dan berbagai hal lain yang patut diketahui sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Terlebih saat kita telah memilih proses taaruf yang sesuai dengan ajaran Islam.