Ketika berkendara di jalan, terkadang secara tiba-tiba terdapat gundukan yang sedikit menghambat atau mengganggu perjalanan kita.Ya, itu dinamakan polisi tidur atau alat pembatas kecepatan, namun orang Indonesia lebih suka menyebutnya dengan sebutan pertama.Polisi tidur bukan berarti polisi yang sedang tidur di jalan, namun merupakan bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahanaspalatausemen yang dipasang melintang dijalan.
Terkadang dengan keberadaan polisi tidur membuat jengkel beberapa orang, contohnya ketika sedang berkendara tiba-tiba ada polisi tidur yang membuat pengendara tersebut terkejut atau mungkin bagi para perempuan yang suka dandan di mobil karena terburu-buru ketika ada polisi tidur make up-nya langsung berantakan. Hayo, siapa yang pernah ngalamin ini?
Namun, walaupun dianggap sebagai Pengganggu Jalanan, keberadaan polisi tidur tersebut memiliki tujuan penting, yaitu memperlambat laju kendaraan dan untuk meningkatkan keselamatan serta kesehatan bagi pengguna jalan.
Pada kesempatan kali ini,adalah beberapa informasi terkait sang Pengganggu Jalanan atau yang lebih dikenal dengan sebutan polisi tidur.
1. Asal kata polisi tidur.
Tidak dijelaskan secara rinci siapa pencipta kata polisi tidur. Konon kata polisi tidur berasal dari bahasa Inggris yaitu sleeping policeman yang muncul pada Oxford English Dictionary pada tahun 1973.
Sedangkan di Indonesia, asal mula kata polisi tidur sudah berada pada kamus idiom Bahasa Indonesia tahun 1984, namun belum terdaftar pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi pertama tahun 1988 dan edisi kedua tahun 1991.
Akhirnya, kata polisi tidur mulai diakui pada KBBI edisi ketiga tahun 2001 yang diberi makna bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk menghambat laju kendaraan".
2. Membuat polisi tidur tidak boleh asal-asalan.
Ketika hendak membuat polisi tidur, maka tidak dapat membuatnya secara asal-asalan begitu saja. Ini dikarenakan pembuatan polisi tidur telah diatur pada Keputusan Mentri Perhubungan Nomor KM.3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Jalan.
Dalam pasal 4 keputusan tersebut dijelaskan bahwa polisi tidur harus ditempatkan pada jalan di lingkungan pemukiman, jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III C dan jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi dengan dilengkapi oleh rambu peringatan.
Sedangkan dalam pasal 5 keputusan tersebut dijelaskan bahwa polisi tidur atau alat pembatas kecepatan harus dibuat dengan ketinggian maksimal 12 cm, lebar minimal 15 cm, dan sisi miring dengan kelandaian maksimal 15 persen.
3. Polisi tidur di Indonesia banyak yang tidak layak.
Faktanya, masih banyak polisi tidur di Indonesia yang tidak layak atau pembangunannya tidak sesuai aturan. Seperti pembuatan polisi tidur yang tidak sesuai spesifikasi maupun tidak adanya rambu peringatan sebelum polisi tidur.
Oleh karena itu, sosialisasi terkait pembuatan polisi tidur perlu digalakkan agar masyarakat paham tentang tata cara dan peraturan dalam pembuatan polisi tidur dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Melanggar? Pidana menantimu.
Bagi siapa saja yang tidak mengindahkan aturan dalam pembuatan polisi tidur maka dianggap melanggar Pasal 274 dan 275 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum yaitu
"Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)".
Oleh karena itu, apabila kita ingin membuat polisi tidur harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak terkait, seperti kepolisan atau dinas perhubungan. Agar dapat terhindar dari ancaman hukuman pidana tersebut.
5. Polisi tidur diharamkan.
Ini terjadi di Kota Samarinda sejak tahun 2013 lalu di mana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Samarinda memberlakukan fatwa makruh sampai haram tentang keberadaan polisi tidur di wilayah Kota Samarinda. Fatwa tersebut dikeluarkan berdasarkan landasan agama.
Hal tersebut dilakukan karena keberadaan polisi tidur dianggap menghambat dan membahayakan perjalanan pengendara. Menurut KH. Zaini Naim, Ketua MUI Kota Samarinda mengatakan, Kalau keberadaan polisi tidur hanya mengganggu pengguna jalan, itu makruh hukumnya. Namun, kalau sampai menelan korban jiwa, hukumnya haram.
7. Polisi tidur yang semakin menarik.
Sebelumnya, polisi tidur pada umumnya dibuat berupa gundukan dengan bahan tambahan semen atau aspal. Namun sekarang, desain dan material pembuat polisi tidur sudah semakin modern.
Kita mulai dari desainnya, polisi tidur sebelumnya hanya berupa gundukan saja. Namun, pada zaman sekarang desain polisi tidur semakin beragam untuk mempercantik jalan dan tentu saja untuk mencegah pengendara ngebut.
Sedangkan dari segi bahan pembuatnya, polisi tidur jadul dibuat dari bahan tambahan semen atau aspal saja, namun sekarang polisi tidur dapat menggunakan bahan karet yang jauh lebih efisien dan mudah untuk digunakan.
Itulah tadi beberapa informasi yang dapat menambah pengetahuan kita terkait sang "Pengganggu Jalanan" atau yang lebih sering disebut polisi tidur.
Walaupun keberadaannya dianggap meresahkan, namun polisi tidur memiliki manfaat yang sangat luar biasa.