Pemain game mobile mungkin sudah tidak asing dengan nama ini: Tencent Games. Dan melihat sepak terjangnya bukan hal mengherankan. Tencent Games adalah divisi penerbitan/publishing video game dari perusahaan induk mereka Tencent Interactive Entertainment yang merupakan bagian dari induk lebih besar, yaitu Tencent.
Tencent Games didirikan sejak 2003 di Cina dan lebih banyak fokus di segmen game online. Sebagai developer/pengembang, Tencent Games punya empat kantor yang terletak di berbagai lokasi: ada di Shenzen dan Shanghai (Cina) serta di Los Angeles (Amerika Serikat).
Game-game yang mereka hasilnya hampir kebanyakan berupa game smartphone gratisan dengan konsep Freemium: gratis tapi punya opsi berbayar. Konsep yang terbukti berhasil mengumpulkan profit karena dengan membayar di game gratisan pemain akan memiliki kelebihan ekstra yang tidak didapati pemain gratisan. Seperti di salah satu game online buatan Tencent Games berjudul Honor of Kings yang sukses besar di Cina dan merambah area lain seperti Asia Tenggara di mana judulnya diganti jadi Arena of Valor tahun 2017. Judul ini tentu familiar dengan pemain game smartphone Indonesia karena cukup populer.
Bekerja sama dengan brand lain, Tencent Games semakin melebarkan sayap di industri gaming mobile. Mereka membuat versi mobile game FPS terkenal Call of Duty dari Activision. Dirilis 1 Oktober 2019, Call of Duty: Mobile yang dirilis gratisan itu berhasil mengumpulkan keuntungan tidak kurang dari $2,000,000 dalam waktu hanya tiga hari saja dengan download pengguna sebanyak 35 juta kali. Sebuah jumlah yang tentu saja menggiurkan setiap publisher dan developer video game di mana pun.
Tidak puas dengan pencapaian tadi, Tencent Games juga merambah dan menguasai berbagai developer dan publisher di luar Cina. Dan jumlahnya lumayan banyak sehingga menjadikan Tencent Games perusahaan video game terbesar di dunia dalam hal aset kepemilikan menurut artikel ini. Dan hebatnya banyak nama besar industri video game yang sahamnya dimiliki sebagian (atau seluruhnya) oleh Tencent Games. Misalnya sebagai berikut:
Kepemilikan penuh atas Riot Games dari Amerika Serikat yang dikenal dengan game Valorant dan League of Legends.
Foto: Riot Games
Kepemilikan saham 17,66% dari Netmarble Korea Selatan yang juga merupakan pemain penting industri game online smartphone selama ini.
Foto: Business Korea
Kepemilikan saham 40% Epic Games Amerika Serikat. Epic Games merupakan pemilik dan kreator game online Freemium ultra populer Fortnite serta game engine Unreal yang banyak digunakan developerlain untuk menciptakan game mereka sendiri.
Tercatat sebagai investor di perusahaan developer game Jepang terkenal PlatinumGames. PlatinumGames sendiri merupakan developer game ternama dengan karya-karya mantap seperti Bayonetta series, Astral Chain, Nier: Automata dan banyak judul keren lain.
Perusahaan sebesar ini tentu tidak lepas dari gosip dan kontroversi. Dan Tencent punya beberapa kontroversi melekat di citra mereka. Seperti tudingan kalau mereka miskin inovasi dan hanya tahunya menjiplak atau mencaplok saja. Salah satu yang mengatakan hal ini adalah konglomerat bos Alibaba, Jack Ma, di mana Jack mengatakan, Yang jadi masalah di Tencent itu adalah kurangnya inovasi. Semua produk mereka jiplakan.
Ada pula tudingan kalau Tencent merupakan agen pemerintah Cina untuk propaganda, di mana Tencent menciptakan game dan situasi patriotik demi citra dan kejayaan pemerintah Cina. Tencent pun membantah tudingan-tudingan ini.
Terlepas dari kontroversi yang membelitnya, Tencent dengan Tencent Games tidak terbantahkan sebagai perusahaan teknologi informasi dalam bidang hiburan digital / video game terbesar di dunia dengan pengaruh finansial kuat. Dengan strategi pemasaran jitu (Freemium Concept dan mencaplok nama-nama profitable) Tencent Games menjadikan diri mereka raksasa di bidang finansial industri video game.
Kantor Tencent di Shenzen, China. Foto: CNBC
Tapi fakta itu tidak menjadikan mereka bernyali menciptakan konsol video game sendiri untuk melawan Sony, Nintendo, maupun Microsoft. Padahal secara modal mereka sanggup. Mengapa demikian? Menurut penulis karena risiko tinggi yang potensial menggerus keuangan mereka apabila situasi tidak sesuai rencana. Tidak akan mudah menggeser raksasa-raksasa gaming yang sudah mapan seperti tiga nama tadi. Google dan Apple saja (yang uangnya juga banyak) terlihat segan ikut masuk ke dalam persaingan konsol video game rumahan. Dan mungkin Tencent berpikiran serupa.