Beberapa waktu lalu kita disuguhi tontonan menggelitik berupa social experiment di media sosial: anak-anak disuruh menebak nama-nama tokoh berdasarkan foto yang disodorkan. Uniknya, anak-anak cekatan menjawab ketika yang diperlihatkan gambar YouTuber seperti Atta Halilintar, tapi mlempem ketika disuruh menebak gambar beberapa pahlawan atau presiden Indonesia.
Fenomena ini memicu keprihatinan beberapa praktisi pendidikan sampai Kepala Divisi Humas Polri. Ada yang tergerus akibat booming kemajuan teknologi dan keterbukaan media sosial. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan internet bukan sebagai media menambah kompilasi pengetahuan, melainkan sekadar hiburan.
Tak heran jika konten games, bagi-bagi hadiah, dongeng rumah tangga, dan prank para YouTuber lebih diminati dibanding konten edukasi. Jika wajah presiden Indonesia seperti Gus Dur saja kalah popular dibanding Atta Halilintar, apalagi wajah para ilmuwan Tanah Air seperti Prof. Mezak Arnold Ratag? Padahal putra Manado kelahiran Malang ini mengharumkan Indonesia di mata dunia dengan bermacam prestasi di bidang Astronomi. Ia dijuluki "Astronom Brilian".
Siapa Prof Mezak Ratag?
Prof. Dr. Mezak Arnold Ratag dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada 24 September 1962.Ia bersekolah di SD dan SMP Laboratorium IKIP Manado. Sejak belia, putra ketiga dari pasangan Prof. Alexander Ratag dan Grietje Kawengian memang menunjukkan prestasinya di bidang akademik. Saat bersekolah di SMA Negeri 1 Manado, sekitar bulan Agustus 1980 ia terpilih sebagai Pelajar Teladan tingkat SLTA se-Provinsi Sulawesi Utara. Selanjutnya menjadi Pelajar Teladan Nasional pada tahun yang sama.
Prestasinya yang moncer membuat Mezak lolos program seleksi Perintis II dengan bebas ujian dan mengantarkannya menjadi mahasiswa astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia menyelesaikan S-1 pada Oktober 1985 dengan predikat cum laude atas bimbingan Prof. Bambang Hidayat.
Iamelanjutkan program magister di Universitas Kerajaan Belanda di Groningen, Rijksuniversiteit te Groningen yang membebaskannya dari keharusan menempuh ujian doktoral (magister) sehingga langsung bisa mengikuti program doktor pada tahun 1988. Pada bulan Juni 1991, Mezak Ratag meraih gelar doctor (summos honoris) di bawah bimbingan Prof. Dr. Stuart Pottasch dengan disertasinya: A Study of Galactic Bulge Planetary Nebulae.
Disertasi suami Weyni Tampenawas ini mendapat beragam apresiasi, tak kurang dari Prof. Dr. Harm Habing dari Komisi Materi Antar Bintang IAU yang menyebut dalam komentar tertulisnya: a major step forward in science.
Kemudian Kapteyn Astronomical Institute juga memberi catatan tentang disertasi Mezak: It is the first time that a discussion of chemical composition in the bulge, taking into account planetary abundances, has been given. It may become a reference for some time to come. (Ini adalah pertama kalinya ada penjabaran tentang komposisi kimia di tonjolan nebula planeter. Ini akan menjadi referensi untuk waktu-waktu mendatang).
Pada 1999, Mezak menjadi pengajar di Program Magister dan Program Doktor Pascasarjana ITB untuk mata kuliah Dinamika Atmosfer, Monsun, Klimatologi Global, Perubahan Iklim, Iklim, dan Cuaca Ekstrem. Ia juga menjadi dosen tamu di sejumah universitas dan institut di Amerika Serikat, Australia, Jepang, Belanda, Italia, India, Thailand, Taiwan, serta Malaysia.
Tahun 2001, Presiden RI mengangkat Mezak sebagai Ahli Peneliti Utama dan Profesor dalam bidang Astronomi dan Astrofisika.Ia sempat pula menjabat sebagai Kepala Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelum akhirnya mengajukan pensiun dini. Setelah pensiun, Prof Mezak memilih menjadi Kepala Sekolah SMP Lokon Tomohon serta Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) Yayasan AZR Wenas pada tahun 2017-2019.
Kontribusi di bidang Astronomi.
Jika pernah menonton film-film sci-fiction ala Marvel seperti The Avengers terutama episode Doctor Strange, kamu akan disuguhi pemandangan luar angkasa yang menakjubkan. Dunia luar angkasa itulah yang digeluti Prof Dr Mezak Arnold Ratag.
Mezak memresentasikan dan memublikasikan lebih dari 100 karya ilmiah nasional dan internasional. Karya-karya ilmiahnya dapat dijumpai dalam berbagai jurnal, buku, dan prosiding internasional. Prosiding adalah kumpulan dari paper akademis yang dipublikasikan dalam suatu acara seminar akademis. Biasanya didistribusikan sebagai buku cetakan setelah seminar usai. Prosiding berisi kontribusi yang dihasilkan para peneliti dalam seminar itu.
Dalam katalog penemuan nebula planeter yang diterbitkan oleh Observatorium Strasbourg, sejumlah besar di antaranya diberi nama dengan nama Prof Mezak. Namanya diabadikan di 120 planetary nebula cluster, termasuk Ratag-Ziljstra-Pottasch-Menzies dan Ratag-Pottasch cluster.
Nebula planeter sendiri merupakan cangkang indah yang dilontarkan matahari ketika berevolusi miliaran tahun. Disebut nebula (awan) dan planet, padahal bukan keduanya. Kekeliruan istilah itu dipicu William Herschel yang mengiranya sebagai planet semacam Uranus ketika melihatnya melalui teleskop.
Prof Mezak juga cukup produktif menulis buku. Di antaranya mengenai Perubahan Iklim, Dinamika Atmosfer, Pemodelan Sistem Iklim, Kamus Meteorologi Aeronautik, Aktivitas Mataharidan Variasi Iklim Bumi.
Dalam komunitas astronomi dunia, kontribusi Prof Mezak ditunjukkan dalam perannya sebagai anggota IAU, UNEP-WMO IPCC Task Group on Climate Impact Assessment, Dutch Astronomical Society, Himpunan Astronomi Indonesia (HAI), Himpunan Fisika Indonesia (HFI), dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi).
Beberapa kali ia menjadi delegasi RI dalam rangka UN Framework Convention on Climate Change (COP) dan pertemuan-pertemuan APEC IST-WG. Prof Mezak pernah menjabat Ketua Delegasi RI dalam sidang organisasi spesialis PBB-World Meteorology Organization (WMO) di Afrika Selatan pada 2006. Selanjutnya menjadi Wakil Ketua Delegasi RI dalam sidang United Nation Environment Programme (UNEP)WMO Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) di Valencia, Spanyol (2006) dan Jenewa (2007).
Atas jasa-jasanya dalam penelitian dan membuat model iklim yang berhasil diterapkan untuk peramalan iklim dan cuaca, Prof Mezak mendapat anugerah Satyalancana Wirakarya dari Presiden RI. Sayangnya Prof. Dr. Mezak Arnold Ratag telah berpulang.Ia meninggal dunia pada Jumat 21 Februari 2020 sekitar pukul 23.30 malam.
Namanya mungkin tak banyak dikenal masyarakat Indonesia, jauh dibanding popularitas Atta Halilintar, namun torehan prestasinya sebagai Astronom Brilian tetap abadi dalam 120 nama nebula planeter.