Jatuh cinta dan mencintai merupakan fitrah setiap manusia. Untuk menjaganya agar tetap suci, Islam hadir dengan tuntunan syariat dan membingkainya dalam sebuah tali perkawinan.
Perkawinan menjadi sarana untuk menyalurkan cinta kasih antara laki-laki dan perempuan yang terjalin dalam suatu ikatan lahir dan batin. Dengan perkawinan juga manusia memelihara keturunan dan menjaga eksistensinya di alam raya ini.
Konsekuensi pernikahan adalah timbulnya hak dan kewajiban. Dalam imajinasi seorang lajang, pernikahan sering dibayangkan sebagai hal yang indah dan menyenangkan. Namun realitas tak selalu dalam posisi yang tegak lurus. Banyak yang justru mengeluh ketika sudah menikah saat mendapati kehidupan pernikahan yang tak sesuai angan-angan. Penyebabnya beragam, mulai dari belum siapnya menanggung tanggung jawab dalam rumah tangga, sampai pasangan yang mulai tampak sisi buruknya hingga memicu berbagai konflik.
Dalam berkeluarga memang hampir mustahil untuk menghindari konflik, namun intensitasnya tentu harus dijaga. Konflik yang terjadi dapat diminimalisir sejak awal dengan mengukur kesiapan diri sebelum melangsungkan pernikahan. Untuk itu, Islam membagi hukum pernikahan ke dalam lima level.
1. Sunah.
Hukum asal perkawinan adalah sunah. Hukumnya dapat berubah-ubah tergantung dengan faktor pendorong dan hal yang melarang suatu pernikahan dilangsungkan.Menurut para ulama, nikah hukumnya sunah ketika seseorang sudah mampu dan siap untuk membangun rumah tangga tetapi ia dapat menahan segala hal yang menjerumuskan kepada zina.
2. Mubah.
Menikah hukumnya menjadi mubah (boleh), bagi orang yang tidak mempunyai faktor pendorong atau yang melarang untuk menikah. Faktor pendorong di sini dapat berupa kesiapan secara jasmani dan rohani serta kesiapan finansial, hingga kemampuan untuk menahan diri dari zina.
3. Wajib.
Hukum nikah menjadi wajib apabila seseorang secara jasmani telah layak untuk menikah, secara rohani sudah matang, memiliki biaya untuk menikah dan menghidupi keluarganya, serta dikhawatirkan akan terjerumus pada perzinaan apabila tidak menikah.
4. Makruh.
Bagi seseorang yang pertumbuhan jasmaninya sudah layak untuk menikah, kedewasaan rohaninya sudah matang, namun belum memiliki biaya yang cukup untuk melangsungkan pernikahan dan menghidupi istri dan anak-anaknya, baginya hukum menikah adalah makruh. Untuk mengontrol hawa nafsu dianjurkan baginya untuk berpuasa.
5. Haram.
Bila seseorang melangsungkan perkawinan tanpa didasari niat baik serta bertujuan untuk menyakiti bahkan menguasai harta pasangan mereka. Pernikahan juga dapat menjadi haram jika dilaksanakan oleh orang yang belum siap dan mampu untuk membangun rumah tangga serta dikhawatirkan dapat menelantarkan istrinya bila telah menikah.
Pahami dirimu sebelum memutuskan untuk menikah. Lihatlah fisikmu, mentalmu, serta keadaan finansialmu. Jika belum sesuai, perbaikilah dari sekarang supaya siap ketika waktunya datang. Pahami faktor yang mendorongmu ingin menikah. Apakah karena cinta, nafsu sesaat, atau kesadaranmu yang ingin menjalankan perintah Tuhan?
Jangan sampai pernikahan yang sekali seumur hidup itu menjadi mimpi buruk dalam sisa hidupmu. Jadi, untuk saat ini hukum menikah bagimu apa?