Pernikahan selayaknya menjadi sebuah momen sakral bagi setiap individu karena menjadi salah satu keputusan penting yang diambil dalam hidup. Namun sayangnya tidak semua individu seberuntung itu dapat menentukan pernikahannya secara matang, bebas, dan sadar tanpa paksaan. Terdapat beberapa puluh ribu anak menikah saat mereka bahkan masih belum dapat memutuskan dengan siapa akan menikah, kapan akan menikah, dan apa yang akan mereka lakukan sesudah menikah.
Berikut ini adalah fakta tentang pernikahan anak dan berbagai dampak yang harus ditanggung anak akibat pernikahan tersebut.
Pernikahan anak.
Pernikahan anak didefinisikan sebagai perkawinan seorang anak perempuan atau laki-laki sebelum berusia 18 tahun baik melalui perkawinan formal maupun informal. Dalam praktiknya pernikahan anak lebih umum terjadi pada kalangan anak perempuan, namun pernikahan anak merupakan pelanggaran hak tanpa memandang jenis kelamin.
Pernikahan anak, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi.
Pernikahan anak terutama terjadi di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan laporan Human Rights Watch. Anak perempuan dari 20% keluarga termiskin dua kali lebih mungkin menikah sebelum 18 tahun dibanding anak perempuan dari anak perempuan dari 20% keluarga terkaya.
Negara-negara di kawasan Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara memiliki tingkat pernikahan anak tertinggi di dunia. Di kawasan Asia Selatan sebesar 45% dari wanita berusia 20-24 tahun mengatakan mereka menikah sebelum berusia 18 tahun dan sebesar 17% mengatakan menikah sebelum berusia 15 tahun. Di kawasan Afrika Sub-Sahara, 4 dari 10 wanita menikah sebelum berusia 18 tahun.
Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan Survei Ekonomi Nasional tahun 2018 menujukkan sekitar 11% atau 1 dari 9 perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum berusia 18 tahun dan sekitar 1% atau 1 dari 100 laki-laki berusia 20-24 tahun menikah sebelum berusia 18 tahun. Bahkan terdapat sekitar 0.56% perempuan berusia 20-24 tahun yang menikah sebelum mereka beranjak 15 tahun. Provinsi Sulawesi Barat memiliki prevalensi tertinggi pernikahan anak di Indonesia yaitu 19,43%.
Pernikahananak pengaruh dari berbagai faktor.
Pernikahan anak merupakan tindakan yang melanggar hak-hak anak dan menempatkan anak pada risiko tinggi korban kekerasan, eksploitasi, dan pelecehan. Banyak faktor berinteraksi dan menempatkan anak dalam risiko pernikahan, di antaranya kemiskinan, persepsi bahwa pernikahan akan memberikan perlindungan, norma sosial, hingga belum memadainya peraturan dan hukum di suatu negara. Keluarga yang hidup dalam kemiskinan dan memiliki beberapa anakpunya kecenderungan menikahkan anaknya untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.
Dalam beberapa kebudayaan, anak perempuan yang aktif secara seksual sebelum menikah cenderung dianggap tidak cocok untuk menikah sehingga keluarga akan menikahkan anak perempuannya untuk memastikan mereka tetap perawan sampai menikah serta mencegah kehamilan di luar nikah. Selain itu, dalam beberapa kebudayaan di mana sikap tunduk perempuan sangat dihargai, anak perempuan dianggap ideal untuk menikah karena mereka lebih mudah untuk dikendalikan dan dibentuk menjadi istri yang patuh.
Penyebab utama kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.
Pernikahan anak memiliki spektrum dampak yang luas mulai dari kondisi fisik, psikologis, hingga sosial anak. Penikahan pada anak perempuan secara fisik akan menyebabkan kehamilan di usia muda, di mana menurut para ahli kondisi organ reproduksi anak perempuan pada usia tersebut belum matang sehingga kehamilan pada usia muda akan meningkatkan risiko kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Ditambah bayi mereka juga memiliki peluang lebih kecil untuk bertahan hidup.
Kehamilan menjadi penyebab utama kematian anak perempuan 15-19 tahun di seluruh dunia. Selain itu pengantin anak menghadapi risiko lebih tinggi tertular HIV karena mereka sering menikah dengan pasangan yang lebih tua dengan lebih banyak pengalaman seksual. Data menunjukkan anak perempuan berusia 15-19 tahun lebih mungkin dua hingga enam kali tertluar HIV dibandingkan anak laki-laki pada usia yang sama di Afrika sub-Sahara.
Kondisi psikologis dan sosial anak juga terganggu.
Selain itu pernikahan anak akan menyebabkan dampak psikologis bagi anak. Bagi anak perempuan, mereka cenderung merasa tidak siap secara psikologis untuk menjadi ibu di usia yang masih begitu muda. Sedangkan pernikahan pada anak laki-laki secara psikologis akan menempatkan mereka dalam peran orang dewasa serta menempatkannya dalam tekanan ekonomi di mana mereka belum siap.
Selain itu pernikahan dini pada anak perempuan akan menempatkannya pada peningkatan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini sesuai dengan sebuah laporan yang menyatakan bahwa wanita yang menikah sebelum berusia 18 tahun tiga kali lebih mungkin mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya dibanding wanita yang menikah pada usia 21 tahun atau lebih.
Sedangkan secara sosial anak perempuan dan laki-laki yang menikah akan memiliki peluang melanjutkan pendidikan dan peningkatan karier yang terbatasdantentu saja berhubungan dengan kondisi isolasi sosial hingga ketidakberdayaan. Hal ini menyebabkan wanita yang menikah pada usia dini memiliki risiko tiga kali lebih tinggi mengalami gangguan kepribadian antisosial daripada wanita yang menikah saat dewasa.
Bagaimana kita dapat menghentikan pernikahan anak?
Pada November 2019, UNFPA merilis hasil penelitian mengenai harga yang harus dibayar untuk mengakhiri pernikahan anak di 68 negara atau mencakup 90% dari fenomena pernikahan anak bersama dengan John Hopkins University, Victoria University, Washington University dan Avenir Health. Hasilnya, harga yang perlu dibayar untuk mengakhiri pernikahan anak pada tahun 2030 adalah hanya 35 milliar US dollar atau sekitar 600 US dollar untuk setiap pengantin di mana harga ini setara dengan tagihan satu malam di hotel mewah.
Angka perkawinan anak secara global perlahan turun di mana pada tahun 2000 satu dari tiga wanita berusia antara 20-24 tahun melaporkan mereka menikah sebelum berusia 18 tahun sedangkan pada tahun 2017 jumlahnya menurun hanya satu dari lima. Namun sebuah gerakan bersama perlu dilakukan untuk menghentikan pernikahan anak.Selain penegakkan landasan hukum tentang pernikahan anak dan hak-hak anak, pemerintah serta masyarakat dan mitra lainnya perlu bekerja bersama memastikan setiap anak perempuan dan laki-laki memiliki akses terhadap pendidikan, memberikan informasi tentang kesehatan seksual dan reproduksinya, memberikan peluang dalam pengembangan keterampilan, serta memberikan wadah yang mendorong mereka untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan bagi anak yang sudah menikah, kita juga tetap perlu memberikan dukungan untuk memperoleh layanan kesehatan reproduksi untuk menghindari kehamilan di usia dini dan menghindari infeksi menular seksual termasuk HIV, dan juga dukungan untuk kembali menempuh pendidikan baik formal atau non-formal. Dan pada anak yang telah hamil perlu diberikan bantuan akses perawatan yang tepat selama kehamilan hingga pasca persalinan.
Setelah mengetahui fakta pernikahan anak, kita tahu masih banyak anak yang belum merdeka dalam menentukan keputusannya untuk menikah dan bagaimana pernikahan anak memiliki dampak baik secara fisik, psikologis dan sosial. Sehingga mari kita bersama mendukunguntuk mengakhiri pernikahan anak!
Source
- https://www.unicef.org/rosa/what-we-do/child-protection/child-marriage
- https://data.unicef.org/topic/child-protection/child-marriage/
- https://www.globalcitizen.org/en/content/child-marriage-brides-india-niger-syria/
- https://www.unfpa.org/child-marriage
- https://www.unfpa.org/news/say-idont-top-7-things-you-didnt-know-about-child-marriage
- https://www.icrw.org/child-marriage-facts-and-figures/
- https://www.unchainedatlast.org/child-marriage-devastating-consequences/