Google merambah ke industri video game rumahan lewat platform Stadia bukanlah berita baru. Dengan semakin globalnya citra video game sebagai medium hiburan bagi seluruh lapisan ekonomi dan kelompok usia, bisnis ini tentu semakin menarik untuk dijalankan. Terutama oleh mereka yang bermodal besar.
Tidak perlu lagi mengulas tiga 'raja' di industri video game saat ini (Nintendo, Sony dan Microsoft) karena secara praktik mereka bertiga sudah diakui sebagai pemain utama dalam bisnis video game dunia. Dominasi mereka belum tergeser bahkan oleh nama sebesar Apple maupun Google; dua perusahaan multinasional dan multiusaha.
Apple dengan AppStore dan Google dengan Play Store memang kuat di bisnis mobile gaming atau game di telepon selular/pintar, namun tidak untuk konsol video game rumahan. Tapi fakta seperti itu tidak membuat ciut nyali Google untuk mencoba menjadi pesaing serius di area yang dikuasai oleh tiga 'raja' tadi.
Google menciptakan Stadia yang secara efektif menempatkan mereka menjadi bagian persaingan video game rumahan bersama Steam dari Valve. Namun Stadia memiliki aspek yang, menurut Google, akan menjadikan mereka superior di area ini.
Google Stadia (Sumber gambar: Value Walk)
Stadia secara teknis bukanlah sebuah benda seperti PlayStation, Switch atau Xbox. Apakah Stadia seperti Steam yang merupakan PC/komputer? Juga tidak! Stadia lebih merupakan bentuk layanan. Layanan berbentuk streaming dengan fokus kemampuan bermain video game melalui internet streaming.
Kamu langganan layanan streaming untuk nonton film seperti Netflix? Stadia memiliki konsep yang sama. Namun tidak seperti Netflix di mana bayar sekali untuk semua konten, Stadia memiliki rute bayar sesuai game yang mau dimainkan. Yang dibutuhkan untuk menggunakan Stadia hanyalah koneksi internet broadband (yang bagus) serta web browser Chrome dan controller/joystick.
Stadia dapat di akses dari berbagai gadget dengan broadband internet & Chrome (Sumber gambar: 9to5 Google)
Konsep streaming gaming muncul karena menurut Google gamers modern tidak lagi membeli game dalam bentuk fisik (CD,DVD, Blu-ray ataupun Cartridge). Masih menurut mereka, kebanyakan gamers kini membeli game dalam format digital. Stadia muncul karena sentimen ini (plus fakta internet di negara maju yang kencang serta stabil). Phil Harrison, Wakil Presiden Google merujuk situasi di industri lain yang kini mengarah ke full digital seperti musik dan film.
Sebenarnya layanan kami dengan Stadia bukanlah hal baru ataupun revolusioner jika kita melihat apa yang sudah terjadi di industri lain seperti film, televisi, dan musik. Mereka semua pindah dari format jualan dalam bentuk paket fisik ke bentuk digital dan streaming, cetus Harrison dalam wawancara Radio 1 Newsbeat.
Phil Harrison juga mengatakan kalau Google yakin akan jadi perusahaan pionir yang akan menyingkirkan format game fisik dan konsol video game rumahan menjadi game streaming berbasis web browser. Tentu saja itu semua tidak akan terjadi dalam waktu semalam. Tapi saya pikir arahnya sekarang kesana. Arah di mana layanan streaming akan menjadi pilihan utama dalam bermain video game. Bukan kami saja yang mempunyai pemikiran seperti ini, ujarnya merujuk pada nama-nama besar industri video game lain seperti Microsoft yang juga mulai terlihat merintis layanan serupa.
VP Google Phil Harrison (Sumber gambar: Venture Beat)
Phil Harrison dan Google sangat yakin akan langkah video game streaming mereka lewat Stadia. Menurutnya Google ingin dunia game pindah dari kotak plastik yang ada di bawah TV. Seperti yang dijanjikan Google, selain di televisi dan komputer/laptop, Stadia juga akan bisa dipakai lewat platform mobile sehingga Stadia bisa dimainkan di mana saja dan kapan saja. Tidak perlu perangkat keras berotot; hanya perlu yang bisa menjalankan Chrome saja. Tentu selama ada koneksi internet yang kencang dan stabil di sana.
Kepercayaan diriGoogle akan Stadia juga ditunjukkan lewat 12 judul game yang tersedia saat launchingpada 19 November 2019. Google tentu saja menjanjikan kalau akan muncul berbagai judul lain secara rutin di Stadia sehingga pelanggan tidak akan kekurangan pilihan. Paket spesial Stadia Premiere Edition seharga US $129 juga tersedia dan terdiri dari satu joystick Google Stadia, Chromecast Ultra, game Destiny 2, voucher berlangganan Stadia Pro selama tiga bulan, dan pass untuk satu orang teman.
Biaya berlangganan Stadia sendiri sebesar US $10 per bulan dan pelanggan mendapatkan satu judul game gratis untuk masuk ke dalam koleksi mereka.
(Sumber gambar: Twitter Google Stadia)
12 judul game perdana Google Stadia boleh juga sih. Menunjukkan kalau platform baru ini bisa menangani game-game kelas berat tanpa perlu hardware kuat. Ini 12gameyang dimaksud.
1. Tomb Raider (publisher: Square Enix)
2. Rise of the Tomb Raider (publisher: Square Enix)
3. Shadow of the Tomb Raider (publisher: Square Enix)
4. Red Dead Redemption 2 (publisher: Take-Two Interactive)
5. Kine (publisher: Chump Squad)
6. Thumper (publisher: Drool)
7. Gylt (publisher: Tequila Works)
8. Mortal Kombat 11 (publisher: Warner Bros. Studios)
9. Samurai Shodown (publisher: SNK)
10. Just Dance 2020 (publisher: Ubisoft)
11. Assassins Creed Odyssey (publisher: Ubisoft)
12. Destiny 2: The Collection (publisher: Bungie EA)
Impresif? Mungkin iya. Apakah Stadia akan berhasil? Itu pertanyaan yang jawabannya masih perlu waktu lama.
Memang benar kalau tren dunia saat ini lebih ke arah streaming untuk berbagai hiburan. Tapi internet dunia tidak sama rata kualitasnya. Layanan streaming membutuhkan internet yang kencang, stabil, dan merata. Jika tidak memiliki infrastruktur internet mumpuni, mustahil sebuah area bisa menikmati Stadia.Sehingga tidak semua orang antusias dengan adanya Stadia; termasuk bos Xbox, Phil Spencer.
(Sumber gambar: The Verge)
Menjawab pertanyaan dari BBC Click, Spencer menunjukkan keraguan akan suksesnya metode streaming gaming yang diusung Google Stadia dalam waktu dekat.
Menurut pandangan saya saat ini teknologi tersebut masih dalam fase percobaan. Teknologi ini masih sangat awal sekali dan kami pikir butuh waktu bertahun-tahun sebelum teknologi streaming untuk gaming menjadi mainstream/pasaran seperti yang dimiliki konsol video game normal, cetusnya.
Tempat terbaik untuk bermain video game masih di perangkat lokal kamu, konsol kamu, Xbox kamu yang terhubung ke televisi kamu. Ini adalah fakta saat ini yang masih akan bertahan bertahun-tahun kemudian, sambung Spencer penuh keyakinan.
Secara pribadi saya setuju dengan Phil Spencer. Saya bukan penggemar memiliki dengan menyewa. Apalagi untuk benda yang tak terjamah fisiknya. Mungkin dunia memang sedang bergerak ke arah layanan streaming dan menyewa seperti yang Google yakini. Tapi saya percaya selalu ada tempat untuk mereka yang ingin bisa memegang dan memiliki apa yang mereka beli dengan uang mereka sendiri.