Sinetron (sinema elektronik) bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Karena setiap hari selalu ada sinetron yang ditayangkan di televisi. Jam tayangnya pun ada yang pagi, siang, sore, ataupun malam hari.
Tapi, sinetron-sinetron yang ada saat ini seringkali mendapat kritik. Terutama oleh masyarakat yang merasa dirugikan oleh efek negatif dari sinetron. Alasannya seperti adegan yang tidak mendidik untuk remaja dan anak-anak, episode yang terlalu panjang, atau alur cerita yang tidak jelas dan rumit. Sehingga sebagian masyarakat ada yang menyuarakan agar tayangan sinetron dihilangkan.
Lantas, apakah sinetron memang harus dihilangkan? Tentu saja tidak harus demikian. Berikut beberapa solusi yang mungkin bisa memperbaiki kualitas sinetron saat ini.
1. Mengganti format jam tayang sinetron
foto: merdeka.com
Kebanyakan sinetron saat ini menggunakan format stripping atau ditayangkan setiap hari. Selain itu durasi tayangnya pun ada yang sampai dua jam. Atau ada juga yang menayangkan dua episode sekaligus dalam sekali penayangan. Hal inilah yang menjadi penyebab utama permasalahan sinetron belakangan ini.
Bukan tanpa alasan format stripping menjadi penyebab masalah utama. Ya, memang sinetron stripping bisa menghasilkan rating dan keuntungan yang lebih besar untuk stasiun tv dan rumah produksi. Tapi di sisi lain, tradisi tayang setiap hari ini memunculkan tekanan bagi para pelaku industri sinetron. Mereka harus bekerja sangat keras untuk menjalani proses syuting karena harus tayang setiap hari. Penulis skenario pun harus berpikir lebih keras menyelesaikan naskahnya karena deadline yang sangat sempit. Sehingga, cerita yang mereka hasilkan pun menjadi tidak maksimal dan terkesan tidak berkualitas.
Oleh karena itu, sebaiknya rumah produksi dan stasiun tv segera menghilangkan tradisi format sinetronstripping. Cobalah menggantinya dengan tayangan 1 atau 2 kali seminggu. Tirulah Jepang dan Korea Selatan yang dramanya sukses dan terkenal di mancanegara meski hanya tayang mingguan. Bukan meniru drama dari negara mereka, tapi meniru keseriusan mereka untuk menghasilkan drama berkualitas.
Selain itu, ada banyak sisi positif jika sinetron ditayangkan secara mingguan. Seperti, cerita yang lebih berkualitas karena penulis skenario punya waktu lebih banyak untuk mengerjakan naskah. Kemudian, penonton pun akan semakin penasaran karena harus menunggu satu minggu untuk tahu kelanjutan ceritanya. Dan slot jam tayang yang kosong memungkinkan rumah produksi lain untuk menayangkan sinetron atau acara mereka. Sehingga akan meningkatkan persaingan sehat untuk menghasilkan sinetron dan acara yang berkualitas. Para artis lain atau artis pendatang baru pun jadi memiliki kesempatan untuk menunjukkan bakat mereka. Bukankah jika seperti itu akan lebih baik?!
2. Menyuguhkan cerita yang berkualitas
foto: boombastis.com
Jika format sinetron stripping dihilangkan, mungkin tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari segi cerita. Karena sebenarnya para penulis skenario pun pasti paham bagaimana membuat cerita yang berkualitas. Mereka juga mungkin memiliki ide cerita yang fresh jika diberikan waktu yang cukup untuk mengerjakan naskah. Karena itu, bebaskan penulis skenario dari tekanan harus mengikuti minat pasar. Berikan kebebasan pada mereka untuk mengembangkan ide menjadi cerita yang berkualitas. Sehingga pesan/amanat dari cerita pun bisa tersampaikan dengan jelas.
3. Membuat tokoh utama yang berkarakter dan punya tujuan/cita-cita
foto: vidio.com
Tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak mendapat sorotan. Karena itu, seorang tokoh utama harus memiliki karakter yang kuat. Bukan kuat dalam artian fisik, tapi lebih pada sifat atau emosionalnya. Sehingga penonton akan memiliki kesan mendalam terhadap karakter tokoh utama. Cita-cita atau tujuan pun harus dimiliki oleh tokoh utama. Bukankah cerita itu dibuat untuk menunjukkan cara tokoh utama mencapai tujuannya?
4. Membuat adegan yang mendidik
foto: tribunnews.com
Adegan apapun dalam sinetron sebenarnya tidak masalah bagi penonton dewasa yang bijak. Karena penonton yang bijak mengetahui secara pasti, toh itu cuma sekadar adegan alias rekayasa.
Yang menjadi masalah adalah penonton sinetron itu bukan hanya orang dewasa. Melainkan ada remaja dan bahkan anak-anak yang ikut menonton. Remaja itu masih labil, sedangkan anak-anak sering meniru apa yang mereka lihat. Oleh sebab itu, industri sinetron sebaiknya mempertimbangkan hal ini. Semua pelaku industri sinetron hendaknya saling bekerjasama membuat adegan yang lebih mendidik dan sesuai kultur masyarakat Indonesia.
Tapi penonton pun harusnya bisa lebih bijak dalam menyikapi adegan sinetron. Jangan biarkan anak-anak ikut menonton tayangan yang tidak sesuai dengan usianya. Begitupun dengan remaja yang seharusnya menonton di bawah bimbingan orang dewasa.
5. Menyesuaikan jumlah episode dengan alur cerita
foto: meltik.com
Sebuah sinetron dengan alur cerita yang baik pasti memiliki ending yang jelas. Dan penulis skenario pasti sangat paham akan hal ini. Maka dari itu, sebaiknya jumlah episode disesuaikan dengan jalan ceritanya. Misalnya, jika memang ceritanya berakhir sampai 50 episode, jangan diperpanjang lagi. Sinetron yang baik itu berakhir karena ceritanya memang sudah selesai, bukan diakhiri karena menurunnya rating.
Tapi seandainya sinetron itu memang ingin diperpanjang, gunakanlah cara yang lebih baik. Yaitu, buatlah endingcerita yang menggantung. Dengan demikian, ceritanya jadi memungkinkan untuk dibuat season berikutnya. Sehingga para penonton pun pasti berharap untuk menyaksikan kelanjutan ceritanya.
6. Memilih pemeran yang sesuai tokoh cerita
foto: trivia.id
Seringkali dalam sinetron ada pemain yang tampak kurang cocok dengan perannya. Misalnya saja, tokoh orang dewasa diperankan oleh remaja. Ya, mungkin itu bagus untuk memperkaya bakat sang aktor/aktris. Tapi bagi penonton, pemeran tokoh itu jadi terlihat seperti dewasa sebelum waktunya. Pertanyaannya, apakah tidak ada aktor/aktris lain yang lebih cocok untuk memainkan peran tersebut? Pasti ada, bukan?
Maka dari itu, pihak rumah produksi sinetron hendaknya lebih bijak dalam memilih pemeran. Jangan hanya mendompleng nama besar aktor atau aktris yang sedang populer saja. Bila perlu, lakukan casting agar sesuai dengan tokoh dalam ceritanya. Casting itu bukan hanya untuk pemain figuran saja. Untuk tokoh utama pun harus di-casting terlebih dulu jika memang dirasa kurang cocok dengan tokoh yang akan diperankan.
7. Mengiringi adegan dengan soundtrack/musik yang tepat
foto: wowkeren.com
Soundtrack atau musik pengiring adalah salah satu bagian penting untuk sebuah sinetron. Karena dengan adanya soundtrack atau musik pengiring, sinetron akan menjadi lebih enak untuk diikuti. Tapi sinetron saat ini tampak kurang baik dalam menggunakan soundtrack/musik pengiring. Karena seringkali soundtrack atau lagu utama dimainkan berulang-ulang dan tidak sesuai dengan adegan ceritanya.
Demi memperbaiki hal tersebut ada baiknya untuk kembali sedikit mencontoh drama Korea. Yaitu sebelum memproduksi sinetron, pihak produksi membuat soundtracknya terlebih dulu. Buatlah beberapa lagu soundtrack sesuai yang diperlukan untuk melengkapi adegan. Dengan cara itu maka sinetron akan memiliki soundtrack tersendiri. Sehingga tidak perlu lagi menggunakan lagu yang sedanghits sebagai soundtrack hanya untuk menarik minat penonton. Dan usahakanlah untuk menempatkan soundtrack pada adegan yang tepat.
8. Mematangkan persiapan produksi dan properti
foto: kutudrama.com
Untuk menghasilkan sinetron yang baik dan berkualitas diperlukan persiapan yang matang. Dan pihak produksi sinetron pasti tahu akan hal ini.
Tapi saat ini, kerap kali sinetron dibuat dengan persiapan yang kurang maksimal. Penyebabnya bisa jadi karena sinetron tersebut dibuat hanya berdasarkan trend. Seperti, mencontoh film populer, atau membuat sinetron dengan mendompleng lagu yang tengah hits. Selain itu, properti dalam adegan pun kadang tidak terlalu dipersiapkan secara matang. Properti yang digunakan hanya seadanya saja, sehingga tampak tidak realistis.
Langkah terbaik yang harusnya diambil oleh industri sinetron tentu saja mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Gunakanlah waktu persiapan yang lebih panjang untuk memproduksi sinetron. Dan juga persiapkan semua properti sebaik mungkin agar tampak lebih realistis. Maka, sinetron pun akan jadi lebih baik dan berkualitas.
Ini hanyalah sekadar solusi untuk memperbaiki kualitas sinetron ke depannya. Tapi, masyarakat Indonesia tentu berharap bahwa semua sinetron menjadi lebih baik. Bukankah dulu pernah ada sinetron yang berkualitas seperti "Si Doel Anak Sekolahan" atau "Keluarga Cemara"? Lalu kenapa di era yang lebih modern, kualitas sinetron malah semakin menurun? Dan apakah masyarakat harus terus menyaksikan sinetron dengan kualitas seperti saat ini?!
Para pelaku dalam industri sinetron dan stasiun tv harusnya jangan hanya menginginkan keuntungan sepihak. Industri sinetron dan stasiun tv menerima keuntungan karena adanya penonton yang menyaksikan karya mereka. Jadi, seharusnya penonton pun mendapatkan timbal balik yang sepadan, yaitu sinetron yang berkualitas. Sehingga baik industri sinetron, stasiun tv, maupun penonton akan sama-sama mendapatkan keuntungan. Setuju?!