Pernahkah kamu mendengar Ubasuteyama? Ubasuteyama (Gunung Pembuangan Nenek) merupakan cerita legenda rakyat Jepang tentang tradisi membuang orang yang sudah tua di gunung. Entah cerita ini benar terjadi di masa lalu atau tidak, Ubasuteyama menjadi salah satu kisah yang sangat populer di Jepang.
Ubasuteyama adalah tradisi membuang kerabat atau anggota keluarga yang sakit atau lanjut usia ke tempat terpencil untuk mati. Secara harfiah, ubasute sendiri berati "pembuangan." Dalam kisah masyarakat Jepang zaman dulu, ubasute berati membuang orang tua. Tradisi mengerikan ini dilakukan di hutan, tepatnya di kaki Gunung Fuji, yakni di Hutan Aokigahara yang dikenal juga sebagai hutan bunuh diri masyarakat Jepang.
Kisah yang beredar di rakyat Jepang sendiri mengenai kisah anak laki-laki yang harus membuang ibunya yang sudah tua ke gunung demi mengurangi jatah orang yang harus diberi makan di rumahnya.
Asal usul Ritual Ubasute.
Ada banyak mitos yang menceritakan asal mula tradisi ini. Salah satunya akibat letusan Gunung Asama di tahun 1783 yang memicu gagal panen dan kelaparan besar sehingga masyarakat di sana harus membuang anggota keluarga mereka yang sudah lansia dan tidak bisa berbuat apa-apa ke gunung untuk mengurangi jumlah mulut yang harus diberi makan.
Orang tua yang bawa ke gunung akan ditinggalkan sendirian, bisa dengan perbekalan makanan atau tidak. Nantinya orang tua itu akan menemui ajal entah karena mati kelaparan setelah bekal mereka habis, kedinginan, dehidrasi, dan yang paling mengerikan dimakan binatang buas.
Meskipun begitu tradisi mengerikan ini telah dihapuskan di masa lalu. Ada dua cerita yang menjelaskan mengapa tradisi ini dihapuskan.
Kisah pertamabercerita tentang seorang raja yang membenci orang tua. Saking bencinya, ia membuat peraturan untuk membuang orang tua yang telah berusia lebih dari 70 tahun ke pengasingan. Orang-orang yang tidak mau mengikuti peraturan raja akan dihukum berat dan mau tidak mau mereka mengikuti perintah raja.
Namun salah satu menteri raja sangat mencintai ibunya sehingga ia menggali ruang rahasia di rumahnya dan menyembunyikan ibunya yang berusia 70 tahun. Hingga suatu hari penguasa kerajaan tetangga mengirimkan teka-teki berupa dua ekor kuda identik pada raja.
Raja diberikan kesempatan satu kali menebak untuk mencari tahu yang mana induk kuda dan yang mana anaknya. Apabila raja gagal menjawab maka kerajaannya akan diserang. Raja yang merasa daerah kekuasaannya terancam meminta nasihat dari pendeta dan para menteri.
Mendengar permintaan raja, kemudian salah seorang menteri memohon izin untuk mencari tahu arti teka-teki tersebut pada seseorang yang ia kenal. Ia pun mencari tahu jawabannya dari sang ibu. Sang ibu lalu menyuruh anaknya itu untuk memberikan kedua kuda itu rumput.
Sang menteri kemudian kembali sambil membawa rumput dan memberikannya kepada dua kuda tadi. Saat diberikan, salah satu kuda mundur dan membiarkan kuda satunya untuk memakan rumput tersebut. Sang menteri pun memberi tahu raja bahwa kuda yang mundur merupakan induknya.
Jawaban ini ternyata benar, dan sang raja menjadi sekutu dengan penguasa tetangga. Raja yang terkesan kemudian menanyakan sang menteri kenapa ia bisa mengetahui hal tersebut. Sang menteri lantas menceritakan kebenarannya bahwa ia menyembunyikan ibunya dan sang ibu yang memberitahu jawabannya. Orang tua selalu mendahulukan anaknya dan tidak akan membiarkannya kelaparan.
Mendengar jawaban ini sang raja sadar dan menghapus tradisi pembuangan orang tua. Cerita kedua menceritakan seorang pria yang tengah membuang ibunya yang sudah tua. Di sepanjang perjalanan sang ibu yang digendong mematahkan ranting dari keranjang yang ia bawa.
Ketika sang ibu diletakan di tengah hutan, ia berpisah dengan anaknya dan berkata "ikutilah jejak ranting yang kupatahkan agar kamu bisa pulang, dan bawa keranjang ini dan lakukan hal yang sama saat kau membuang ayahmu."
Jawaban ini membuat sang anak tidak kuasa menahan air mata dan memutuskan untuk membawa kembali ibunya pulang ke rumah. Meskipun tahu akan dibuang, sang ibu masih tetap memikirkan keselamatan anaknya. Sejak peristiwa tersebut, tradisi pembuangan orang tua menghilang.
Apakah Ubasute kembali 'dihidupkan' saat ini?
Meskipun tidak diketahui kebenaran dari cerita rakyat ini, ada banyak kabar yang mengatakan ritual Ubasute sedang 'dihidupkan kembali' di Jepang modern, meskipun dalam bentuk yang sedikit berbeda. Sudah beberapa kali terjadi kasus pembuangan lansia di kota Jepang yang berhasil tertangkap.
Pada tahun 2018 lalu, seorang wanita benama Ritsuko Tanaka (46) ditangkap polisi karena membuang ayahnya yang menderita Alzheimer di stasiun layanan jalan tol karena tak mampu mengurus ayahnya.
Di tahun 2015, dilaporkan seorang pria bernama Katsuo Kurokawa (63) membuang kakaknya yang bernama Sachiko ke lereng gunung di Prefektur Chiba di tahun 2011 karena tak mampu membiayai hidupnya. Sachiko kemudian diperkirakan tewas di Sungai Obitsu tak lama setelah ditinggal sang adik.
Selain itu, didorong oleh kemiskinan, semakin banyak orang mengirim lansia dari keluarganya ke rumah sakit dan kantor amal sehingga mereka dapat diadopsi. Hal ini dilakukan lantaran jumlah lansia di Jepang yang terus meningkat diiringi dengan menurunnya tingkat kesuburan dan lampatnya pertumbuhan ekonomi, sehinggaada kemungkinan bahwa praktik ini akan menjadi lebih umum di masa depan
Bagaimana pendapat kamu?
Source
- https://kumparan.com/kumparantravel/di-jepang-ada-tradisi-membuang-orang-tua-yang-telah-renta-di-hutan-1r33c2H94ec
- https://intisari.grid.id/read/031648077/ubasute-tradisi-membuang-orangtua-di-hutan-akan-dihidupkan-kembali?page=all
- https://www.kompasiana.com/ulfi/54f9394ea333116e068b47dc/tradisi-membuang-orang-tua-di-jepang