Buat kamu yang rajin mengikuti perkembangan teknologi mungkin sudah tahu kalau belakangan ini dunia sedang dalam situasi balapan luar angkasa seperti yang pernah terjadi di era perang dingin dulu. Saat Uni Soviet (sekarang Federasi Russia) dan Amerika Serikat bersaing ketat dalam program peluncuran manusia ke luar angkasa.
Dimulai dari aksi Uni Soviet mengirim binatang percobaan Laika serta kosmonot Yuri Gagarin (keduanya mencapai orbit Bumi) hingga pendaratan manusia di atas permukaan bulan oleh Amerika Serikat lewat astronot Neil Armstrong dan Buzz Aldrin dalam misi Apollo 11 pada tanggal bersejarah 20 Juli 1969. Walaupun misi ini masih menyisakan banyak pertanyaan dan sanggahan dari yang tidak percaya Amerika Serikat benar-benar sudah mendaratkan manusia ke bulan (sering disebut sebagai teori konspirasi "Moon Landing"), namun tidak menghalangi impian dan usaha manusia selanjutnya dalam hal eksplorasi luar angkasa pasca selesainya Balapan Luar Angkasa Amerika dan Soviet.
Foto: 1960s Rhetoric
Sekarang dunia tidak lagi dalam situasi perang dingin seperti dulu sehingga balapan luar angkasa kali ini lebih santai dan jadi bisnis antara korporasi dengan negara. Badan antariksa Amerika Serikat (NASA) yang dulu merupakan pemain tunggal eksplorasi luar angkasa kini punya saingan/rekanan seperti SpaceX milik biliuner nyentrik Elon Musk yang juga bos perusahaan kendaraan elektrik "Tesla". Musk bahkan sudah mengirim satu mobil listrik Tesla menuju planet Mars; sebuah 'stunt' untuk mengangkat nama dan citra perusahaannya dalam situasi balapan eksplorasi luar angkasa ke Mars yang saat ini jadi fokus dunia.
Publik melihat kalau usaha manusia menuju dan menguasai planet Mars semakin mendekati kenyataan setelah sebelumnya tidak lebih dari sebuah fiksi ilmiah. Dan ternyata situasi ini tidak hanya melibatkan negara-negara yang selama ini identik dengan usaha penjelajahan luar angkasa seperti Amerika Serikat, Russia, Jepang atau China. Karena negara kaya cadangan minyak seperti United Arab Emirates (UAE) atau Uni Emirat Arab ternyata juga tertarik untuk mengirim envoy mereka ke Planet Merah itu.
Uni Emirat Arab | Foto: PlanetWare
Diberitakan kalau roket "H2A yang membawa muatan probe / satelit Hope milik Uni Emirat Arab diluncurkan dari Tanegashima Space Center Jepang, Minggu pagi (19/07) dengan tujuan orbit Planet Mars.
Hope hanya berukuran 8 meter namun memiliki bobot sangat berat, yaitu sekitar 1,5 ton (alias tidak kurang dari 1.500 kilogram). Satelit ini direncanakan akan tiba dan mengorbit di Planet Mars tahun 2021 atau bertepatan dengan peringatan 50 tahun Uni Emirat Arab. Sementara roket H2A sendiri merupakan produk Mitsubishi Heavy Industries dan peluncuran Hope merupakan misi keempat yang pernah mereka lakukan.
Foto: TokioX
Mitsubishi Heavy Industries merupakan perusahaan Jepang terkemuka yang sudah berpengalaman dalam engineering bahkan sejak perang dunia dulu. Berdiri tahun 1884, produk-produk Mitsubishi Heavy Industries mulai dari pesawat terbang Perang Dunia Kedua, kapal tanker hingga roket luar angkasa seperti H2A yang mengangkut satelit Uni Emirat Arab ke orbit Planet Mars.
Satelit Hope akan melakukan pendataan permukaan Mars melalui orbit saat tiba di sana nanti tahun 2021. Hope dibuat di Amerika Serikat, tepatnya di "Laboratory of Atmospheric and Space Physics University of Colorado" dan merupakan properti United Arab Emirates (UAE) yang berpusat di Dubai.
Foto: Gulf News
Misi dan eksplorasi ke Planet Mars memang masih dalam taraf permulaan sehingga jangan berharap akan melihat manusia mulai menempati planet itu seperti di Bumi ini dalam waktu dekat. Tapi setidaknya harapan untuk itu sedang dibangun dan mungkin baru akan mulai terealisasi beberapa ratus tahun dari sekarang. Yang jelas bukan pada saat generasi kita ini, sih. Apa kamu berminat pindah ke Mars? Kalau di sana ada rendang dan nasi goreng, saya sih mau saja.