Brilio.net - Pagi cukup cerah ketika sekumpulan manusia paruh baya, kurang lebih 8-10 orang, duduk di depan sebuah ruko. Sekilas ruko itu tampak seperti bangunan biasa. Gerbangnya penuh coretan grafiti.

Ruko tersebut terletak di Jalan Raya Solo-Yogyakarta KM 12,5, Kecamatan Kalasan, Sleman. Buat kebanyakan pengendara yang lalu lalang di sana, ruko tersebut mungkin terlihat biasa.

Bangunan ini sekadar toko mebel. Namun, setiap pagi, ada orang yang menggantungkan hidup di ruko tersebut. Mereka adalah orang-orang paruh baya yang berkumpul setiap pagi di toko mebel itu.

Mereka bukan karyawan toko mebel, melainkan kuli bangunan yang menjadikan halaman ruko sebagai tempat mangkal setiap hari. Kebanyakan bapak-bapak, tapi ada juga seorang seorang ibu yang datang membawa sepeda dan mangkal di sana.

Brilio.net mendatangi ruko tersebut sekira jam delapan pagi, Senin (14/8). "Golek gawean, Mas? (Cari kerjaan, Mas?)," sapa salah satu bapak-bapak kepada brilio.net.

Saat itu, memang tak begitu banyak bapak-bapak yang berkumpul dari situ. Sekitar jam 6-7 pagi, pelataran ruko tersebut penuh dan sesak oleh kuli yang menunggu pekerjaan. Menurut bocoran dari salah satu bapak-bapak itu, sebagian besar dari mereka berhasil dapat kerjaan.

Pangkalan kuli kalasan  2023 brilio.net

foto: brilio.net/Sidratul Muntaha

Satu dari sekian bapak-bapak yang masih tinggal di ruko itu bernama Narsono, kuli pangkalan yang berasal dari Klaten. Narsono masih terlihat santai dan riang menunggu di pangkalan.

Mungkin itu karena ia baru saja 'menyelesaikan' proyek yang ia dapat sebelumnya, yaitu renovasi rumah di bilangan Pogung, Mlati, Sleman. Ia mendapatkannya sekira dua minggu sebelum ditemui brilio.net pada Senin (14/8).

Setia mangkal selama 26 tahun

Proyek tersebut tak ia kerjakan sendiri. Bersama tiga orang teman yang biasa mangkal di depan toko mebel, Narsono merenovasi rumah kliennya. Alhasil, pada Sabtu (12/8) lalu, proyek tersebut 'selesai'. Lebih tepatnya, Narsono memilih untuk berhenti menggarap proyek tersebut. "Yang punya rumah cerewet," ujar Narsono sambil mengatup jari-jarinya.

Padahal, dalam waktu dua minggu, Narsono sudah menyelesaikan banyak pekerjaan untuk rumah tersebut. Menurut penuturan Narsono, misalnya, ia sudah selesai memasang plafon baru berikut lis di tiap pinggirannya. Ia juga sudah selesai mengecat beberapa sisi dinding yang ada di rumah tersebut.

Apa boleh buat, pekerjaan itu harus berhenti karena ia tak nyaman. "Tegelnya belum tak pasang, padahal kalau dia nggak cerewet ya bisa selesai," sambung Narsono.

Untungnya, Narsono mendapatkan upah harian di sana. Buat beberapa kuli di sana, upah harian memang paling menguntungkan buat digarap. Pasalnya, upah yang dibayarkan berdasarkan waktu yang sudah dihabiskan untuk bekerja, tak seperti upah borongan yang dibayar setelah pekerjaan usai.

Selain itu, upah borongan biasanya lebih rendah. Jika upah harian, menurut Narsono, sebesar Rp100.000 per hari, nominal upah borongan bisa berada di bawahnya.

Standar upah itu tentu tak terlalu banyak jika dibandingkan tenaga Narsono yang harus menggarap beragam pekerjaan dalam satu proyek. Di kerjaan sebelumnya, misalnya, ia harus mengecat, memasang plafon, memasang lis, dan lain sebagainya.

Sebagai kuli pangkalan, Narsono juga tak hanya menerima pekerjaan seputar renovasi atau membangun rumah. Apa yang datang ya dikerjain aja, kata Narsono.

Pangkalan kuli kalasan  2023 brilio.net

foto: brilio.net/Sidratul Muntaha

Narsono lantas bercerita, selain renovasi rumah, ia pernah dapat pekerjaan menggali sumur dengan bermodal linggis belaka. Pekerjaan itu ia dapatkan dari seorang pemilik rumah di Demangan. Ia diminta menggali sumur sedalam 15 meter bersama seorang teman.

Di tengah-tengah obrolan kami, seorang pria datang ke pangkalan dengan motor Vario. Bukan ikut mangkal, orang itu datang mencari tenaga untuk mengerjakan kebutuhannya. Ia tukang untuk memotong beberapa balok besi buat bangunan yang hendak ia dirikan di wilayah Prambanan.

Hingga beberapa menit setelahnya, tak ada tukang yang menyanggupi. Ternyata, alasannya, tak ada alat yang proper untuk memfasilitasi kerja kuli pangkalan tersebut. "Kalau motong keramik enak. Kalau potong besi bahaya, bisa kena percikan," tutur Narsono.

Alasan tersebut terbilang masuk akal. Apalagi, tak semua kuli pangkalan membawa alat pertukangannya sendiri. Narsono, misalnya, tak pernah membawa alat apapun.

Maka dari itu, dalam istilah pertukangan, orang-orang macam Narsono lebih sering bekerja sebagai 'tenaga' daripada 'tukang'. Keduanya memiliki perbedaan. Tukang adalah mereka yang mengeksekusi secara langsung proses renovasi atau pendirian sebuah bangunan, sementara 'tenaga' membantunya secara tak langsung.

Kendati demikian, 'tenaga' bukan berarti tak lebih terampil daripada 'tukang'. Narsono mengaku juga bisa menggarap pekerjaan seputar kelistrikan di bangunan.

Tak heran, Narsono memang lama menggeluti dunia perkulian. Sebagai kuli pangkalan di Kalasan, karir Narsono sudah berumur 26 tahun.

Kerap disebut Depnaker

Tahun 1997, Narsono pertama kali bekerja sebagai kuli pangkalan. Saat itu, upah harian rata-rata kuli seputar belasan ribu. Sejak itu pula kuli pangkalan sudah ramai. Ketika ditanya kapan pangkalan kuli tersebut mulai ada, Narsono mengaku tak tahu. Tapi, ia memastikan pangkalan tersebut sudah berumur jauh lebih tua.

Pangkalan kuli kalasan  2023 brilio.net

foto: brilio.net/Sidratul Muntaha

Dulu, sebelum ruko tersebut menjadi toko mebel seperti sekarang, kepemilikannya selalu berganti. Untungnya, selama pergantian kepemilikan itu, para kuli tak pernah dilarang untuk mangkal di sana. Bahkan, ketika juragan toko mebel itu akhirnya datang, para kuli diberi pekerjaan. Mereka dibayar untuk memindah-mindahkan barang di ruko tersebut.

Sejak bekerja di sana, tak terhitung sudah berapa pekerjaan yang digarap oleh Narsono. Selain mendapatkan uang, ia juga mengaku jadi kuli pangkalan di sana. Sebab, di sana, Narsono bisa berkumpul bersama teman-temannya. Saat berada di pangkalan, Narsono terlihat lebih banyak tertawa daripada sedih meskipun belum kunjung dapat pekerjaan hari itu.

Berkumpul dengan teman-temannya di pangkalan menjadi satu-satunya hiburan ketika rumahnya mulai kosong. Kini, di rumahnya, cuma ada satu anaknya yang sudah bekerja. Istrinya sudah tak ada. Jika tak menyibukkan diri di pangkalan Kalasan, tentu ia bakal kesepian.

Ia juga terlihat senang ketika bertemu salah satu temannya yang sudah lama tak nongol. Teman itu akrab disapa Pak Min. Ia juga kuli pangkalan yang berasal dari Klaten. Menurut Pak Min, sudah hampir 4 bulan ia tak datang ke pangkalan. Sebabnya, ia harus mengerjakan proyek membangun hunian ponakannya di dekat rumahnya.

Alhasil, karena umurnya yang sudah sangat tua, pangkalan tersebut punya banyak sebutan. Beberapa sebutannya antara lain Depnaker, akronim dari departemen tenaga kerja. Sebutan lainnya adalah pekerja umum, sepertinya merujuk Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Apapun namanya, tempat itu konsisten menjadi semacam tempat berkumpul dan berkomunitas bagi banyak orang. Hubungan antara anggota pangkalan pun tetap cair dan hangat.

Hingga saat ini, menurut Pak Min, anggota pangkalan bertemu dan berkumpul selayaknya teman biasa, bukan sebagai komunitas atau organisasi tertentu. "Nggak ada komunitas atau organisasinya, kita di sini jagong (nongkrong) aja," tukas Pak Min.